• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2022
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: arts

The Amazing Adventures of Kavalier and Clay by Michael Chabon

02 Tuesday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

arts, bargain book!, english, family, fiction, historical fiction, modern classics, new york, popsugar RC 2021, secondhand books, world war

Judul: The Amazing Adventures of Kavalier and Clay

Penulis: Michael Chabon

Penerbit: Picador USA (2000)

Halaman: 639p

Beli di: The Last Bookstore, Los Angeles (USD 6, bargain!)

Joe Kavalier, seniman muda berbakat, keturunan Yahudi dan berasal dari Praha. Sejak kecil, Joe tertarik pada dunia magic, dan bahkan sempat dilatih oleh salah satu escape artist legendaris di Praha. Ketika Perang Dunia II mulai memanas di Praha, Joe diutus keluarganya untuk melarikan diri ke Amerika. Di New York, Joe bertemu dengan Sammy Clay, sepupunya yang tinggal di Brooklyn dan bercita-cita untuk merintis bisnis komik. Sam jago membuat konsep, tapi tidak bisa menghasilkan gambar yang artistik. Berdua, mereka pun berjuang untuk menggapai cita-cita yang tampak mustahil: menjadi komikus terkenal.

Dan di hari yang bersejarah, Sam dan Joe, dibantu oleh beberapa seniman New York, membuahkan the Escapist, tokoh superhero yang kemudian disusul dengan karakter lain seperti the Monitor dan Luna Moth, yang terinspirasi dari Rosa Saks, perempuan cantik yang memikat hati Joe.

Kisah dua anak Yahudi di tengah berkobarnya Perang Dunia II, yang berjuang di luar medan perang namun tidak kalah sengitnya berusaha mengenyahkan stereotyping yang kerap melekat pada orang Yahudi dan kaum pekerja seperti mereka, serta berusaha memperjuangkan hak mereka di tengah kesadisan dunia bisnis New York yang dipenuhi oleh orang-orang serakah. Ditambah lagi, Joe dan Sam memiliki baggage masing-masing. Joe dengan perasaan bersalahnya akibat ia berhasil lolos dari Praha, sementara ia tidak tahu nasib yang menimpa keluarganya. Sementara Sam bergumul dengan identitas orientasi seksualnya, di mana menjadi gay masih dipandang hina, dan belum bisa diterima secara terbuka.

Saya cukup menikmati buku yang digadang-gadang sebagai salah satu modern classics ini. Premisnya menarik, terutama yang menyangkut sejarah buku dan seni komik di Amerika, sebelum dan setelah Perang Dunia II, dan bagaimana komik turut berpengaruh dalam membentuk opini publik, misalnya tentang Hitler dan Nazi. Saya suka setting kota New York (of course!) yang terasa sangat hidup di sini, serta proses kelahiran the Escapist yang legendaris, yang berkaitan erat dengan pengalaman Joe melarikan diri dari Praha saat Hitler berkuasa.

Namun, sejujurnya saya merasa buku ini agak terlalu panjang. Beberapa bagian terasa bertele-tele dan membosankan, dan saya tidak begitu suka bagian terakhir buku ini, terutama saat kisah terlalu fokus pada Joe dan romansanya. Saya lebih suka dengan karakter Sammy karena digambarkan lebih real dan otentik, dan pergumulannya mencari identitas terasa lebih relatable dibandingkan kisah Joe, namun sayangnya tidak diberikan porsi yang sama banyaknya.

Chabon adalah penulis yang baik, dan meski ini adalah pengalaman pertama saya membaca karyanya, saya langsung merasakan auranya yang khas, terutama saat ia menulis tentang buku komik dan sejarahnya. Hanya saja, menurut saya Chabon kurang adil dalam membagi porsi kedua sepupu (yang padahal sama-sama ada di judul buku), dan saya kurang terkesan dengan kisah cinta Rosa dan Joe.

Anyway- a solid historical book, although not very remarkable.

Rating: 3.5/5

Recommended if you wan to read about: comic book history, different side of World War II, amazing NYC setting, cousins dynamic, magical escapism

Submitted for:

Category: A book from your TBR list you meant to read last year but didn’t

The Muse by Jessie Burton

14 Wednesday Apr 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

arts, europe, historical fiction, mystery, popsugar RC 2021, twist, war, women

Judul: The Muse

Penulis: Jessie Burton

Penerbit: Picador (2016)

Halaman: 445p

Beli di: Big Bad Wolf Tokopedia (IDR 70k)

London, Juli 1967

Odelle Bastien baru saja diterima bekerja di Skelton gallery, di bawah pengawasan bosnya yang cerdas namun penuh misteri, Marjorie Quick. Sebagai imigran dari Trinidad, Odelle bertekad akan membuktikan kemampuan dirinya bertahan di London, dan suatu saat nanti mempublikasikan novelnya. Suatu hari, sebuah lukisan misterius datang kepadanya melalui laki-laki yang baru ia kenal, Lawrie. Disinyalir, lukisan tersebut adalah salah satu lukisan Isaac Robles, pelukis Spanyol yang karya-karyanya termasuk langka, serta keburu menghilang sebelum namanya sempat mendunia. Yang membuat Odelle bingung adalah reaksi Marjorie terhadap lukisan tersebut, yang menggambarkan singa beserta dua orang perempuan. Ada hubungan apa antara Marjorie dan lukisan itu?

Spanyol, 1936

Keluarga Schloss baru pindah ke daerah pedesaan Spanyol, setelah insiden menyangkut sang Ibu, Sarah, mengharuskannya beristirahat dan menyepi. Anak mereka, Olive, memiliki ambisi yang ia sembunyikan dari kedua orang tuanya, terutama ayahnya yang adalah seorang art dealer. Kehidupan keluarga Schloss berubah total saat kakak beradik Teresa dan Isaac menjadi bagian dari kehidupan mereka di Spanyol, terutama menjelang pecahnya Civil War di negara tersebut.

Agak sulit menjabarkan plot buku ini tanpa memberikan spoiler yang cukup penting. The Muse (seperti juga buku Jessie Burton sebelumnya, The Miniaturist), menggabungkan kisah sejarah dan seni, mengukuhkan Jessie Burton sebagai salah satu penulis historical fiction yang selalu konsisten dengan tema-temanya. Saya sendiri lebih menyukai The Muse dibandingkan dengan The Miniaturist, karena kisahnya lebih menggigit dan penggambaran karakter-karakternya lebih menarik, meskipun endingnya tetap membuat emosi seperti The Miniaturist. Penuturan Burton termasuk enak diikuti, sehinggal timeline yang berganti-ganti antara tahun 1936 dan 1967 tidak terasa membingungkan.

Namun menurut saya, The Muse berusaha mengangkat terlalu banyak topik atau isu, sehingga agak keteteran di beberapa bagian. Beberapa isu dalam buku ini adalah tentang imigran, rasisme dan perjuangan minoritas seperti Odelle di tengah kerasnya London; sejarah Civil War di Spanyol; profesi seniman atau pelukis di era 1930-an yang masih amat didominasi oleh kaum laki-laki; serta sejarah lukisan itu sendiri. Kekuatan utama Burton adalah menyajikan kisahnya dengan cukup meyakinkan (saya sampai meng-Google Isaac Robles untuk melihat apakah ia adalah seorang pelukis nyata atau fiksi), namun kelemahannya adalah ingin mengangkat terlalu banyak topik, sehingga kadang kurang bisa menjaga pace cerita. Di awal, kisah terasa lambat karena begitu banyak hal yang ingin dibahas, tapi di bagian akhir, endingnya terasa agak “crammed” karena diburu-buru.

Saya sendiri lebih simpati dengan Odelle dibandingkan tokoh perempuan lainnya di buku yang lumayan kental nuansa feminisnya ini. Tapi porsi Odelle tidak sebanyak kisah keluarga Scholls dan Robles, sehingga saya merasa saya kurang diberi waktu untuk bisa lebih relate dengan Odelle.

Bagaimanapun, The Muse termasuk kisah fiksi sejarah yang cukup solid, terutama untuk para penggemar sejarah seni.

