• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2022
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: popsugar RC 2021

Insomniac City: New York, Oliver Sacks, and Me by Bill Hayes

21 Tuesday Dec 2021

Posted by astrid.lim in non fiction

≈ 1 Comment

Tags

english, inspirational, LGBT, memoir, new york, non fiction, popsugar RC 2021

Judul: Insomniac City: New York, Oliver Sacks, and Me

Penulis: Bill Hayes

Penerbit: Bloomsbury USA (2018)

Halaman: 304p

Beli di: @post_santa (IDR 250k)

Some people were born to write haunting, heartbreaking stories, based on their haunting, heartbreaking experience. And Bill Hayes is one of them.

Setelah partnernya selama belasan tahun meninggal dunia, Bill Hayes memutuskan untuk meninggalkan San Francisco, kota yang terlalu penuh kenangan, dan memulai lembaran baru di New York. Ia bertekad ingin menghilang di tengah keramaian New York, memuaskan jiwa insomnianya di kota yang tak pernah tidur.

Namun, destiny membawa kejutan baru dalam hidupnya, ketika ia tanpa disangka-sangka jatuh cinta kembali, kali ini dengan seorang penulis lain yang sama-sama memiliki hati lembut dan sensitif, Oliver Sacks. Sacks adalah pribadi yang sangat tertutup dan pemalu, sifat introvernya membuat ia memilih untuk tidak pernah jatuh cinta, hingga ia bertemu dengan Bill di usia 75 tahun.

Perlahan, Bill membawa kita masuk ke dalam hubungannya yang sangat endearing bersama O (nicknamenya untuk Oliver Sacks), melalui snippet percakapan sehari-hari yang sangat profounding (begitulah kalau dua penulis menjalin hubungan), potongan adegan yang sederhana namun memorable, serta beberapa foto yang menggambarkan hubungan mereka yang easy going.

Bagian paling menyentuh tentu saja saat Oliver didiagnosis kanker dan memutuskan untuk menikmati hari-hari terakhirnya di rumah, bukan berjuang bertahan hidup di rumah sakit. Keputusan ini juga yang mengubah hidup Bill, sekaligus membuatnya bersyukur bisa mendampingi Oliver sampai akhir.

Buku ini ditulis sebagai tribute dari Bill untuk Oliver dan New York, yang mengizinkannya membuka lembaran baru sekaligus membuka hatinya untuk mencintai kembali di tengah rasa terpuruk dan hari-hari yang gelap. Keseluruhan buku ini, meski berbicara tentang grief, namun menghadirkan perasaan yang hangat dan memberikan harapan. True, there are some very sad moments, but in the end we were reminded that love prevails.

Rating: 4/5

Recommended if you like: thought provoking memoirs, New York City!!, inspirational conversations

Submitted for:

Category: A book about do-overs or fresh starts

A Prayer for Owen Meany by John Irving

20 Monday Dec 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, bargain book!, coming of age, ebook, english, fiction, historical fiction, modern classics, popsugar RC 2021

Judul: A Prayer for Owen Meany

Penulis: John Irving

Penerbit: William Morrow (2012, Kindle Edition)

Halaman: 645p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Saya sudah sering mendengar nama John Irving yang melegenda, tapi belum pernah sekali pun membaca bukunya. Entah kenapa, buku-bukunya terasa mengintimidasi, termasuk Prayer for Owen Meany yang super tebal ini.

Kisahnya adalah tentang -siapa lagi?- Owen Meany, anak laki-laki dari kota kecil Gravesend, New Hampshire, yang tidak memiliki kehidupan bahagia di rumah, namun berhasil membawa aura yang charming dan unik kepada orang-orang sekitarnya.

Sahabat karib Owen, anak laki-laki pendiam yang menjadi narator buku ini (yang disebut-sebut menyerupai karakter John Irving di dunia nyata) amat menyayangi Owen, terutama karena Owen bertubuh pendek dan kerap menjadi korban bully di manapun ia berada. Namun, suatu hari, Owen tanpa sengaja terlibat dalam kecelakaan yang membunuh ibu sahabatnya.

Owen tidak percaya dengan kebetulan, ia percaya bahwa segala sesuatu adalah rancangan Tuhan. Dan ia pun percaya, perannya dalam “pembunuhan” tersebut menjadikannya sebagai instrumen/perpanjangan tangan Tuhan, yang akan memengaruhi kehidupannya dan orang-orang sekitarnya sejak hari naas itu.

Buku ini mengambil rentang waktu yang cukup panjang, sejak mulai tahun 50-an saat Owen masih anak-anak, hingga ia beranjak remaja dan dewasa, melalui Perang Vietnam, dan bahkan hingga memasuki era modern.

Owen yang dikaruniai penglihatan, mengetahui dengan pasti kapan dan bagaimana ia akan meninggal dunia, dan hal ini juga menjadi salah satu keyakinannya mengenai perannya sebagai instrumen yang Mahakuasa.

Membaca buku ini butuh kesabaran lumayan tinggi, karena begitu banyaknya momen yang dijabarkan secara detail, dan insiden-insiden kecil yang pernah disebut sepintas ternyata kadang memiliki peran besar di kemudian hari, membuat kita ingin membalik lagi halaman-halaman sebelumnya. Saya sendiri memiliki mixed feelings tentang buku ini. Di satu pihak, saya setuju bahwa John Irving adalah penulis yang passionate dan penuh dedikasi- karakter Owen adalah salah satu karakter paling memorable dari sastra modern. Namun di sisi lain, saya merasa beberapa bagian agak terlalu bertele-tele dan penuh pengulangan, dan meski banyak detail yang ternyata penting, banyak pula detail yang memang hanya sekadar detail.

Sosok Owen yang digambarkan sebagai pahlawan pun kadang menjengkelkan saya. Sahabatnya, si narator, seringkali menjadi korban Owen yang meski bertubuh kecil namun bersifat amat kolerik. Owen keras kepala, sok tahu, selalu merasa benar, dan memiliki iman terlalu kuat yang menyulitkan orang untuk berbicara padanya.

Tapi secara keseluruhan, pengalaman membaca tentang kehidupan Owen, lewat sahabatnya yang tenang dan plegmatis, cukup berkesan buat saya. Segala jenis emosi ada di buku ini, dan perasaan saya terhadap Owen bisa berubah-ubah dengan cepat (kadang simpati, kadang sebal). John Irving is indeed a good writer, and I’m glad I have at least read one of his books finally 🙂

Rating: 4/5

Recommended if you like: American epic, polarizing main characters, historical fiction rich in details, twisted, heartbreaking ending

Submitted for:

Category: A bestseller from the 1990s

Nothing to See Here by Kevin Wilson

15 Wednesday Dec 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, bargain book!, dysfunctional family, ebook, english, fantasy, fiction, magical realism, popsugar RC 2021

Judul: Nothing to See Here

Penulis: Kevin Wilson

Penerbit: Ecco (2019, Kindle Edition)

Halaman: 272p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99)

This was probably one of the most hilarious books I’ve read this year! Premisnya saja sudah agak nyeleneh: Lilian sudah cukup lama tidak berhubungan dengan teman masa kecilnya, Madison. Pasalnya, kehidupan mereka sangat berbeda. Lilian stuck di kota kecil tempat ia dibesarkan, dengan pekerjaan yang tidak ke mana-mana, dan hidup yang seolah tanpa tujuan. Sementara itu, Madison memiliki nasib yang amat berbeda. Menjadi public figure, dan menikahi senator yang digadang-gadang sebagai presiden masa depan Amerika.

Namun suatu hari, Madison menghubungi Lilian untuk meminta bantuan. Bantuannya super aneh, pula. Ternyata, suaminya sang senator, memiliki dua orang anak dari pernikahan sebelumnya. Yang disembunyikan selama ini adalah keunikan dua anak kembar tersebut: mereka bisa tiba-tiba terbakar kalau sedang stress. Ajaibnya, mereka tidak bisa melukai diri sendiri – tapi tentu saja kemampuan itu membuat mereka berbahaya bagi orang lain.

Dan Lilian, tanpa pengalaman mengasuh anak, apalagi yang bisa membakar diri, setuju untuk mengasuh kedua anak tersebut. Namun yang ia hadapi ternyata lebih dari sekadar anak-anak yang bisa terbakar, apalagi setelah si kembar berhasil mencuri hatinya.

Buku yang kelihatannya gila dan penuh chaos ini menyimpan tema yang sebenarnya cukup menyentuh: relationship, found family, being different. Tapi isu-isu serius tersebut dengan cerdas disembunyikan oleh Kevin Wilson ke dalam sebuah kisah yang kocak, kacau, dan punuh momen-momen ajaib.

Beberapa bagian terasa begitu absurd, tapi saya tidak begitu peduli, karena telanjur menikmati storytelling dan writing yang menunjukkan skills Wilson sebagai penulis andal. Karakter-karakternya aneh namun memorable, dan meski kisahnya benar-benar di luar nalar, namun entah kenapa bisa terasa relatable. I can say that this book lives up to its hype 🙂

Rating: 4/5

Recommended if you like: absurd story, witty dialogues, weird but memorable characters, original plot

Submitted for:

Category: A magical realism book

Sapiens: a Graphic History, Vol 1 by Yuval Noah Harari

13 Monday Dec 2021

Posted by astrid.lim in non fiction

≈ Leave a comment

Tags

comic/graphic novel, funny haha, non fiction, popsugar RC 2021, science, series

Judul: Sapiens: a Graphic History, Vol 1 (The Birth of Humankind)

Penulis: Yuval Noah Harari

Ilustrator: David Vandermeulen, Daniel Casanave

Penerbit: Harper Perennial (2020)

Halaman: 248p

Beli di: Periplus.com (IDR 377k)

Yuval Noah Harari mungkin adalah salah satu penulis yang paling berpengaruh dan banyak disebut namanya selama satu dekade ini. Karya-karyanya, yang menerjemahkan peristiwa “kelahiran” manusia, asal usul bumi dan evolusi, serta perkembangan hingga dunia modern, ke dalam bahasa sehari-hari, menjadi perbincangan berbagai kalangan, dari mulai scientist hingga masyarakat awam.

Saya sendiri belum pernah membaca buku-bukunya, karena memang belum merasa tertarik saja. Apalagi, sepertinya butuh waktu yang cukup lama untuk melahap jenis buku yang ditulis oleh Harari. Namun, saat versi graphic history-nya muncul, saya jadi tergugah. Saya termasuk jarang membaca graphic novel, apalagi graphic non-fiction seperti Sapiens ini.

Ternyata, I enjoyed it a lot! Buku ini adalah seri pertama dari Sapiens versi graphic, yang fokus pada sejarah munculnya manusia berdasarkan teori evolusi biologi hingga kita menjadi makhluk yang survive saat ini. Namun, selain teori evolusi, Harari juga fokus pada konteks sejarah, yang melatarbelakangi mengapa pada akhirnya Homo Sapienslah yang mnejadi the last man standing di planet bumi. Sisi sosial spesies manusia ini dikupas habis oleh Harari, termasuk kebutuhan manusia untuk bersosialisasi, kecenderungan untuk hidup saling bergantung, hingga perkembangan teknologi yang menjadikan kita menjadi makhluk dengan teknik berkomunikasi paling canggih seplanet Bumi.

Tidak hanya temanya yang menarik dan dikemas dalam bahasa sehari-hari, tapi jalan ceritanya pun dibuat menggelitik, dengan Harari sendiri sebagai salah satu karakternya, yang kerap didampingi oleh keponakannya dan bersama-sama mencari tahu jawaban akan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan. Humornya pas, dan ilustrasinya juga seru, dengan gaya dan warna yang mengingatkan saya akan komik-komik Eropa yang marak diterjemahkan di era 80-an (Smurf, Tintin, Steven Sterk, dan teman-temannya).

Overall, puas banget dengan buku ini, dan definitely saya akan melanjutkan ke volume ke-2. Meski agak mahal, menurut saya buku versi graphic ini sangat layak dikoleksi, dan bisa juga dibaca bersama dengan anak-anak. Oiya, kalau ingin yang versi terjemahan bahasa Indonesia, setahu saya sudah diterbitkan juga oleh Gramedia 🙂

Rating: 4/5

Recommended if you like: history, graphic novel, European style comic books, science topics with understandable vocabs, witty humor

Submitted for:

Category: A book in a different format than what you normally read (audiobooks, ebooks, graphic novels)

Ninth House by Leigh Bardugo

08 Wednesday Dec 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, campus life, dark academia, dark fantasy, english, fantasy, fiction, magical realism, popsugar RC 2021, series

Judul: Ninth House

Penulis: Leigh Bardugo

Penerbit: Flatiron Books (2019)

Halaman: 501p

Beli di: Periplus BBFH (IDR 90k)

Galaxy “Alex” Stern memiliki kemampuan melihat makhluk halus sejak ia kecil. Drop out dari sekolah dan pergaulan dengan pemakai narkoba membuat kehidupan Alex di Los Angeles jauh dari yang ia cita-citakan. Puncaknya adalah ketika ia menjadi satu-satunya penyintas dalam permbunuhan massal yang juga menewaskan sahabat terbaiknya.

Namun Alex mendapat kesempatan kedua saat ia direkrut oleh perkumpulan rahasia Yale. Kemampuan indera keenamnya menjadikan Alex aset berharga bagi perkumpulan tersebut, meski ia bukan murid jenius seperti rata-rata mahasiswa Yale. Tugas Alex adalah memonitor kegiatan delapan secret societes di Yale, yang masing-masing berpusat di bangunan tua yang diyakini memiliki portal terhadap dunia lain yang tidak kita kenal.

Ada yang menggunakan sihir terlarang, ada yang melihat masa depan melalui organ internal manusia, ada yang gosipnya bisa membangkitkan orang mati.. Alex sama sekali tidak membayangkan pekerjaannya akan berhadapan dengan begitu banyak kegilaan dan bahaya. Namun saat mentornya menghilang, dan kematian mulai terjadi, Alex menyadari pekerjaannya mungkin jauh lebih berbahaya dari yang ia kira.

Agak sulit masuk ke dalam Ninth House, karena buku langsung diawali dengan kejadian demi kejadian intens saat Alex sudah berada di tengah-tengah pekerjaannya mengawasi perkumpulan rahasia Yale dengan segala intriknya. Kita tidak diberi kesempatan untuk bernapas, berpikir, dan menyesuaikan diri dengan situasi Alex. Dan memang, cukup lama juga sampai saya bisa merasa kenal dan relate dengan Alex, saking ribetnya situasi yang ia alami di bagian awal sampai pertengahan buku.

Namun, setelah merasa cukup akrab dengan Alex, saya merasa lebih mudah masuk ke dunianya, dan langsung terjerat dalam Ninth House, dengan Yale yang digambarkan amat berbeda, dengan berbagai karakter dan misteri yang ada, dan tentu saja, Alex sendiri, yang memiliki masa lalu rumit dan kelam.

Ninth House adalah bagian pertama, appetizer yang cukup memuaskan dari serial ini- tidak sabar rasanya untuk masuk ke buku selanjutnya!

Rating: 4/5

Recommended if you like: dark academia, atmospheric setting, magic gone wrong, strong female character, complicated but juicy story

Submitted for:

Category: A dark academia book

Wonderland: An Anthology by Marie O’Regan and Paul Kane

12 Friday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

anthology, english, fantasy, fiction, popsugar RC 2021, retelling, science fiction, short stories

Judul: Wonderland: An Anthology

Editor: Marie O’Regan dan Paul Kane

Penerbit: Titan Books (2019)

Halaman: 384p

Beli di: Periplus BBFH (IDR90k)

Saya termasuk penggemar Alice in Wonderland. Saya menonton banyak versi adaptasi filmnya, dan membaca bukunya dari yang original sampai beberapa retelling. Makanya begitu mengetahui ada antologi yang terinspirasi dari kisah Alice, saya langsung bersemangat.

Namun ternyata, karena hampir semua penulis kisah antologi ini adalah penulis dengan genre fantasi atau sci-fi, maka rata-rata cerita pendek dalam Wonderland memiliki genre yang sejenis. Sayangnya, banyak dari kisah tersebut yang tidak terlalu berhubungan dengan Alice, atau memiliki hubungan tapi sangat tipis sehingga terkesan agak dipaksakan. Dan karena kebanyakan cerita bergenre fantasi atau sci-fi, rata-rata temanya memang agak terlalu outlandish untuk saya, yang mengharapkan kisah yang lebih realistis, atau fantasi dengan sentuhan realistic fiction.

Untungnya masih ada beberapa cerita yang menjadi favorit saya, salah satunya adalah “Smoke ‘Em if You Got ‘Em” (Angela Slatter), yang bergenre ala western, dengan Alice sebagai perempuan tangguh yang mengejar White Rabbit, penjahat kawakan, hingga ke ujung bumi. Saya juga suka “Six Impossible Things” (Mark Chadbourn) yang amat nostalgic, dan merupakan salah satu dari segelintir kisah dalam antologi ini yang masih amat setia dengan dunia original Wonderland. Sementara itu “The Hunting of the Jabberwock” (Jonathan Green), meski tidak spesifik bercerita tentang Alice atau teman-temannya, mengambil latar Wonderland yang berbeda, yang berfokus pada perburuan Jabberwocky, monster legendaris yang meneror semua orang. Namun, latar belakang sang monster menjadi kisah yang mengejutkan di sini.

Ada beberapa cerita yang menjadikan kisah Alice sama sekali out of the box, meski saya masih bisa merasakan aura Wonderlandnya. “The White Queen’s Pawn” (Genevieve Cogman) menggabungkan unsur politik, perang, militer, dan sedikit dystopia, dan membuat kita melihat Wonderland sebagai tempat yang sama sekali berbeda. A brave approach, but still acceptable. Namun ada beberapa cerita yang sama sekali bukan tentang Alice, hanya mengambil judul yang samar-samar berbau Wonderland, atau yang menjadikan Wonderland terlalu jauh dari inspirasi originalnya. Buat saya, kisah-kisah itu agak merusak aura keseluruhan buku.

Mudah-mudahan akan ada antologi lain yang mengambil latar Alice dan Wonderland, dengan pendekatan unik namun tetap setia pada kisah aslinya. Tidak mudah memang, tetapi tidak ada salahnya berharap, kan? 🙂

Rating: 3/5

Recommended if you like: Alice retelling, fantasy and science fiction stories, out of the box plots, intriguing settings

Submitted for:

Category: A book that has a heart, diamond, club, or spade on the cover

My Sister Lives on the Mantelpiece by Annabel Pitcher

10 Wednesday Nov 2021

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

british, dysfunctional family, english, fiction, grief, middle grade, popsugar RC 2021, realistic, religion, secondhand books, young adult

Judul: My Sister Lives on the Mantelpiece

Penulis: Annabel Pitcher

Penerbit: Little, Brown Books for Young Readers (2012)

Halaman: 214p

Beli di: Betterworldbooks.com (USD 6)

Rose memang sudah meninggal dunia, namun sepertinya kehadirannya tidak pernah meninggalkan rumah Jamie dan Jas. Malah, Rose seperti semakin nyata, karena bukan saja abunya menempati meja perapian dan bisa dilihat oleh semua orang, namun ayah mereka pun tetap menganggap Rose masih bersama mereka.

Untuk Jamie, yang masih terlalu muda saat Rose meninggal, Rose hanyalah semacam legenda dan mitos dalam hidupnya, sosok tak kelihatan yang memiliki peran penting dalam keluarga mereka. Sedangkan bagi Jas, saudara kembar Rose, kepergian Rose meninggalkan konflik hebat dalam dirinya, antara rasa kehilangan, namun juga kebencian karena kedua orang tuanya menganggap ia bukan sebagai Jas, namun sebagai kembaran Rose yang bertahan hidup.

Ketika ibu mereka memutuskan untuk pergi dari keluarga mereka, Jamie dan Jas harus hidup bersama ayah mereka yang masih dipenuhi kesedihan dan denial. Di tempat yang baru, mereka bertemu dengan teman baru, namun hal ini ternyata malah memicu kemarahan ayah mereka yang tidak suka dengan si teman baru. Apakah mungkin keluarga mereka akan utuh kembali dan menerima kenyataan kalau Rose sudah pergi?

