• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2023
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • Popsugar Reading Challenge 2022
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: fantasy

The City We Became by N.K. Jemisin

01 Friday Apr 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

e-book, english, fantasy, fiction, new york, own voice, popsugar RC 2022, science fiction, series

Judul: The City We Became

Penulis: N.K. Jemisin

Penerbit: Orbit (2020, Kindle Edition)

Halaman: 464p

Beli di: Amazon.com (USD 6)

Apa jadinya kalau kota-kota di dunia memiliki inti yang merupakan perwujudan manusia? New York City, misalnya, yang terdiri dari 5 borough (area), terdiri dari 5 orang manusia perwakilan masing-masing borough, ditambah dengan 1 orang yang merupakan perwujudan kota New York itu sendiri.

Manhattan diwakili oleh laki-laki dengan latar belakang kurang jelas dan berorientasi pada uang. Brooklyn adalah politisi perempuan kulit hitam yang berjuang melawan gentrifikasi di areanya. Bronx diwakili oleh perempuan queer yang juga seorang artis. Queens adalah pendatang keturunan Asia yang sebenarnya tidak ada niat menetap di New York. Sedangkan Staten Island, yang seringkali dianggap tidak cukup New York, diwakili oleh perempuan kulit putih kuper, yang selalu takut pada “main island” dan hidup di tengah keluarga konservatif.

Konflik mulai memanas saat ada pihak-pihak yang ingin menghancurkan NYC, bukan saja secara fisik (jembatan rubuh, etc), tapi yang lebih menyakitkan adalah mengambil intisari NYC yang penuh diversity. Kejahatan rasial, gentrifikasi ekstrim, hingga hoax yang bertebaran di media, membuat para borough mau tidak mau ikut turun gunung dan bersatu melawan musuh mereka. Namun, perwujudan kota New York sendiri sedang menghilang, dan para borough harus fokus menemukannya sebelum kota mereka benar-benar hancur.

Ide buku ini menurut saya sangat original, dan menarik untuk dieksplor, apalagi berlatar di kota New York yang memang merupakan pusat diversity dunia. Melalui kisah ini saya juga jadi lebih bisa melihat NYC dari sudut pandang kelima borough, yang memang merupakan ciri khas kota New York dan tidak ditemukan di tempat lainnya.

Namun, saya agak terganggu dengan penulisan buku ini yang menurut saya agak terlalu “crude” dan terkesan “amateurish’, terutama saat membahas musuh mereka yang merupakan perwujudan kaum rasis kulit putih. Saya tidak keberatan sih, kalau memang musuhnya adalah kaum ekstrem kanan yang fasis dan rasis, karena memang mereka nyata keberadaannya di dunia. Tapi, cara penyampaiannya yang kurang diolah dengan baik menurut saya malah menjadikan buku ini terasa kasar dan cringey.

Selain stereotipikal dari pihak musuh, karakter-karakter para borough pun juga digambarkan dengan cukup stereotipikal. Bahkan Staten Island, satu-satunya borough berkulit putih, menjadi yang paling dimusuhi dan dijauhi oleh semua borough lainnya. Saya tidak tahu apakah ini memang mewakili kondisi sesungguhnya di kota NY, di mana Staten Island berisi orang-orang judgmental dan konservatif? Tapi kalaupun iya, menurut saya penyampaiannya di buku ini menjadi agak terlalu berlebihan.

Sangat disayangkan karena saya sebenarnya ingin bisa lebih menyukai buku ini, terutama karena temanya yang unik dan sangat relevan, dan termasuk ke dalam buku own voice bergenre fantasi/science fiction yang cukup banyak digaungkan di sosial media.

Rating: 3/5

Recommended if you want to try: own voice fantasy, unique New York City story, relevant issues

Submitted for:

An #OwnVoices SFF (science fiction and fantasy) book

Nothing to See Here by Kevin Wilson

15 Wednesday Dec 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, bargain book!, dysfunctional family, ebook, english, fantasy, fiction, magical realism, popsugar RC 2021

Judul: Nothing to See Here

Penulis: Kevin Wilson

Penerbit: Ecco (2019, Kindle Edition)

Halaman: 272p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99)

This was probably one of the most hilarious books I’ve read this year! Premisnya saja sudah agak nyeleneh: Lilian sudah cukup lama tidak berhubungan dengan teman masa kecilnya, Madison. Pasalnya, kehidupan mereka sangat berbeda. Lilian stuck di kota kecil tempat ia dibesarkan, dengan pekerjaan yang tidak ke mana-mana, dan hidup yang seolah tanpa tujuan. Sementara itu, Madison memiliki nasib yang amat berbeda. Menjadi public figure, dan menikahi senator yang digadang-gadang sebagai presiden masa depan Amerika.

Namun suatu hari, Madison menghubungi Lilian untuk meminta bantuan. Bantuannya super aneh, pula. Ternyata, suaminya sang senator, memiliki dua orang anak dari pernikahan sebelumnya. Yang disembunyikan selama ini adalah keunikan dua anak kembar tersebut: mereka bisa tiba-tiba terbakar kalau sedang stress. Ajaibnya, mereka tidak bisa melukai diri sendiri – tapi tentu saja kemampuan itu membuat mereka berbahaya bagi orang lain.

Dan Lilian, tanpa pengalaman mengasuh anak, apalagi yang bisa membakar diri, setuju untuk mengasuh kedua anak tersebut. Namun yang ia hadapi ternyata lebih dari sekadar anak-anak yang bisa terbakar, apalagi setelah si kembar berhasil mencuri hatinya.

Buku yang kelihatannya gila dan penuh chaos ini menyimpan tema yang sebenarnya cukup menyentuh: relationship, found family, being different. Tapi isu-isu serius tersebut dengan cerdas disembunyikan oleh Kevin Wilson ke dalam sebuah kisah yang kocak, kacau, dan punuh momen-momen ajaib.

Beberapa bagian terasa begitu absurd, tapi saya tidak begitu peduli, karena telanjur menikmati storytelling dan writing yang menunjukkan skills Wilson sebagai penulis andal. Karakter-karakternya aneh namun memorable, dan meski kisahnya benar-benar di luar nalar, namun entah kenapa bisa terasa relatable. I can say that this book lives up to its hype 🙂

Rating: 4/5

Recommended if you like: absurd story, witty dialogues, weird but memorable characters, original plot

Submitted for:

Category: A magical realism book

Ninth House by Leigh Bardugo

08 Wednesday Dec 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, campus life, dark academia, dark fantasy, english, fantasy, fiction, magical realism, popsugar RC 2021, series

Judul: Ninth House

Penulis: Leigh Bardugo

Penerbit: Flatiron Books (2019)

Halaman: 501p

Beli di: Periplus BBFH (IDR 90k)

Galaxy “Alex” Stern memiliki kemampuan melihat makhluk halus sejak ia kecil. Drop out dari sekolah dan pergaulan dengan pemakai narkoba membuat kehidupan Alex di Los Angeles jauh dari yang ia cita-citakan. Puncaknya adalah ketika ia menjadi satu-satunya penyintas dalam permbunuhan massal yang juga menewaskan sahabat terbaiknya.

Namun Alex mendapat kesempatan kedua saat ia direkrut oleh perkumpulan rahasia Yale. Kemampuan indera keenamnya menjadikan Alex aset berharga bagi perkumpulan tersebut, meski ia bukan murid jenius seperti rata-rata mahasiswa Yale. Tugas Alex adalah memonitor kegiatan delapan secret societes di Yale, yang masing-masing berpusat di bangunan tua yang diyakini memiliki portal terhadap dunia lain yang tidak kita kenal.

Ada yang menggunakan sihir terlarang, ada yang melihat masa depan melalui organ internal manusia, ada yang gosipnya bisa membangkitkan orang mati.. Alex sama sekali tidak membayangkan pekerjaannya akan berhadapan dengan begitu banyak kegilaan dan bahaya. Namun saat mentornya menghilang, dan kematian mulai terjadi, Alex menyadari pekerjaannya mungkin jauh lebih berbahaya dari yang ia kira.

Agak sulit masuk ke dalam Ninth House, karena buku langsung diawali dengan kejadian demi kejadian intens saat Alex sudah berada di tengah-tengah pekerjaannya mengawasi perkumpulan rahasia Yale dengan segala intriknya. Kita tidak diberi kesempatan untuk bernapas, berpikir, dan menyesuaikan diri dengan situasi Alex. Dan memang, cukup lama juga sampai saya bisa merasa kenal dan relate dengan Alex, saking ribetnya situasi yang ia alami di bagian awal sampai pertengahan buku.

Namun, setelah merasa cukup akrab dengan Alex, saya merasa lebih mudah masuk ke dunianya, dan langsung terjerat dalam Ninth House, dengan Yale yang digambarkan amat berbeda, dengan berbagai karakter dan misteri yang ada, dan tentu saja, Alex sendiri, yang memiliki masa lalu rumit dan kelam.

Ninth House adalah bagian pertama, appetizer yang cukup memuaskan dari serial ini- tidak sabar rasanya untuk masuk ke buku selanjutnya!

Rating: 4/5

Recommended if you like: dark academia, atmospheric setting, magic gone wrong, strong female character, complicated but juicy story

Submitted for:

Category: A dark academia book

Wonderland: An Anthology by Marie O’Regan and Paul Kane

12 Friday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

anthology, english, fantasy, fiction, popsugar RC 2021, retelling, science fiction, short stories

Judul: Wonderland: An Anthology

Editor: Marie O’Regan dan Paul Kane

Penerbit: Titan Books (2019)

Halaman: 384p

Beli di: Periplus BBFH (IDR90k)

Saya termasuk penggemar Alice in Wonderland. Saya menonton banyak versi adaptasi filmnya, dan membaca bukunya dari yang original sampai beberapa retelling. Makanya begitu mengetahui ada antologi yang terinspirasi dari kisah Alice, saya langsung bersemangat.

Namun ternyata, karena hampir semua penulis kisah antologi ini adalah penulis dengan genre fantasi atau sci-fi, maka rata-rata cerita pendek dalam Wonderland memiliki genre yang sejenis. Sayangnya, banyak dari kisah tersebut yang tidak terlalu berhubungan dengan Alice, atau memiliki hubungan tapi sangat tipis sehingga terkesan agak dipaksakan. Dan karena kebanyakan cerita bergenre fantasi atau sci-fi, rata-rata temanya memang agak terlalu outlandish untuk saya, yang mengharapkan kisah yang lebih realistis, atau fantasi dengan sentuhan realistic fiction.

Untungnya masih ada beberapa cerita yang menjadi favorit saya, salah satunya adalah “Smoke ‘Em if You Got ‘Em” (Angela Slatter), yang bergenre ala western, dengan Alice sebagai perempuan tangguh yang mengejar White Rabbit, penjahat kawakan, hingga ke ujung bumi. Saya juga suka “Six Impossible Things” (Mark Chadbourn) yang amat nostalgic, dan merupakan salah satu dari segelintir kisah dalam antologi ini yang masih amat setia dengan dunia original Wonderland. Sementara itu “The Hunting of the Jabberwock” (Jonathan Green), meski tidak spesifik bercerita tentang Alice atau teman-temannya, mengambil latar Wonderland yang berbeda, yang berfokus pada perburuan Jabberwocky, monster legendaris yang meneror semua orang. Namun, latar belakang sang monster menjadi kisah yang mengejutkan di sini.

Ada beberapa cerita yang menjadikan kisah Alice sama sekali out of the box, meski saya masih bisa merasakan aura Wonderlandnya. “The White Queen’s Pawn” (Genevieve Cogman) menggabungkan unsur politik, perang, militer, dan sedikit dystopia, dan membuat kita melihat Wonderland sebagai tempat yang sama sekali berbeda. A brave approach, but still acceptable. Namun ada beberapa cerita yang sama sekali bukan tentang Alice, hanya mengambil judul yang samar-samar berbau Wonderland, atau yang menjadikan Wonderland terlalu jauh dari inspirasi originalnya. Buat saya, kisah-kisah itu agak merusak aura keseluruhan buku.

Mudah-mudahan akan ada antologi lain yang mengambil latar Alice dan Wonderland, dengan pendekatan unik namun tetap setia pada kisah aslinya. Tidak mudah memang, tetapi tidak ada salahnya berharap, kan? 🙂

Rating: 3/5

Recommended if you like: Alice retelling, fantasy and science fiction stories, out of the box plots, intriguing settings

Submitted for:

Category: A book that has a heart, diamond, club, or spade on the cover

Radiance by Catherynne M. Valente

07 Tuesday Sep 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

english, fantasy, fiction, genre hybrid, history, popsugar RC 2021, science fiction, space

Judul: Radiance

Penulis: Catherynne M. Valente

Penerbit: Tor Book (2015)

Halaman: 432p

Beli di: @Therebutforthebooks (IDR 110k)

Apa yang terjadi jika:

  1. Masa kejayaan film bisu berlangsung amat lama, akibat keluarga Edison menimbun paten yang menyebabkan film dengan suara bisa dibuat.
  2. Penemuan suatu zat yang menyebabkan manusia bisa hidup di semua planet di tata surya (termasuk Pluto, yeay!) dan bahkan membuat film di sana.

Kedua alternate history inilah yang menjadi titik tolak Catherynne M. Valente dalam membangun kisah yang luar biasa imajinatif ini. Menggabungkan space opera, alternate history, dan mystery bernuansa noir, Valente membawa kita ke sebuah dunia yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Dunia yang amat luas, amat penuh kemungkinan-kemungkinan, namun juga amat berbahaya.

Severin Unck adalah tokoh utama Radiance yang menjadi benang merah keseluruhan cerita yang ditulis menyerupai potongan dan fragmen klip film. Ayah Severin adalah sutradara terkenal yang memiliki spesialisasi genre Gothic romance. Meski mencintai dunia perfilman, Severin tidak ingin disamakan dengan ayahnya, dan ia tumbuh besar dengan membuat film dokumenter yang mengajak penonton untuk menjelajahi tata surya yang amat luas, mulai dari bertemu dengan penduduk Neptunus hingga koboi Mars yang tidak kenal hukum.

Film terakhir Severin digadang-gadang akan menjadi yang paling fenomenal, menyelidiki hilangnya koloni di Venus yang menjadi misteri legendaris yang tak terpecahkan. Venus, planet misterius yang dihuni oleh alien berwujud callowhale, yang menghasilkan zat serupa susu yang menjadi kunci terbukanya perjalanan dan kehidupan antariksa bagi manusia bumi.

Saat syuting film di Venus, Severin menghilang. Lenyap tak berbekas. Dan kehilangan inilah yang kemudian menjadi inti cerita, yang disampaikan oleh orang-orang terdekatnya, mulai dari kekasihnya, Erasmo, hingga anak kecil yang ditemukan secara misterius di Venus, Anchises. Memori dan kenangan bercampur dengan suara hati Severin yang terdengar lewat film-filmnya. Ke manakah Severin menghilang? Dan apakah ada hubungannya dengan menghilangnya koloni di Venus secara munculnya Anchises?

Radiance adalah buku yang super ambisius. Selain elemen scifi yang kental lewat perjalanan ruang angkasa, Radiance juga bergumul dengan isu sejarah perfilman, mengandaikan bila Hollywood mengembangkan sayap ke Bulan, dan bahkan syuting di berbagai planet di tata surya. Dan tidak cukup tema dan isu yang cukup rumit dan spesifik, buku ini juga ditulis dengan gaya yang tidak biasa. Menggabungkan berbagai format dan media, mulai dari buku harian, transkrip interview, cuplikan dokumenter, episode sandiwara radio, hingga penggalan-penggalan memori, kita serasa diombang-ambingkan di antariksa tanpa batas, tidak yakin ke mana harus berpijak.

Untuk yang menyukai kisah konvensional yang rapi dan runut, dengan jalan cerita yang mudah diikuti, Radiance bukanlah buku yang tepat. Tapi untuk penyuka kisah imajinatif tanpa batas, dan rela mengalami sedikit vertigo di sana-sini, silakan masuk ke petualangan antariksa yang absurd sambil mencari di mana Severin berada.

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: science fiction, space opera, movie history, unconventional format, unlimited imagination

Submitted for:

Category: A genre hybrid

Gods of Jade and Shadow by Silvia Moreno-Garcia

21 Monday Jun 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

culture, english, fantasy, fiction, latin america, mayan, mythology, popsugar RC 2021

Judul: Gods of Jade and Shadow

Penulis: Silvia Moreno-Garcia

Penerbit: Jo Fletcher Books (2020)

Halaman: 332p

Beli di: Book Depository (IDR 135k)

First of all: the cover of this book is gorgeous!!!! Kombinasi warna, font, elemen budaya Maya- semuanya terasa pas dengan judul dan tema keseluruhan buku. Kudos to the designer!!

Kisahnya sendiri cukup menarik. Casiopea Tun adalah gadis 17 tahun yang tinggal di rumah kakeknya di sebuah kota kecil di Mexico. Nasib buruk karena memiliki ayah yang dianggap berkasta lebih rendah dari keluarga kakeknya yang kaya raya, membuat Casiopea selalu dipandang sebelah mata, malah dianggap sebagai pembantu alih-alih anggota keluarga. Mimpi Casiopea cuma satu, pergi jauh dari desa terbelakang tersebut dan melihat dunia luar.

Suatu hari, Casiopea tidak sengaja membuka peti terlarang di kamar kakeknya, dan alangkah terkejutnya dia karena peti tersebut ternyata menyimpan Hun-Kame, dewa kematian suku Maya yang terkurung puluhan tahun lamanya. Karena membebaskan Hun Kame, Casiopea mau tidak mau terlibat ke dalam intrik Xibalba, dunia bawah tanah tempat dewa kematian berkuasa, dan pertarungan abadi antara Hun Kame dengan saudara sekaligus nemesisnya, Vucub-Kame.

Gods of Jade and Shadow mengambil tema budaya dan mitologi Maya, yang agak jarang diangkat oleh penulis mainstream. Saya sendiri sepertinya hanya pernah membaca tentang suku Maya di buku-buku misteri dan petualangan middle grade. Dan memang banyak sekali hal baru yang saya dapat dari buku ini, tentang dewa kematian, kepercayaan suku Maya terhadap Xibalba, Land of the Dead, dan pertarungan sengit antar dewa yang sepertinya menjadi topik yang cukup familiar bagi bangsa Maya.

Saya juga suka penggambaran Mexico di buku ini, perjalanan Casiopea dan Hun-Kame menyusuri negara Mexico hingga berujung di Xibalba. Detail yang cukup hidup membantu menghidupkan juga kisah dalam buku ini. Satu hal yang menurut saya agak kurang sreg adalah insta-love plot antara Casiopea dan Hun-Kame, yang meski dirasa perlu (untuk menggambaran sisi human nya si dewa kematian), tapi masih terlalu predictable. Untung saja endingnya tidak cheesy dan masih bisa memperbaiki tone keseluruhan buku yang sempat agak menye-menye di bagian tengah XD

Anyway, I will still recommend this book especially if you want to read more about Native Mayan culture.

Rating: 3.5/5

Recommended if you want to read about: Mayan culture, mythology, fable, road trip, a bit cheesy love story XD

Submitted for:

Category: A book with a gem, mineral, or rock in the title

Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro

08 Tuesday Jun 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

asia, british, english, fantasy, fiction, literature, nobel, science fiction

Judul: Klara and the Sun

Penulis: Kazuo Ishiguro

Penerbit: Alfred A. Knopf (2021)

Halaman: 303p

Beli di: @post_santa (IDR 270k)

Argh… this is definitely going to be one of my favorite 2021 reads! Sejujurnya saya baru pernah membaca satu buku Kazuo Ishiguro sebelumnya, Never Let Me Go yang lumayan mengintimidasi karena temanya yang berat dan gaya bahasanya yang mengalun lambat. Sejak itu, saya belum tertarik untuk membaca karya Ishiguro lainnya, apalagi embel-embel penerima Nobel semakin membuatnya tampak intimidatif.

Tapi membaca review banyak orang, yang menyatakan kalau Klara and the Sun adalah buku yang hangat, dan pasti akan membuat kita jatuh cinta dengan tokoh utamanya, membuat saya jadi penasaran juga. Karena itu saya memberanikan diri untuk berkenalan dengan Klara dan tried to enjoy this book.

Klara adalah sesosok Artificial Friend (AF) di sebuah kota tak bernama, suatu hari di masa depan. Dari balik jendela toko, sambil menanti seorang anak yang akan membawanya pulang, Klara mengamati dunia di sekitarnya. Orang-orang yang berlalu lalang, interaksi yang terjadi, dan emosi yang ditunjukkan oleh para manusia. Lebih dari segalanya, Klara ingin berusaha mengerti tentang manusia, apa yang mereka rasakan dan impikan. Meski teman-teman dan manajer tokonya kerap mengingatkan Klara supaya jangan berharap terlalu banyak dari manusia.

Suatu hari, Josie, anak perempuan yang sudah beberapa kali Klara lihat, akhirnya membawanya pulang. Klara pun menjalankan tugasnya sebagai teman Josie dengan bahagia. Namun anak perempuan di masa tersebut tidak bisa menjalani hidup yang “normal”. Josie berjuang untuk mendapat kehidupan lebih baik, “elevated” to the next level, meski itu berarti ia harus rela disesuaikan secara genetik, sehingga tidak akan kalah dengan para robot. Namun konsekuensinya, kesehatan Josie seringkali memburuk, dan membuatnya terkapar di tempat tidur berhari-hari.

Klara, yang amat percaya dengan khasiat sinar matahari (karena sumber energinya memang dari solar alias matahari), bertekad ingin meminta tolong pada sang matahari untuk menyembuhkan Josie. Dan perjalanan Klara mencari matahari serta usahanya untuk membuat Josie sehat kembali, adalah salah satu kisah persahabatan paling sincere yang pernah saya baca. Tertohok juga rasanya, mengingat Klara adalah sosok Artificial Friend yang sebenarnya tidak memiliki hati dan perasaan seperti manusia, namun ternyata mampu melakukan tindakan cinta yang tidak mengharapkan balasan pada sahabat terdekatnya.

Beberapa kritik menyatakan kalau Klara and the Sun sebenarnya kurang sesuai dengan level Kazuo Ishiguro, apalagi dengan statusnya sebagai penerima Nobel. Tapi menurut saya, justru Ishiguro berhasil mengukuhkan reputasinya sebagai penulis yang konsisten bermain-main dengan isu masa depan, artificial intelligence, rekayasa genetik, bahkan debat mengenai moralitas manusia vs robot, namun dengan narasi yang membumi, dan bahkan lebih approachable dibandingkan dengan buku-buku sebelumnya.

Klara adalah narator yang luar biasa relatable, meski sosoknya yang kaku dan sangat robotik sebenarnya sulit untuk kita merasa relate, tapi Ishiguro dengan piawai justru mengajak kita menyelami dunia Klara, pikirannya dan keraguannya akan segala hal berbau manusia, sehingga kita jadi bisa melihat dari sudut pandang lain sebagai pengamat, tentang makna hidup sebagai manusia, dan mengapa kita selalu membuat segalanya menjadi rumit.

Klara and the Sun adalah buku yang jauh dari kesan intimidatif, selain karena narasinya yang mudah diikuti, isu futuristiknya pun masih terasa relate dengan kehidupan masa kini, dan bahkan – dengan orang-orang seperti Elon Musk dan Jeff Bezos di sekitar kita – tidak mustahil akan benar-benar terjadi di masa depan yang tak terlampau jauh. Satu hal yang sedikit saya sayangkan adalah ketidakjelasan dunia masa depan yang menjadi setting buku ini. Sedikit worldbuilding atau penjelasan saya rasa akan lebih bisa membantu kita membayangkan setting yang digunakan. Namun, vagueness in setting ini memang menjadi salah satu ciri khas Ishiguro sehingga protes ini menjadi tidak terlalu relevan XD

Setelah menamatkan kisah Klara, saya sempat mengikuti sebuah event dari British Library yang diselenggarakan dalam rangka World Book Night, dengan narasumber Kazuo Ishiguro dan host Kate Mosse, penulis asal Inggris. Diskusi ini sangat menarik, delightful, dan informatif, baik yang sudah membaca buku Klara maupun yang belum, karena Ishiguro menjabarkan proses kreatif dan perjalanan idenya tanpa menyentuh spoiler apapun. Dan di sini, saya juga bisa melihat sosok Ishiguro yang amat humble, dan kadang malah gantian bertanya pada Kate Mosse mengenai hal-hal yang masih membingungkannya sebagai seorang penulis. Benar-benar inspiratif!

Video percakapan ini bisa diakses di sini.

Rating: 4.5/5

Recommended if you like: lovable but unusual narrator, ideas about the future, genetic and artificial intelligence, down to earth narrative, beautiful and flowy language

The Memory Police by Yoko Ogawa

21 Friday May 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

asia, dystopian, fantasy, fiction, Gramedia, japanese, literature, mystery/thriller, popsugar RC 2021, terjemahan

Judul: The Memory Police (Polisi Kenangan)

Penulis: Yoko Ogawa

Penerjemah: Iingliana

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2020)

Beli di: Gramedia.com (IDR 93k)

Apa jadinya bila satu demi satu benda-benda di sekitar kita mulai menghilang, bersama dengan kenangan kita akan mereka? Bagaimana rasanya bangun di suatu pagi dan menyadari bahwa mulai hari itu sudah tidak ada lagi bunga mawar, atau burung merpati, atau kapal feri dan buku novel? Yang tersisa hanyalah kehampaan, rasa kehilangan akan suatu memori yang bahkan kita tidak ingat lagi tentang apa.

Kisah sendu, gloomy, dan menyedihkan ini terjadi di suatu pulau tak bernama, yang saat ini dikuasai oleh rezim yang sangat opresif (mungkin sejenis junta militer). Secara berkala, rezim ini mulai menghilangkan benda-benda dari hidup dan ingatan setiap orang, termasuk seorang novelis muda yang tinggal sendirian di rumah peninggalan orang tuanya.

Namun, ternyata ada orang-orang tertentu yang tetap memiliki ingatan sempurna, tak tersentuh oleh tekanan rezim, namun nyawa mereka berada dalam ancaman. Si novelis narator kita berusaha melindungi editornya yang termasuk ke dalam golongan orang yang tak bisa lupa. Dibantu oleh temannya, si pria tua mantan pekerja kapal, sang novelis menyembunyikan editornya di ruang rahasia, meski itu berarti ia juga membahayakan nyawanya sendiri.

The Memory Police adalah buku yang amat unik. Kisahnya sendiri menurut saya agak terlalu vague- dari mulai setting tempat dan karakter yang tidak bernama, sampai ketidakjelasan latar belakang rezim dan apa tujuannya menghilangkan ingatan orang-orang. Saya merasa gemas sesekali karena ingin mengetahui lebih banyak tentang latar belakang kisah ini, yang sebenarnya akan sangat menarik bila digali lebih dalam. Tapi sepertinya fokus Yoko Ogawa memang lebih kepada prosa yang mengalir, yang disusun sedemikian rupa sehingga kita bisa benar-benar merasuk ke dalam kisah mencekam ini.

Pemilihan diksi yang mendeskripsikan masing-masing benda dan ingatan yang hilang memang menjadi salah satu kekuatan utama buku ini, yang untungnya bisa diterjemahkan dengan sangat baik oleh sang penerjemah. Selain itu, ada alur paralel yang menceritakan tentang buku yang sedang ditulis oleh si novelis, yang juga memiliki nada yang sama suramnya, dan kita bisa melihat kesulitan si novelis menulis bukunya saat satu demi satu ingatan perlahan hilang dari dirinya.

The Memory Police (yang merupakan simbol rezim opresif) sepertinya memang buku yang enak dinikmati sebagai ide, mengajak kita bermain-main dalam imajinasi tentang suatu saat di mana manusia tidak lagi memiliki kontrol atas hidup dan ingatannya, dan tanpa ingatan apalah artinya kita, hanya sosok-sosok yang tidak memiliki tujuan hidup.

A thought provoking, albeit a bit vague story.

Rating: 3/5

Recommended if you want to try: Japanese lit, unusual plot, beautiful prose, gloomy read

Submitted for:

Category: A book about forgetting

Once Upon a River by Diane Setterfield

17 Monday May 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

british, fantasy, historical fiction, magical realism, mystery, popsugar RC 2021, twist

Judul: Once Upon a River

Penulis: Diane Setterfield

Penerbit: Emily Bestler Books/Atria (2018, Hardcover)

eventfictionadultyoung readersgiveawaylistmememy storynon fictionpoetryread alongreadathonshoppingUncategorizedAdd New Category

Tags

Halaman: 464p

Beli di: Big Bad Wolf Tokopedia (IDR 70k)

Diane Setterfield telah memukau saya lewat karya masterpiecenya, The Thirteenth Tale (harus reread untuk direview, nih!). Dan dengan segala ekspektasi saya yang di atas rata-rata untuk sang penulis, untungnya Once Upon a River tidak mengecewakan.

The Swan adalah sebuah penginapan tua yang terletak di pinggir sungai Thames, tepatnya di daerah Radcot. The Swan terkenal karena di tempat ini orang-orang saling berbagi kisah, dari mulai legenda Battle of Radcot Bridge yang terkenal, sampai ke kisah-kisah lain, yang biasanya awalnya disampaikan oleh Joe Bliss, suami Margot Ockwell si pemilik penginapan.

Suatu malam, kisah-kisah tersebut dipotong oleh kejadian luar biasa, yang nantinya akan diteruskan menjadi salah satu kisah paling melegenda di sepanjang Thames. Di malam yang berangin, di tengah musim dingin, seorang pria tiba-tiba masuk ke The Swan, pingsan mendadak, dan menggendong seorang anak perempuan kecil yang tidak sadar.

Rita, perawat yang dipanggil ke The Swan, menyatakan anak perempuan tersebut sudah meninggal dunia, karena tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan lagi, termasuk detak jantung dan napas yang berhenti. Tapi ternyata, anak tersebut perlahan-lahan kembali bernapas, dan bahkan akhirnya hidup kembali, meski tidak bisa berbicara.

Belum hilang kekagetan orang-orang, anak tersebut kini menjadi rebutan beberapa pihak yang mengklaimnya sebagai anak mereka yang hilang. Mr. dan Mrs. Vaughan mengklaim anak tersebut adalah Amelia, anak perempuan mereka yang diculik orang beberapa tahun lalu. Robin Armstrong, yang baru kehilangan istrinya, berpikir bahwa anak perempuan tersebut adalah Alice, anaknya yang menghilang bersama sang istri. Sedangkan Lily, yang dihantui tragedi bertahun-tahun lalu, berharap anak itu adalah adik perempuannya yang dianggap sudah meninggal dunia.

Siapa identitas anak perempuan misterius tersebut menjadi kisah utama buku ini, namun tidak sesederhana kelihatannya, karena di balik kisah tersebut, terdapat lapisan kisah-kisah karakter lain yang tersangkut paut, bahkan hingga ke masa lalu. Dilatarbelakangi dengan setting sungai Thames, yang digambarkan seolah menjadi karakter tersendiri, Once Upon a River terasa amat magical, dan kembali mengukuhkan reputasi Setterfeld sebagai penulis andal.

Saya sendiri amat menikmati buku ini, berkenalan dengan karakter-karakternya, yang masing-masing memiliki rahasia kelam dan kelemahan yang menantang mereka untuk mengambil keputusan terbaik. Saya juga amat menyukai setting kisah ini, rasanya saya bisa mendengar aliran sungai yang menderas, merasakan kabut di musim dingin dan melihat beragam binatang yang bermunculan di musim panas. Once Upon a River tidak se-gothic The Thirteenth Tale, dan twistnya pun tidak segila buku tersebut, tapi tetap memiliki nuansa misterius dan magical yang membuat saya enggan berhenti membacanya, dan merasa kehilangan saat menutup halaman terakhir buku ini.