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: historical fiction, arts fiction, women inspired fiction, dual timeline

Submitted for:

A book about art or an artist

The Clockmaker’s Daughter by Kate Morton

01 Wednesday Jul 2020

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

arts, bargain, british, english, fiction, historical fiction, magical realism, mystery, popsugar RC 2020, romance, tragedy

Judul: The Clockmaker’s Daughter

Penulis: Kate Morton

Penerbit: Mantle (2018)

Halaman: 582p

Beli di: Kinokuniya Grand Indonesia (IDR 321k, disc 50%)

Kate Morton adalah salah satu penulis autobuy dan autoread versi saya, terutama di genre historical fiction. Hampir semua bukunya saya suka, sayang setahu saya belum ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Gaya Morton yang menggabungkan kisah misteri, sejarah keluarga, dengan setting gothic yang sangat atmospheric, mengingatkan saya akan buku karya Dianne Setterfield.

Dari premisnya, The Clockmaker’s Daughter sepertinya masih masuk ke dalam jajaran calon buku favorit saya. Kisahnya tentang tragedi misterius yang terjadi pada musim panas tahun 1862 di Birchwood Manor. Sekeolmpok muda-mudi, yang kebanyakan adalah seniman, dipimpin oleh pelukis berbakat Edward Radcliffe, menghabiskan musim panas di rumah tersebut sambil menyelesaikan karya masterpiece masing-masing. Namun rencana mereka terganggu oleh suatu kejadian menghebohkan: seorang perempuan tewas tertembak, seorang lagi menghilang, permata pusaka keluarga lenyap, dan karier Edward terancam hancur.

Seratus lima puluh tahun kemudian, seorang archivist di London, Elodie Winslow, menemukan sebuah tas berisi buku sketsa serta foto misterius yang menuntunnya ke Birchwood Manor. Apakah ia berhasil mengungkap misteri yang terjadi satu abad yang lalu? Dan mengapa Birchwood Manor terasa sangat familiar baginya?

Terus terang, saya tidak bisa menikmati buku ini seperti karya-karya Morton sebelumnya. Mungkin karena alurnya terlalu panjang dan terkesan terlalu berbelit-belit. Dari hampir 600 halaman buku ini, saya rasa sebenarnya Morton bisa memangkasnya hingga hampir separonya saja. Biasanya, Morton terasa sangat efektif menggunakan taji-nya, yaitu karakter yang semuanya penting, serta konsep alur waktu yang berselang-seling antara masa lalu dan masa kini, yang akan bertemu di tengah-tengah dan memberikan jawaban yang rapi dan memuaskan.

Namun di Clockmaker’s Daughter, Morton sepertinya ingin mencoba sesuatu yang lain. Ia menggabungkan sedikit unsur magical realisme, dengan menempatkan hantu sebagai salah satu naratornya, yang sebenarnya masih bisa dimaklumi, kalau saja tidak membuatnya jadi seolah kehilangan pegangan untuk menjaga alur kisah utamanya. Bermain-main dengan unsur baru malah membuat Morton seolah melupakan gaya penuturannya yang selalu ditunggu-tunggu oleh pembacanya.

Banyak karakter yang kurang penting ditampilkan di sini, kadang dieksplor dengan agak berlebihan padahal tidak memiliki peran yang penting, malah menjadi distraksi saja. Sementara karakter yang cukup penting justru hanya setengah-setengah saja dieksplorasi, membuat kita jadi agak sulit terhubung dan bersimpati dengan para karakter utamanya, termasuk Elodie dan sang narator hantu.

Mencoba gaya baru tentu adalah hak setiap penulis, apalagi jika tujuannya memang ingin mengembangkan karyanya, tentu harus didukung oleh penggemarnya. Namun saya menyayangkan Kate Morton yang meninggalkan gaya lamanya yang sudah amat dicintai oleh pembacanya, sehingga buku ini tidak se-memikat karya-karya sebelumnya yang membuat saya jatuh cinta pada tulisannya.

Submitted for:

Kategori: A book with more than 20 letters in its title.

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • Circe by Madeline Miller
    Circe by Madeline Miller
  • The Secret History
    The Secret History
  • Heartless by Marissa Meyer
    Heartless by Marissa Meyer
  • Lima Sekawan - The Series
    Lima Sekawan - The Series

Recent Comments

When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…
The Case of the Pecu… on The Case of the Left-Handed La…
astrid.lim on Lorong Waktu by Edward Pa…
nina on Lorong Waktu by Edward Pa…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...