My Sister Lives on the Mantelpiece merupakan buku middle grade/young adult dengan tema grieving. Meski topiknya serius, buku ini dipenuhi nuansa dark humor yang menggelitik, terutama karena naratornya adalah Jamie, anak laki-laki 10 tahun yang masih berusaha mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarganya, dalam kepolosan anak-anak yang menyegarkan namun tetap cerdas.

Buku ini juga bergumul dengan isu-isu yang tak kalah serius, seperti Islamophobia, perceraian, dan terorisme. Namun untungnya, tidak terjebak dalam narasi yang membuat overwhelming. Semuanya disampaikan dengan cukup sederhana, tapi tanpa oversimplified isu yang ada. Saya juga suka endingnya yang realistis, menyentuh namun tidak fairy tale. A recommended book for younger readers who have to deal with grief.

Rating: 4/5

Recommended if you want to read: British middle grade, book about grieving, honest-adorable narrator, serious issues with easier writing

Submitted for:

The book that’s been on your TBR list for the longest amount of time

Furiously Happy by Jenny Lawson

08 Monday Nov 2021

Posted by astrid.lim in non fiction

≈ 3 Comments

Tags

blog, english, funny haha, memoir, mental health, non fiction, popsugar RC 2021

Judul: Furiously Happy

Penulis: Jenny Lawson

Penerbit: Picador (2015)

Halaman: 256p

Beli di: Big Bad Wolf (IDR 60k)

Sejujurnya, saya ingin menyukai buku ini. Saya berusaha membuka pikiran saya selama membaca Furiously Happy, dan berjanji untuk tidak judgmental. Jenny Lawson, di kata pengantarnya, sudah mengingatkan pembaca: either this book is for you, or not.

Dan ternyata, this is not for me.

Mungkin karena saya tidak mengenal sosok Jenny Lawson sebelumnya, tidak pernah membaca bukunya, atau follow dia di media sosial manapun, maka saya merasa kurang relate dengannya.

Jenny yang memiliki multiple mental illness, termasuk depresi dan anxiety disorder, menceritakan tentang perjuangannya sehari-hari lewat kisah-kisah yang absurd dan dipenuhi unsur komedi. Karena ia memang terkenal sebagai penulis komedi, terutama melalui blognya (yang membuatnya terkenal dengan sebutan The Bloggess) – maka sepertinya itulah yang menjadi kekuatan utamanya dalam menulis, dan yang memang disukai oleh para pembacanya. Dan di sinilah saya merasa lost, karena memang saya tidak pernah membaca karyanya yang lain.

Gaya Jenny yang penuh hiperbola mungkin menjadi coping mechanism-nya dalam menghadapi pergumulannya melawan penyakit yang dideritanya. Bagaimana ia memiliki rakun yang diawetkan dan menjadi semacam maskotnya, bagaimana ia kerap melakukan hal-hal aneh bersama kucing-kucingnya, dan bagaimana ia membuat suaminya (yang digambarkan amat pengertian) geleng-geleng lebih dari sepuluh kali dalam sehari – itulah inti kisah buku ini.

Ada beberapa bagian yang menurut saya cukup bagus, terutama saat Jenny menulis chapters yang lebih raw dan jujur tentang mental illness serta physical illness yang dideritanya. Namun, karena pada dasarnya Jenny adalah seorang komedian, bagian yang menyentuh seperti ini bisa dihitung dengan jari, dan tertimbun di antara kisah-kisah lainnya yang sarkastik dan penuh bumbu humor yang self deprecating.

Dan meski awalnya ada beberapa cerita yang masih bisa membuat saya tersenyum, lama kelamaan saya merasa lelah sendiri. Saya kebanyakan tidak bisa menemukan kelucuan tulisannya, dan semua adegan terutama yang menyangkut perdebatannya dengan Victor, suaminya, terasa over the top. Dan beberapa topik, yang mungkin lebih cocok di thread Twitter atau postingan blog, terasa amat random di buku ini dan malah meninggalkan kesan yang amat messy.

