Judul: Harbart
Penulis: Nabarun Bhattacharya
Penerjemah: Sunandini Banerjee
Penerbit: New Directions (2019)
Halaman: 122p
Beli di: Post Santa, part of Lonely Reader Care Package
Saya sangat jarang membaca buku terjemahan asal India. Rata-rata penulis India yang saya baca karyanya memang yang sudah menjadi bagian diaspora, baik yang beremigrasi ke Amerika atau Eropa, atau sudah generasi kesekian keluarga imigran.
Karena itu, tidak mengherankan kalau saya sama sekali tidak pernah mendengar tentang Harbart, atau penulisnya, Nabarun Bhattacharya. Mendapat buku ini pun tidak sengaja, karena memesan Lonely Reader Care Package yang dikurasi oleh toko buku Post saat akhir tahun lalu. Sesuai request saya yang menginginkan buku bernuansa “magical”, Post pun memilihkan Harbart, yang kental unsur magical realisme nya.
Dan memang, kadang kita harus venturing to unknown territory in order to experience new things. Harbart adalah pengalaman membaca yang unik, yang saya awali dengan blank slate, dan go with the flow saja sampai buku berakhir.
Harbart Sarkar mengalami begitu banyak ketidakberuntungan selama hidupnya. Ditinggal mati kedua orang tuanya saat ia masih kecil, dititipkan di rumah paman dan bibinya, di tengah sepupu dan keluarga yang semuanya memandang rendah dirinya, kecuali sang bibi yang baik hati, Harbart seolah tidak pernah diizinkan untuk bahagia. Sampai suatu pengalaman aneh menghampirinya, yang membuatnya dikenal sebagai orang yang bisa bercakap-cakap dengan orang mati.
Orang-orang dari berbagai penjuru kini mencari Harbart, ingin berbicara dengan kekasih-kekasih yang sudah meninggal dunia. Bahkan Harbart didekati oleh seorang pebisnis yang ingin menjadikannya partner bisnis okult yang sedang marak di dunia.
Kita menyaksikan perjalanan hidup Harbart yang malang melintang seiring perjalanan India sebagai negara yang mencari jati dirinya, mulai dari tahun 50 hingga 90-an, khususnya kota Kalkuta yang menjadi tempat tinggal Harbart. Banyak metafora yang saling berkaitan antara kehidupan Harbart dan Kalkuta, yang mungkin akan sedikit terlewatkan bila kita tidak terlalu familiar dengan sejarah India. Saya sendiri baru “ngeh” dengan keterkaitan ini saat membaca Afterword dari Siddharta Deb, yang membuat banyak hal menjadi jelas.
Penuturan buku ini bisa dibilang tidak biasa, banyak diselingi puisi, kutipan buku-buku yang menjadi kitab wajib Harbart dalam pencarian panggilan hidupnya, serta unsur magical realisme yang hadir melalui leluhur-leluhur Harbart yang sudah meninggal dunia. Dari beberapa review yang saya baca, semuanya rata-rata memuji gaya penerjemahan Banerjee di buku ini.
Secara keseluruhan, Harbart adalah pengalaman baru yang cukup menyenangkan, panjang buku yang hanya lebih sedikit dari 100 halaman membuat gaya yang kadang sulit diikuti tidak terlalu menyiksa, tapi justru menantang secara wajar.
Recommended if you want to read more Indian literature without being intimidated.
Rating: 3.5/5
Recommended if you want to read: Indian literature, under the radar writer, independent published book, magical realism
Submitted for: