Tags
e-book, english, fantasy, fiction, new york, own voice, popsugar RC 2022, science fiction, series
Judul: The City We Became
Penulis: N.K. Jemisin
Penerbit: Orbit (2020, Kindle Edition)
Halaman: 464p
Beli di: Amazon.com (USD 6)
Apa jadinya kalau kota-kota di dunia memiliki inti yang merupakan perwujudan manusia? New York City, misalnya, yang terdiri dari 5 borough (area), terdiri dari 5 orang manusia perwakilan masing-masing borough, ditambah dengan 1 orang yang merupakan perwujudan kota New York itu sendiri.
Manhattan diwakili oleh laki-laki dengan latar belakang kurang jelas dan berorientasi pada uang. Brooklyn adalah politisi perempuan kulit hitam yang berjuang melawan gentrifikasi di areanya. Bronx diwakili oleh perempuan queer yang juga seorang artis. Queens adalah pendatang keturunan Asia yang sebenarnya tidak ada niat menetap di New York. Sedangkan Staten Island, yang seringkali dianggap tidak cukup New York, diwakili oleh perempuan kulit putih kuper, yang selalu takut pada “main island” dan hidup di tengah keluarga konservatif.
Konflik mulai memanas saat ada pihak-pihak yang ingin menghancurkan NYC, bukan saja secara fisik (jembatan rubuh, etc), tapi yang lebih menyakitkan adalah mengambil intisari NYC yang penuh diversity. Kejahatan rasial, gentrifikasi ekstrim, hingga hoax yang bertebaran di media, membuat para borough mau tidak mau ikut turun gunung dan bersatu melawan musuh mereka. Namun, perwujudan kota New York sendiri sedang menghilang, dan para borough harus fokus menemukannya sebelum kota mereka benar-benar hancur.
Ide buku ini menurut saya sangat original, dan menarik untuk dieksplor, apalagi berlatar di kota New York yang memang merupakan pusat diversity dunia. Melalui kisah ini saya juga jadi lebih bisa melihat NYC dari sudut pandang kelima borough, yang memang merupakan ciri khas kota New York dan tidak ditemukan di tempat lainnya.
Namun, saya agak terganggu dengan penulisan buku ini yang menurut saya agak terlalu “crude” dan terkesan “amateurish’, terutama saat membahas musuh mereka yang merupakan perwujudan kaum rasis kulit putih. Saya tidak keberatan sih, kalau memang musuhnya adalah kaum ekstrem kanan yang fasis dan rasis, karena memang mereka nyata keberadaannya di dunia. Tapi, cara penyampaiannya yang kurang diolah dengan baik menurut saya malah menjadikan buku ini terasa kasar dan cringey.
Selain stereotipikal dari pihak musuh, karakter-karakter para borough pun juga digambarkan dengan cukup stereotipikal. Bahkan Staten Island, satu-satunya borough berkulit putih, menjadi yang paling dimusuhi dan dijauhi oleh semua borough lainnya. Saya tidak tahu apakah ini memang mewakili kondisi sesungguhnya di kota NY, di mana Staten Island berisi orang-orang judgmental dan konservatif? Tapi kalaupun iya, menurut saya penyampaiannya di buku ini menjadi agak terlalu berlebihan.
Sangat disayangkan karena saya sebenarnya ingin bisa lebih menyukai buku ini, terutama karena temanya yang unik dan sangat relevan, dan termasuk ke dalam buku own voice bergenre fantasi/science fiction yang cukup banyak digaungkan di sosial media.
Rating: 3/5
Recommended if you want to try: own voice fantasy, unique New York City story, relevant issues
Submitted for: