• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2022
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: historical fiction

How Beautiful We Were by Imbolo Mbue

23 Wednesday Mar 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

africa, english, environment, fiction, historical fiction, popsugar RC 2022, race, social issues

Judul: How Beautiful We Were

Penulis: Imbolo Mbue

Penerbit: Random House Large Print Publishing (2021)

Halaman: 565p

Beli di: Periplus.com (IDR 192k)

How Beautiful We Were mengambil setting di Kosawa, sebuah desa fictional (namun sangat familiar) di Afrika. Penduduk Kosawa hidup di tengah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pabrik pengilangan minyak asal Amerika, yang mendapat izin dari pemerintah setempat untuk melakukan pengeboran dan pengolahan minyak tanpa memperhatikan sedikitpun kaidah lingkungan hidup.

Akibatnya, kebocoran pipa membuat tanah menjadi tandus, anak-anak meninggal satu per satu karena keracunan air, dan meski warga sudah berusaha memprotes pemerintah maupun pihak perusahaan, suara mereka seolah tidak berarti. Janji-janji yang selalu diberikan oleh berbagai pihak untuk melakukan pembersihan, perbaikan, dan pembaruan lingkungan – semua hanyalah janji palsu belaka. Situasi ini terjadi hingga puluhan tahun, sampai akhirnya Kosawa benar-benar berada di ambang kehancuran – warga yang tersisa tidak memiliki pilihan lain selain pergi meninggalkan tanah kelahiran mereka. Kecuali segelintir kecil kelompok yang ngotot ingin mempertahankan kampung halaman mereka, meski harapan semakin tipis.

Kisah ini adalah kisah yang sangat heartbreaking. Bukan saja karena memang temanya yang tragis, tapi juga karena hal ini benar-benar terjadi di berbagai belahan dunia, khususnya di daerah pedalaman Afrika (dan benua lain) yang kerap menjadi korban keserakahan negara maju. Kolonialisme mungkin sudah tidak ada secara resmi, namun apa yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing, dibantu oleh budaya korupsi pemerintah setempat, sama buruknya (bahkan lebih buruk, karena berkedok kebaikan) dengan penjajahan. Seringkali kejadian yang merugikan penduduk ditutupi oleh kedok kebaikan seperti memajukan ekonomi dan menyediakan lapangan kerja, yang padahal tidak sesuai dengan yang dijanjikan sebelumnya.

How Beautiful We Were diceritakan bergantian oleh beberapa narator dari beberapa generasi dalam keluarga yang sama. Masing-masing memiliki pandangan tersendiri terhadap tragedi yang menimpa desa mereka. Tokoh centralnya adalah Thula, anak perempuan cerdas yang mendapat kesempatan studi di Amerika dengan beasiswa, dan memiliki tekad kuat untuk membuat perubahan bagi Kosawa. Namun, sejauh apakah usaha Thula akan berhasil?

Mbue menulis kisah ini seperti kisah folklore yang diceritakan turun temurun. Bahkan ada bab yang menggunakan narator plural (the children), yaitu teman-teman Thula yang seolah menjadi satu kelompok narator tersendiri tanpa nama khusus.

Meski gaya bercerita buku ini terbilang unik, saya sendiri merasa agak bosan di beberapa bagian, terutama karena banyak bagian yang diulang-ulang, serta menggunakan gaya bahasa yang cukup monoton. Padahal, buku Mbue sebelumnya sangat bergaya dinamis, dengan plot yang cepat dan dialog yang lincah. Sementara di buku ini, Mbue menghindari dialog langsung dan bercerita seolah sedang membacakan dongeng pada pihak ketiga, yaitu pembaca. Semua kalimat tidak langsung tersebut kadang terasa amat panjang dan monoton, yang membuat saya agak kehilangan fokus terutama di bagian pertengahan buku.

Pada akhirnya, kisah perjuangan Thula menjadi agak antiklimaks, karena terlalu banyak disela oleh narasi panjang yang kadang timelinenya pun membingungkan, apakah di masa kini atau masa lalu.

Namun, How Beautiful We Were adalah buku yang penting, dan membuka salah satu dari segelintir isu krusial yang seringkali terlupakan di antara maraknya isu-isu besar dunia.