Bagaimanapun, dari review yang saya baca, banyak yang menyukai gaya tulisan Jenny, dan komunitas aktivis dan penderita mental illness termasuk target audience yang loyal pada tulisan Jenny Lawson. So I guess she was right: either this book is for you, or not.

Rating: 2.5/5

You might like this if you want to read about: quirky, sarcastic humor; unique perspective of mental health; short chapters read like blog/tweets, self deprecating jokes

Submitted for:

A book by a blogger, vlogger, YouTube video creator, or other online personality

Home Fire by Kamila Shamsie

04 Thursday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

bargain book!, british, english, fiction, politics, popsugar RC 2021, religion, retelling, romance, women prize

Judul: Home Fire

Penulis: Kamila Shamsie

Penerbit: Bloomsbury Publishing (2018)

Halaman: 264p

Beli di: Books and Beyond (IDR 54k, bargain!)

Isma, Aneeka, dan Parvaiz adalah tiga bersaudara dari keluarga imigran Pakistan yang menetap di London. Setelah ibu mereka meninggal dunia, mereka hanya bergantung pada satu sama lain. Namun, ketiganya selalu dihantui sosok sang ayah, seorang jihadist yang meninggalkan keluarga mereka.

Ketakutan terbesar Isma adalah terpecahnya keluarga mereka, dan hal itu terjadi saat Parvaiz terseret masuk ke kelompok ISIS, tanpa benar-benar paham konsekuensi yang menantinya. Cerita semakin rumit saat Isma dan Aneeka dekat dengan anak Menteri Dalam Negeri Inggris, yang meski berlatar belakang Muslim, memiliki reputasi yang amat tegas terhadap Islam radikal, dan fokus memerangi terorisme.

Home Fire adalah buku yang penuh nuance – plotnya sendiri cukup sederhana, tapi berbagai detail kecil, kejadian yang saling berhubungan, serta relevansinya terhadap isu Islamophobia, radikalisme, terorisme, dan imigran, yang menjadi isu penting di Inggris serta Eropa, menjadikan buku ini kompleks dengan segala keruwetannya.

Kita diajak menyelami sudut pandang masing-masing karakter utama, dari mulai Isma yang mendapat beasiswa S3 ke Amerika, Aneeka yang cantik dan kembarannya, Parvaiz yang tidak puas dengan versi kisah sang ayah yang dicekoki media pada dirinya. Namun kita juga diajak melihat sudut pandang Karamat, Home Secretary yang mengingkari masa lalunya demi posisi politik, dan anaknya, Eamonn, yang memiliki hubungan rumit dengan ayahnya.

Plot yang intriguing ini sebenarnya diramu dengan cukup baik, namun embel-embel kisah romance yang digadang-gadang sebagai retelling kisah mitologi Yunani Antigone, malah menjadi distraksi buat saya. Ditambah dengan endingnya yang super dramatis, membuat saya menurunkan rating buku ini, dari empat bintang menjadi 3,5 bintang saja 🙂

Saya sendiri tidak familiar dengan kisah Antigone, jadi mungkin itu salah satu sebabnya bagian akhir buku ini terasa kurang relate dengan saya. Tapi menurut saya, buku ini masih bisa dibilang berhasil menyajikan isu penting dengan tidak bias, melalui karakter-karakter yang cukup believable.

Rating: 3.5/5

Recommended if you want to read about: relevant issues, Islam in Europe, multiple POVs, complicated characters

Submitted for:

Category: A book that has won the Women’s Prize for Fiction

The Amazing Adventures of Kavalier and Clay by Michael Chabon

02 Tuesday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

arts, bargain book!, english, family, fiction, historical fiction, modern classics, new york, popsugar RC 2021, secondhand books, world war

Judul: The Amazing Adventures of Kavalier and Clay

Penulis: Michael Chabon

Penerbit: Picador USA (2000)

Halaman: 639p

Beli di: The Last Bookstore, Los Angeles (USD 6, bargain!)