Rating: 4/5

Recommended if you love: magical realism, fairytale, mysterious stories, great character descriptions, beautiful setting

Submitted for:

Category: The book on your TBR list with the prettiest cover

Pet by Akwaeke Emezi

05 Friday Mar 2021

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ 2 Comments

Tags

afrofuturism, black history month, fantasy, LGBT, popsugar RC 2021, young adult

Judul: Pet

Penulis: Akwaeke Emezi

Penerbit: Faber&Faber (Kindle Edition, 2019)

Halaman: 208p

Beli di: Amazon.com (USD 7)

Belakangan ini, nama Akwaeke Emezi sedang banyak muncul di berbagai media dan media sosial, terutama karena buku-bukunya digadang-gadang sebagai masa depan literatur Afrika. Tapi saya justru belum sempat membaca karya-karyanya yang hits seperti The Death of Vivek Oji atau Freshwater. Membaca buku Pet ini pun sebenarnya tidak disengaja, karena memenuhi salah satu prompt Popsugar Reading Challenge saja 🙂

Pet berkisah tentang suatu kota fiksi bernama Lucille, dengan setting masa depan yang tidak disebutkan. Yang pasti, Lucille merupakan tempat ideal karena sudah tidak ada lagi “monster” yang berkeliaran. Semua yang tinggal di sana adalah orang baik-baik, karena semua monster alias kriminal sudah ditumpas oleh para pahlawan yang dikenal sebagai “angels”.

Hanya saja, suatu hari, hadir sesosok makhluk dari dunia yang lain, menyambangi Jam dan keluarganya. Makhluk misterius yang menyebut dirinya sebagai “Pet” ini menyampaikan peringatan bahwa ada monster yang diam-diam menyelinap di Lucille, dan yang membuat Jam terkejut, monster tersebut ada di sekeliling sahabatnya, Redemption.

Meski takut, Jam terpaksa bergabung dengan Pet untuk berburu monster dan melindungi Redemption. Namun Jam tidak sepenuhnya percaya, karena keluarga Redemption dipenuhi oleh orang-orang baik yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri. Terlebih lagi, Jam tidak pernah hidup di dunia yang memiliki monster, karena ia dilahirkan di era setelah monster berhasil disingkirkan dari Lucille. Bagaimana ia bisa mengenali sosok monster, kalau ia tidak pernah tahu satupun monster sebelumnya?

Pet diklasifikasikan sebagai afrofuturism, yaitu literatur yang memiliki unsur futuristik atau science fiction, biasanya memiliki setting di masa depan, namun menggabungkan kisah futuristik tersebut dengan elemen Black history dan culture. Saya sendiri masih asing dengan genre ini, dan sengaja memilih Pet yang ditujukan lebih ke pembaca young adult, sehingga kisahnya masih termasuk mudah untuk diikuti.

Satu hal yang saya sadari saat membaca buku ini adalah karakter-karakternya yang sangat diverse, namun ditulis dengan sangat kasual tanpa membesar-besarkan masalah identitas tersebut. Kisah tentang Jam yang transgender dan didukung penuh oleh orang-orang di sekitarnya, lalu tentang orang tua Redemption yang digambarkan memiliki hubungan polyamory, dan salah satu orang tuanya adalah non-binary – semuanya merupakan hal biasa, yang menurut saya, memang sengaja dibuat seolah sesuatu yang normal di masa depan (yang ideal).

Hal lain yang menarik perhatian saya adalah betapa vague-nya konflik dalam buku ini. Monster tidak dijelaskan dengan detail sudah melakukan kejahatan apa, dan monster di keluarga Redemption pun hanya dijelaskan dengan subtle. Sementara itu setting yang sangat utopia juga membuat saya agak susah relate dengan karakter dan plot di buku ini. Saya tidak tahu apakah kebanyakan afrofuturim books memang gaya penceritaannya seperti ini, atau ini adalah ciri khas Akwaeke Emezi. Mungkin saya harus sampling beberapa buku afrofuturisme yang lain, yang ditujukan untuk pembaca dewasa. Overall, this is an interesting experience though.

Rating: 3.5/5

Recommended if you’d like to try: afrofuturism book, unusual plot, queer characters, mysterious creature from another world, intriguing black young adult book.

Submitted for:

Category: An Afrofuturist book

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other subscribers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • The Secret History
    The Secret History
  • Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro
    Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro
  • The Monogram Murders by Sophie Hannah
    The Monogram Murders by Sophie Hannah
  • Puddin' by Julie Murphy
    Puddin' by Julie Murphy

Recent Comments

Puddin’ by Jul… on Dumplin’ by Julie M…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…

Create a free website or blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...