Submitted for:

Category: A book featuring a man-made disaster

The Final Revival of Opal & Nev by Dawnie Walton

11 Friday Mar 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

african american, black history month, e-book, english, fiction, historical fiction, music, popsugar RC 2022, race

Judul: The Final Revival of Opal & Nev

Penulis: Dawnie Walton

Penerbit: Ink (2021, Kindle Edition)

Halaman: 368p

Beli di: Amazon.com (USD 6.99)

New York City, 1970s – Neville Charles, musisi dari Inggris, mengadu nasib ke Amerika Serikat, ditemukan oleh produser dari suatu label musik independen, dan diberi tugas untuk mencari partner duet sebelum bisa menelurkan album. Setelah berkeliling, Nev terpikat pada Opal Jewell, perempuan kulit hitam asal Detroit, yang sebenarnya bukan penyanyi paling berbakat, namun memiliki X factor yang menurut Nev akan melengkapi penampilannya dengan sempurna.

Maka dimulailah perjalanan Nev dan Opal mengejar sukses di dunia musik, namun ternyata jalan tidak semulus yang mereka bayangkan. Meski mereka memiliki chemistry yang kuat, namun perbedaan latar belakang kadang menjadi sumber konflik di antara mereka. Sementara itu, Opal juga memperuncing konflik lewat affairnya dengan drummer band mereka, yang sudah menikah dan sedang menunggu kelahiran anaknya.

Kesuksesan yang tidak kunjung datang seperti yang mereka harapkan, membuat Opal dan Nev mulai desperate. Mereka memutuskan untuk ikut show yang diadakan oleh label mereka, yang berakhir dengan chaos dan kekacauan, yang ironisnya, malah membuat nama mereka dikenal di mana-mana.

40 years later – Opal dan Nev berencana untuk mengadakan reuni, namun puluhan tahun yang sudah memisahkan mereka menyimpan banyak cerita tersembunyi. Sunny Shelton, jurnalis kulit hitam yang ayahnya pernah menjalin affair dengan Opal, diminta Opal untuk meliput dan menulis memoir Opal dan Nev. Dan kompilasi interview serta tulisannya lah yang menjadi fondasi kisah buku ini.

Premis buku ini amat menarik, berkisah tentang dunia musik era 70an yang juga menyentuh isu ras dan politik, dibumbui oleh rahasia dan konflik yang juicy. Sedikit mengingatkan dengan buku Daisy Jones and the Six, kisah Opal & Nev juga ditulis dalam bentuk interview yang membuat buku ini terasa lebih otentik. Namun, sayangnya, beberapa bagian terasa amat panjang, dan banyak narasi dan karakter pelengkap yang benar-benar hanya numpang lewat, sehingga terkesan kalau interview ini benar-benar mentah dan seperti membaca artikel yang belum diedit.

Beberapa selingan yang diberi judul “Editor’s Note” juga agak merusak alur buku ini, yang terasa ingin memaksa memasukkan beberapa hal yang tidak bisa disampaikan melalui interview. Bagian ini ditulis dari sudut pandang Sunny, dan malah jadi memberikan kesan bias pada buku yang seharusnya ditulis oleh seorang jurnalis yang netral.

Dan meski saya mengerti dari mana buku ini berangkat, dan isu rasisme serta racial gap yang bahkan masih kental di era modern (tidak jauh berbeda dari tahun 70an), tapi menurut saya ada beberapa sudut pandang yang terasa diabaikan, termasuk sudut pandang Nev yang terbatas, dan karakternya yang terasa satu dimensi.

Saya berharap buku ini bisa ditulis dari sudut pandang Opal dan Nev, bukan Sunny, sehingga lebih terasa unsur personalnya dan pembaca bisa lebih dalam mengenal kedua karakter ini.

Rating: 3/5

Recommended if you like: music theme, unusual storytelling format, strong Black characters, New York City music industry, 1970s vibes

Submitted for:

A book about a band or musical group

Deacon King Kong by James McBride

17 Thursday Feb 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, award winning, e-book, english, fiction, historical fiction, new york, popsugar RC 2022, race

Judul: Deacon King Kong

Penulis: James McBride

Penerbit: Riverhead Books (2020, Kindle edition)

Halaman: 384p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

September 1969, Brooklyn, New York. Mafia Italia mulai tergusur, bisnis penyelundupan berganti dengan bisnis obat terlarang. Kawasan Brooklyn menjadi tempat bermukim orang kulit hitam dan Amerika Latin. Proyek pemerintah yang dicanangkan untuk tempat tinggal mereka malah menjadi ladang korupsi yang akhirnya menjadikan tempat tersebut surga transaksi narkoba.

Dan di tengah semua kekusutan tersebut, Sportcoat, yang dikenal sebagai Deacon King Kong (karena ia adalah salah seorang diaken di gerejanya, yang sekaligus penikmat berat minuman alkohol rumahan bernama King Kong), melakukan sesuatu yang akan memicu efek domino yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Ketika ia menembak salah seorang pengedar narkoba paling kejam di lingkungan mereka, semua orang menganggap Sportcoat akan mati. Entah karena pembalasan dendam geng narkoba, atau dikejar polisi, atau bahkan menjadi korban geng mafia Italia yang berkaitan erat dengan bisnis narkoba di Brooklyn.

Namun, Sportcoat masih terus dilindungi oleh Yang Kuasa – ia bahkan secara tidak sengaja berhasil mengenyahkan para penjahat yang mengincarnya, sekaligus membangun hubungan di antara komunitas yang tak terbayangkan sebelumnya.

Deacon King Kong adalah suatu kisah yang tidak mudah – rumit, sedikit lambat di bagian awal, namun sekalinya terpikat, kita akan terjerat di dalam lika-liku kehidupan Brooklyn di era 60an. Karakter-karakternya, meski memiliki nama panggilan yang aneh-aneh dan sulit diingat, lama kelamaan menjadi sosok-sosok yang memaksa kita untuk peduli kepada mereka. Dan setting Brooklyn -sebelum menjadi area hipster berdekade-dekade kemudian- ditulis dengan amat vivid, dan saya bisa merasakan atmosfernya dengan mudah.

Jalinan kisahnya yang terkesan rumit tidak ditulis dengan berbelit-belit, gaya bahasanya mudah diikuti, dengan penyelesaian yang memuaskan. James McBride adalah seorang maestro – dan saya heran, kenapa saya tidak pernah membaca buku-bukunya sebelumnya.

Rating: 4/5

Recommended if you like: complicated but engaging story, New York in the sixties, mafia vibes, dark humor

Submitted for:

An Anisfield-Wold Book Award winner

The Paris Library by Janet Skeslien Charles

28 Friday Jan 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

bargain book!, book about books, e-book, english, europe, fiction, historical fiction, library, paris, popsugar RC 2022, world war

Judul: The Paris Library

Penulis: Janet Skeslien Charles

Penerbit: Two Roads (Kindle edition, 2021)

Halaman: 358p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Odile Souchet bermimpi bisa bekerja di American Library di kota Paris, dan akhirnya, di tahun 1939, impiannya tercapai. Dikelilingi oleh buku-buku, kutu buku, rekan kerja yang serba unik, dan bahkan seorang polisi muda yang mencuri hatinya, hidup Odile tampak sempurna. Namun, sedikit yang ia tahu, kehidupannya akan berubah total, setelah Perang Dunia II mulai dan Jerman menguasai Prancis. Perpustakaan kesayangannya, bersama orang-orang yang dikasihinya, juga ikut terancam.

American Library di Paris

Fast forward ke tahun 1983, di kota kecil di Montana, seorang remaja perempuan kesepian bernama Lily, penasaran dengan sosok tetangganya yang hidup menyendiri. Odile, tetangganya tersebut, memiliki masa lalu misterius dan tak seorang pun tahu kisah sesungguhnya mengapa ia pindah dari Paris ke Montana. Lily bertekad mencari tahu, namun ia justru menemukan pribadi yang menyenangkan, yang membuatnya jatuh cinta pada buku, kota Paris dan bahasa Prancis.

The Paris Library memikat saya karena deskripsinya yang hidup tentang kota Paris di tahun 1930-40an, menjelang Perang Dunia II. Saya langsung merasa relate dengan Odile si kutu buku, yang cita-citanya bekerja di American Library, perpustakaan berbahasa Inggris terbesar di Paris saat itu. Karena penulis buku ini terinspirasi kisah nyata di mana perpustakaan ini berperan besar menyuplai buku-buku saat Prancis diduduki oleh Belanda, banyak karakter di Paris Library yang memang merupakan tokoh nyata, atau terinspirasi dari sejarah, sehingga membuat kisah ini semakin terasa hidup.