Joe Kavalier, seniman muda berbakat, keturunan Yahudi dan berasal dari Praha. Sejak kecil, Joe tertarik pada dunia magic, dan bahkan sempat dilatih oleh salah satu escape artist legendaris di Praha. Ketika Perang Dunia II mulai memanas di Praha, Joe diutus keluarganya untuk melarikan diri ke Amerika. Di New York, Joe bertemu dengan Sammy Clay, sepupunya yang tinggal di Brooklyn dan bercita-cita untuk merintis bisnis komik. Sam jago membuat konsep, tapi tidak bisa menghasilkan gambar yang artistik. Berdua, mereka pun berjuang untuk menggapai cita-cita yang tampak mustahil: menjadi komikus terkenal.

Dan di hari yang bersejarah, Sam dan Joe, dibantu oleh beberapa seniman New York, membuahkan the Escapist, tokoh superhero yang kemudian disusul dengan karakter lain seperti the Monitor dan Luna Moth, yang terinspirasi dari Rosa Saks, perempuan cantik yang memikat hati Joe.

Kisah dua anak Yahudi di tengah berkobarnya Perang Dunia II, yang berjuang di luar medan perang namun tidak kalah sengitnya berusaha mengenyahkan stereotyping yang kerap melekat pada orang Yahudi dan kaum pekerja seperti mereka, serta berusaha memperjuangkan hak mereka di tengah kesadisan dunia bisnis New York yang dipenuhi oleh orang-orang serakah. Ditambah lagi, Joe dan Sam memiliki baggage masing-masing. Joe dengan perasaan bersalahnya akibat ia berhasil lolos dari Praha, sementara ia tidak tahu nasib yang menimpa keluarganya. Sementara Sam bergumul dengan identitas orientasi seksualnya, di mana menjadi gay masih dipandang hina, dan belum bisa diterima secara terbuka.

Saya cukup menikmati buku yang digadang-gadang sebagai salah satu modern classics ini. Premisnya menarik, terutama yang menyangkut sejarah buku dan seni komik di Amerika, sebelum dan setelah Perang Dunia II, dan bagaimana komik turut berpengaruh dalam membentuk opini publik, misalnya tentang Hitler dan Nazi. Saya suka setting kota New York (of course!) yang terasa sangat hidup di sini, serta proses kelahiran the Escapist yang legendaris, yang berkaitan erat dengan pengalaman Joe melarikan diri dari Praha saat Hitler berkuasa.

Namun, sejujurnya saya merasa buku ini agak terlalu panjang. Beberapa bagian terasa bertele-tele dan membosankan, dan saya tidak begitu suka bagian terakhir buku ini, terutama saat kisah terlalu fokus pada Joe dan romansanya. Saya lebih suka dengan karakter Sammy karena digambarkan lebih real dan otentik, dan pergumulannya mencari identitas terasa lebih relatable dibandingkan kisah Joe, namun sayangnya tidak diberikan porsi yang sama banyaknya.

Chabon adalah penulis yang baik, dan meski ini adalah pengalaman pertama saya membaca karyanya, saya langsung merasakan auranya yang khas, terutama saat ia menulis tentang buku komik dan sejarahnya. Hanya saja, menurut saya Chabon kurang adil dalam membagi porsi kedua sepupu (yang padahal sama-sama ada di judul buku), dan saya kurang terkesan dengan kisah cinta Rosa dan Joe.

Anyway- a solid historical book, although not very remarkable.

Rating: 3.5/5

Recommended if you wan to read about: comic book history, different side of World War II, amazing NYC setting, cousins dynamic, magical escapism

Submitted for:

Category: A book from your TBR list you meant to read last year but didn’t
← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Lima Sekawan - The Series
    Lima Sekawan - The Series
  • Lethal White by Robert Galbraith
    Lethal White by Robert Galbraith
  • Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
    Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
  • The House in the Cerulean Sea by T.J. Klune
    The House in the Cerulean Sea by T.J. Klune
  • Abarat 2: Days of Magic, Nights of War by Clive Barker
    Abarat 2: Days of Magic, Nights of War by Clive Barker

Recent Comments

When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…
The Case of the Pecu… on The Case of the Left-Handed La…
astrid.lim on Lorong Waktu by Edward Pa…
nina on Lorong Waktu by Edward Pa…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...