American Library di Paris, saat ini

Tapi, bagian kisah Montana, yang ditampilkan berselang-seling dengan kisah Odile di Paris, awalnya cukup terasa mengganggu. Menurut saya, sudut pandang Montana ini kurang pas dengan plot Perang Dunia, dan terasa seperti plot yang terpisah dari keseluruhan buku, terutama karena tone nya yang cukup berbeda. Lily untungnya adalah karakter yang mudah mengundang simpati, dan kisahnya tumbuh besar di kota kecil Montana, sambil mendengarkan kisah tentang Paris dan belajar Bahasa Prancis dengan Odile, lumayan menarik untuk diikuti. Namun transisi sampai saya merasa bisa relate dengan Lily dan menghubungkannya dengan kisah masa lalu Odile agak sulit buat saya.

Selain itu, rahasia masa lalu Odile yang membuatnya meninggalkan Paris dan perpustakaan yang dicintainya, bahkan memutus hubungan dengan orang-orang yang ia kasihi, agak terlalu dipaksakan menurut saya, dan tidak sesuai dengan karakter Odile sendiri.

Namun bagaimanapun, The Paris Library tetap merupakan historical fiction yang memikat, ditulis dengan baik, dan mengangkat kisah peran perpustakaan selama Perang Dunia, yang selama ini cukup jarang ditemui di buku sejenis. Oiya, Sylvia Beach dan Shakspeare and Co sempat disebut-sebut juga lho!

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: historic Paris, World War II from different angle, book about books, library!, dual timeline

Submitted for:

A book that features two languages

The Familiars by Stacey Halls

24 Monday Jan 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

british, english, fiction, gothic, historical fiction, paranormal, popsugar RC 2022, secondhand books, witch, women

Judul: The Familiars

Penulis: Stacey Halls

Penerbit: Zaffre (2019)

Halaman: 420p

Beli di: @therebutforthebooks (IDR 96k)

Fleetwood Shuttleworth adalah perempuan 17 tahun yang menikah dengan tuan tanah pemilik Gawthorpe Hall di Lanchashire. Keinginan utamanya adalah memberikan keturunan bagi suaminya, namun Fleetwood sudah tiga kali keguguran, dan ia mulai panik, apalagi saat menemukan sepucuk surat dari dokter yang menyatakan ia tidak akan survive bila hamil lagi.

Dan ketika Fleetwood menyadari ia kembali hamil, ia bertekad untuk bisa melahirkan bayinya dengan sukses, dan sekaligus bertahan hidup. Secara tidak sengaja, Fleetwood bertemu dengan Alice Gray, bidan muda yang akhirnya ia angkat sebagai bidan pribadinya. Namun latar belakang Alice yang misterius membuat Fleetwood penasaran, apalagi saat Alice dituduh terlibat dalam perkumpulan penyihir, yang sedang marak di Lancashire, dan ingin ditumpas habis oleh para penguasa setempat.

Bayinya adalah prioritas Fleetwood, dan ia melakukan segala cara untuk menyelamatkan Alice, yang artinya menyelamatkan ia dan bayinya juga, meski ia harus menempuh berbagai bahaya.

Kisah berlatar belakang penyihir di abad ke-17 selalu menarik. Apakah benar para penyihir itu ada, atau hanya sekumpulan perempuan yang memiliki keahlian khusus (obat-obatan, penyembuhan, dan bercocok tanam) yang membuat mereka dicurigai sebagai penyihir? Belum lagi, banyak motif politik yang kerap menjadi dasar penangkapan dan pengadilan penyihir, yang digunakan penguasa untuk mencari muka di hadapan pengikutnya.

The Familliars sendiri awalnya menjadi kisah yang cukup menjanjikan. Saya suka atmosfer Gawthorpe Hall dan desa di sekitarnya, juga penggambaran beberapa karakter di awal. Namun, semakin ke belakang, saya semakin tidak bersimpati dengan Fleetwood, yang menurut saya tidak pas menjadi karakter utama. Lemah, plin plan, dan banyak mengambil keputusan yang membuat saya ingin mengguncang-guncangnya. Fleetwood juga lumayan sering melakukan hal-hal yang sepertinya tidak mungkin (atau sulit) dilakukan perempuan sekelasnya di abad ke-17, seperti berkeliaran ke mana-mana naik kuda sendirian, bahkan di saat sedang hamil besar, atau mengobrol dengan tokoh-tokoh bangsawan seolah ia sepantar dengan mereka, padahal usianya masih muda dan ia adalah seorang perempuan.

Di satu sisi, saya suka spirit Fleetwood yang ingin membuktikan bahwa perempuan bukan makhluk lemah, dan keinginannya mendobrak stereotype tentang perempuan bangsawan rumahan. Namun, seringkali spirit ini tidak konsisten dibarengi dengan tindakan dan pengambilan keputusan yang sesuai, sehingga lama-lama saya jadi skeptis dengannya.

Saya rasa, kisah ini akan jauh lebih seru bila mengambil sudut pandang Alice, yang hidupnya lebih berwarna, dan sikap serta karakternya setidaknya lebih konsisten dengan apa yang ia perjuangkan. It’s actually a shame!

Oiya, saya juga tidak begitu suka ending kisahnya, karena sekali lagi menegaskan pendapat saya tentang karakter Fleetwood yang lemah, dan membaca endingnya sama sekali tidak memuaskan!

Rating: 3/5

You might like it if you like: historical England, witches story, atmospheric setting, some elements of surprise

Submitted for:

A book about witches

When the Stars Go Dark by Paula McLain

06 Thursday Jan 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, crime, e-book, english, fiction, historical fiction, mystery/thriller, popsugar RC 2022, thriller

Judul: When the Stars Go Dark

Penulis: Paula McLain

Penerbit: Ballantine Books (2021, Kindle edition)

Halaman: 384p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Saya pertama mengetahui karya Paula McLain saat membaca The Paris Wife, dan langsung nge-fans berat. She’s a good storyteller, yang mampu menggabungkan antara plot yang intricate, karakter yang terasa amat hidup, dan prosa yang menawan namun tidak berlebihan.

Ketika tahu ia menerbitkan buku baru, saya langsung penasaran ingin membacanya, tapi saya tidak menyangka kalau McLain terjun ke genre baru: thriller.

Ia masih menyelipkan unsur historical di sini, karena setting kisah buku ini adalah di tahun 1993 (betul, dekade 90-an kini sudah termasuk historical, hahaha). Tokoh utamanya, Anna Hart, adalah seorang detektif kepolisian di San Francisco dengan masa lalu kelam, yang sedang “dipaksa” break dari pekerjaannya akibat tragedi keluarga yang menimpanya.

Anna yang bingung dan putus asa akhirnya berlabuh di Mendocino, kota kecil di California Utara tempatnya tumbuh besar bersama keluarga angkatnya. Anna tidak pernah kembali ke kotanya sejak ia kuliah, dan Mendocino banyak meninggalkan kenangan sedih untuknya.

Namun, napak tilas Anna yang ia harapkan akan membantunya pulih dari traumanya, malah berkembang ke arah tak terduga, ketika Will, teman lama yang kini menjabat sebagai sheriff Mendocino, meminta bantuannya memecahkan kasus hilangnya seorang anak perempuan bernama Cameron. Anna yang memang seorang spesialis kasus anak hilang dan penculikan, tergerak membantu karena ia merasa hilangnya Cameron berhubungan erat dengan masa lalunya sendiri, baik sebelum ia tinggal di Mendocino maupun saat ia tumbuh besar di sana, dan berhubungan juga dengan berbagai misteri yang menyertai hidupnya.

Kesan pertama saya saat membaca buku ini, this book is very well written. Meski mencoba genre baru, McLain tetap setia dengan gaya penulisannya yang exquisite, beautiful, atmospheric, dan karakter-karakter yang kuat. Setiap bagian ditulis dengan hati-hati, setiap detail memiliki makna, dan McLain bahkan mengambil sebuah kasus nyata, penculikan Polly Klaas, yang heboh di California tahun itu, dan memasukkannya ke dalam plot dengan effortless.

Saya juga suka dengan karakter Anna, yang merupakan penyegaran dari karakter detektif laki-laki dengan masa lalu kelam. Selain itu, karena akhir-akhir ini saya kebanyakan membaca genre cozy mystery yang didominasi oleh detektif amatir, membaca thriller dengan karakter detektif yang solid terasa melegakan, karena saya dihadapkan pada prosedur yang jelas, penyelidikan yang runut, dan kondisi yang realistis.

Meski saya berhasil menebak pelakunya sebelum buku berakhir, menurut saya penyelesaian buku ini tetap terasa memuaskan, karena menguak tidak saja misteri menghilangnya Cameron, tapi juga masa lalu Anna.

It’s well crafted and well written, dan menggali lebih dalam tentang isu penculikan anak, child traficking, serta perkembangan internet yang mengubah dunia kepolisian dalam menyelidiki kasus orang hilang.

Rating: 4/5

Recommended if you like: well crafted thriller, atmospheric setting, dark and brooding characters

Submitted for:

Category: a book with a reflected image on the cover or “MIRROR” in the title

A Prayer for Owen Meany by John Irving

20 Monday Dec 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, bargain book!, coming of age, ebook, english, fiction, historical fiction, modern classics, popsugar RC 2021

Judul: A Prayer for Owen Meany

Penulis: John Irving

Penerbit: William Morrow (2012, Kindle Edition)

Halaman: 645p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Saya sudah sering mendengar nama John Irving yang melegenda, tapi belum pernah sekali pun membaca bukunya. Entah kenapa, buku-bukunya terasa mengintimidasi, termasuk Prayer for Owen Meany yang super tebal ini.

Kisahnya adalah tentang -siapa lagi?- Owen Meany, anak laki-laki dari kota kecil Gravesend, New Hampshire, yang tidak memiliki kehidupan bahagia di rumah, namun berhasil membawa aura yang charming dan unik kepada orang-orang sekitarnya.

Sahabat karib Owen, anak laki-laki pendiam yang menjadi narator buku ini (yang disebut-sebut menyerupai karakter John Irving di dunia nyata) amat menyayangi Owen, terutama karena Owen bertubuh pendek dan kerap menjadi korban bully di manapun ia berada. Namun, suatu hari, Owen tanpa sengaja terlibat dalam kecelakaan yang membunuh ibu sahabatnya.

Owen tidak percaya dengan kebetulan, ia percaya bahwa segala sesuatu adalah rancangan Tuhan. Dan ia pun percaya, perannya dalam “pembunuhan” tersebut menjadikannya sebagai instrumen/perpanjangan tangan Tuhan, yang akan memengaruhi kehidupannya dan orang-orang sekitarnya sejak hari naas itu.

Buku ini mengambil rentang waktu yang cukup panjang, sejak mulai tahun 50-an saat Owen masih anak-anak, hingga ia beranjak remaja dan dewasa, melalui Perang Vietnam, dan bahkan hingga memasuki era modern.

Owen yang dikaruniai penglihatan, mengetahui dengan pasti kapan dan bagaimana ia akan meninggal dunia, dan hal ini juga menjadi salah satu keyakinannya mengenai perannya sebagai instrumen yang Mahakuasa.

Membaca buku ini butuh kesabaran lumayan tinggi, karena begitu banyaknya momen yang dijabarkan secara detail, dan insiden-insiden kecil yang pernah disebut sepintas ternyata kadang memiliki peran besar di kemudian hari, membuat kita ingin membalik lagi halaman-halaman sebelumnya. Saya sendiri memiliki mixed feelings tentang buku ini. Di satu pihak, saya setuju bahwa John Irving adalah penulis yang passionate dan penuh dedikasi- karakter Owen adalah salah satu karakter paling memorable dari sastra modern. Namun di sisi lain, saya merasa beberapa bagian agak terlalu bertele-tele dan penuh pengulangan, dan meski banyak detail yang ternyata penting, banyak pula detail yang memang hanya sekadar detail.

Sosok Owen yang digambarkan sebagai pahlawan pun kadang menjengkelkan saya. Sahabatnya, si narator, seringkali menjadi korban Owen yang meski bertubuh kecil namun bersifat amat kolerik. Owen keras kepala, sok tahu, selalu merasa benar, dan memiliki iman terlalu kuat yang menyulitkan orang untuk berbicara padanya.

Tapi secara keseluruhan, pengalaman membaca tentang kehidupan Owen, lewat sahabatnya yang tenang dan plegmatis, cukup berkesan buat saya. Segala jenis emosi ada di buku ini, dan perasaan saya terhadap Owen bisa berubah-ubah dengan cepat (kadang simpati, kadang sebal). John Irving is indeed a good writer, and I’m glad I have at least read one of his books finally 🙂

Rating: 4/5

Recommended if you like: American epic, polarizing main characters, historical fiction rich in details, twisted, heartbreaking ending

Submitted for:

Category: A bestseller from the 1990s

The Case of the Peculiar Pink Fan by Nancy Springer

02 Thursday Dec 2021

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

british, english, fiction, historical fiction, middle grade, mystery, series, spinoff, young adult

Judul:The Case of the Peculiar Pink Fan (Enola Holmes #4)

Penulis: Nancy Springer

Penerbit: Puffin Books (2011)

Halaman: 183p

Beli di: Periplus (IDR 130k)

Enola is back! Di buku keempat ini, Enola kembali berjumpa dengan Lady Cecily, yang pernah ditolongnya dalam petualangan sebelumnya. Pertemuan yang tidak disengaja itu menyisakan pertanyaan untuk Enola, terutama karena Cecily dipaksa mengikuti dua orang perempuan, dan hanya bisa meninggalkan petunjuk berupa kipas berwarna pink.

Dari penelusuran kipas pink itu, Enola dihadapkan pada masalah yang lebih pelik dari yang ia duga: kawin paksa, keluarga aristokrat yang kejam, dan gawatnya, Sherlock yang sepertinya terlibat pula di dalam kasus ini. Enola terpaksa harus memilih, menyelamatkan Cecily dan bekerja sama dengan Sherlock, tapi terpaksa mengorbankan kebebasannya, atau membiarkan Lady Cecily jatuh ke dalam keluarga penjahat tersebut?

Buku keempat ini, meski ada beberapa bagian yang terlalu kebetulan, termasuk salah satu petualangan Enola yang paling seru menurut saya. Setiap buku Enola selalu mengangkat topik yang berhubungan dengan gender di era Victoria, dan di buku ini, isu utamanya adalah pernikahan paksa yang kerap dilakukan oleh keluarga bangsawan, baik untuk alasan keuangan, martabat, atau alasan lainnya.

Enola, dengan semangat feminismenya, tentu saja berapi-api berusaha menyelamatkan Cecily dari ancaman penjara rumah tangga, dan di sini saya semakin kagum saja dengan segala kecerdikan Enola. Plus, hubungannya yang semakin mendekat dengan Sherlock (meski belum berani untuk percaya penuh), juga menjadi daya tarik buku ini.

Can’t wait for the next books!

Rating: 4/5

Recommended if you like: Sherlock Holmes, Victorian detectives, girl power!, badass heroine

The Amazing Adventures of Kavalier and Clay by Michael Chabon

02 Tuesday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

arts, bargain book!, english, family, fiction, historical fiction, modern classics, new york, popsugar RC 2021, secondhand books, world war

Judul: The Amazing Adventures of Kavalier and Clay

Penulis: Michael Chabon

Penerbit: Picador USA (2000)

Halaman: 639p

Beli di: The Last Bookstore, Los Angeles (USD 6, bargain!)

Joe Kavalier, seniman muda berbakat, keturunan Yahudi dan berasal dari Praha. Sejak kecil, Joe tertarik pada dunia magic, dan bahkan sempat dilatih oleh salah satu escape artist legendaris di Praha. Ketika Perang Dunia II mulai memanas di Praha, Joe diutus keluarganya untuk melarikan diri ke Amerika. Di New York, Joe bertemu dengan Sammy Clay, sepupunya yang tinggal di Brooklyn dan bercita-cita untuk merintis bisnis komik. Sam jago membuat konsep, tapi tidak bisa menghasilkan gambar yang artistik. Berdua, mereka pun berjuang untuk menggapai cita-cita yang tampak mustahil: menjadi komikus terkenal.

Dan di hari yang bersejarah, Sam dan Joe, dibantu oleh beberapa seniman New York, membuahkan the Escapist, tokoh superhero yang kemudian disusul dengan karakter lain seperti the Monitor dan Luna Moth, yang terinspirasi dari Rosa Saks, perempuan cantik yang memikat hati Joe.

Kisah dua anak Yahudi di tengah berkobarnya Perang Dunia II, yang berjuang di luar medan perang namun tidak kalah sengitnya berusaha mengenyahkan stereotyping yang kerap melekat pada orang Yahudi dan kaum pekerja seperti mereka, serta berusaha memperjuangkan hak mereka di tengah kesadisan dunia bisnis New York yang dipenuhi oleh orang-orang serakah. Ditambah lagi, Joe dan Sam memiliki baggage masing-masing. Joe dengan perasaan bersalahnya akibat ia berhasil lolos dari Praha, sementara ia tidak tahu nasib yang menimpa keluarganya. Sementara Sam bergumul dengan identitas orientasi seksualnya, di mana menjadi gay masih dipandang hina, dan belum bisa diterima secara terbuka.

Saya cukup menikmati buku yang digadang-gadang sebagai salah satu modern classics ini. Premisnya menarik, terutama yang menyangkut sejarah buku dan seni komik di Amerika, sebelum dan setelah Perang Dunia II, dan bagaimana komik turut berpengaruh dalam membentuk opini publik, misalnya tentang Hitler dan Nazi. Saya suka setting kota New York (of course!) yang terasa sangat hidup di sini, serta proses kelahiran the Escapist yang legendaris, yang berkaitan erat dengan pengalaman Joe melarikan diri dari Praha saat Hitler berkuasa.

Namun, sejujurnya saya merasa buku ini agak terlalu panjang. Beberapa bagian terasa bertele-tele dan membosankan, dan saya tidak begitu suka bagian terakhir buku ini, terutama saat kisah terlalu fokus pada Joe dan romansanya. Saya lebih suka dengan karakter Sammy karena digambarkan lebih real dan otentik, dan pergumulannya mencari identitas terasa lebih relatable dibandingkan kisah Joe, namun sayangnya tidak diberikan porsi yang sama banyaknya.

Chabon adalah penulis yang baik, dan meski ini adalah pengalaman pertama saya membaca karyanya, saya langsung merasakan auranya yang khas, terutama saat ia menulis tentang buku komik dan sejarahnya. Hanya saja, menurut saya Chabon kurang adil dalam membagi porsi kedua sepupu (yang padahal sama-sama ada di judul buku), dan saya kurang terkesan dengan kisah cinta Rosa dan Joe.

Anyway- a solid historical book, although not very remarkable.

Rating: 3.5/5

Recommended if you wan to read about: comic book history, different side of World War II, amazing NYC setting, cousins dynamic, magical escapism

Submitted for:

Category: A book from your TBR list you meant to read last year but didn’t

The Case of the Bizarre Bouquets by Nancy Springer

14 Thursday Oct 2021

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

british, english, fiction, historical fiction, lovely heroine, middle grade, mystery, series, young adult

Judul: The Case of the Bizarre Bouquets (Enola Holmes Mystery #3)

Penulis: Nancy Springer

Penerbit: Puffin Books (2008)

Halaman: 170p

Beli di: Periplus BBFH (IDR 106k)

Dibandingkan kedua buku sebelumnya, buku ketiga petualangan Enola Holmes tidak semenggigit pendahulunya. Meski kali ini kasus yang dihadapi Enola cukup spesial karena melibatkan Dr. Watson, yang berarti mendekatkannya pada Sherlock.

Ketika Watson menghilang, Enola terpaksa memberanikan diri (tentu setelah menyamar!) mendekati Mary, istri Watson, dan membantunya menemukan Watson. Penyelidikan membawa Enola ke sosok tak berhidung, toko yang menjual alat-alat untuk menyamar, serta kiriman buket bunga aneh untuk Mary, yang merupakan simbol kematian!

Kasus ini tidak serumit kasus-kasus sebelumnya, dan unsur gregetnya lebih karena menghilangnya Watson meng-highlight hubungan Enola dengan abang-abangnya, terutama Sherlock. Pengembangan karakter Enola, kerinduannya untuk bergabung dengan Sherlock (namun menyadari hal tersebut tak mungkin karena akan mengancam kebebasannya), dan pertanyaan tak terjawab tentang mengapa ibunya meninggalkannya sendirian.

Salah satu favorit saya dari buku-buku Enola adalah setting kota London era 1800-an yang memang digambarkan dengan detail. Nancy Springer melakukan PR nya dengan baik, dan mampu mendeskripsikan setting tersebut dengan real dan authentic. Di buku ini, setting memegang peranan penting karena kita dibawa menyusuri kota London ke deretan toko yang menjual kostum dan alat menyamar sebagai bagian dari komunitas teater (dan tentu saja, detektif!).

Look forward to the Enola’s next adventure!

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: 1800s London, Sherlock cannons, women and feminims, clever mystery, badass girl character

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Lima Sekawan - The Series
    Lima Sekawan - The Series
  • Lethal White by Robert Galbraith
    Lethal White by Robert Galbraith
  • Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
    Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
  • The House in the Cerulean Sea by T.J. Klune
    The House in the Cerulean Sea by T.J. Klune
  • Abarat 2: Days of Magic, Nights of War by Clive Barker
    Abarat 2: Days of Magic, Nights of War by Clive Barker

Recent Comments

When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…
The Case of the Pecu… on The Case of the Left-Handed La…
astrid.lim on Lorong Waktu by Edward Pa…
nina on Lorong Waktu by Edward Pa…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...