• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2023
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • Popsugar Reading Challenge 2022
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: europe

The Paris Library by Janet Skeslien Charles

28 Friday Jan 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

bargain book!, book about books, e-book, english, europe, fiction, historical fiction, library, paris, popsugar RC 2022, world war

Judul: The Paris Library

Penulis: Janet Skeslien Charles

Penerbit: Two Roads (Kindle edition, 2021)

Halaman: 358p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Odile Souchet bermimpi bisa bekerja di American Library di kota Paris, dan akhirnya, di tahun 1939, impiannya tercapai. Dikelilingi oleh buku-buku, kutu buku, rekan kerja yang serba unik, dan bahkan seorang polisi muda yang mencuri hatinya, hidup Odile tampak sempurna. Namun, sedikit yang ia tahu, kehidupannya akan berubah total, setelah Perang Dunia II mulai dan Jerman menguasai Prancis. Perpustakaan kesayangannya, bersama orang-orang yang dikasihinya, juga ikut terancam.

American Library di Paris

Fast forward ke tahun 1983, di kota kecil di Montana, seorang remaja perempuan kesepian bernama Lily, penasaran dengan sosok tetangganya yang hidup menyendiri. Odile, tetangganya tersebut, memiliki masa lalu misterius dan tak seorang pun tahu kisah sesungguhnya mengapa ia pindah dari Paris ke Montana. Lily bertekad mencari tahu, namun ia justru menemukan pribadi yang menyenangkan, yang membuatnya jatuh cinta pada buku, kota Paris dan bahasa Prancis.

The Paris Library memikat saya karena deskripsinya yang hidup tentang kota Paris di tahun 1930-40an, menjelang Perang Dunia II. Saya langsung merasa relate dengan Odile si kutu buku, yang cita-citanya bekerja di American Library, perpustakaan berbahasa Inggris terbesar di Paris saat itu. Karena penulis buku ini terinspirasi kisah nyata di mana perpustakaan ini berperan besar menyuplai buku-buku saat Prancis diduduki oleh Belanda, banyak karakter di Paris Library yang memang merupakan tokoh nyata, atau terinspirasi dari sejarah, sehingga membuat kisah ini semakin terasa hidup.

American Library di Paris, saat ini

Tapi, bagian kisah Montana, yang ditampilkan berselang-seling dengan kisah Odile di Paris, awalnya cukup terasa mengganggu. Menurut saya, sudut pandang Montana ini kurang pas dengan plot Perang Dunia, dan terasa seperti plot yang terpisah dari keseluruhan buku, terutama karena tone nya yang cukup berbeda. Lily untungnya adalah karakter yang mudah mengundang simpati, dan kisahnya tumbuh besar di kota kecil Montana, sambil mendengarkan kisah tentang Paris dan belajar Bahasa Prancis dengan Odile, lumayan menarik untuk diikuti. Namun transisi sampai saya merasa bisa relate dengan Lily dan menghubungkannya dengan kisah masa lalu Odile agak sulit buat saya.

Selain itu, rahasia masa lalu Odile yang membuatnya meninggalkan Paris dan perpustakaan yang dicintainya, bahkan memutus hubungan dengan orang-orang yang ia kasihi, agak terlalu dipaksakan menurut saya, dan tidak sesuai dengan karakter Odile sendiri.

Namun bagaimanapun, The Paris Library tetap merupakan historical fiction yang memikat, ditulis dengan baik, dan mengangkat kisah peran perpustakaan selama Perang Dunia, yang selama ini cukup jarang ditemui di buku sejenis. Oiya, Sylvia Beach dan Shakspeare and Co sempat disebut-sebut juga lho!

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: historic Paris, World War II from different angle, book about books, library!, dual timeline

Submitted for:

A book that features two languages

Les Misérables by Victor Hugo

23 Monday Aug 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

bargain book!, classics, english, europe, fiction, historical fiction, popsugar RC 2021, translated. french, translation, war

Judul: Les Misérables

Penulis: Victor Hugo

Penerjemah: Julie Rose

Penerbit: Modern Library (2009, first published 1862)

Halaman: 1329p

Beli di: Books and Beyond (IDR 130k, bargain!)

Sejujurnya, saya bingung bagaimana mereview buku legendaris setebal lebih dari 1000 halaman ini. Where should I start?

Mungkin, yang paling mudah dan masuk akal adalah membuat summary singkat setiap volume, kemudian menyampaikan kesan-kesan saya secara keseluruhan di bagian akhir review ini 🙂 I hope that’s okay.

Les Misérables terdiri dari lima bagian atau volume, yang masing-masing dipecah lagi menjadi beberapa “buku” yang terdiri dari beberapa “chapter”. Tak heran buku ini begitu panjang, karena mencakup perjalanan sejarah Prancis dalam rentang waktu yang cukup lama, dan diisi oleh amat banyak karakter, baik yang hanya muncul sepintas lalu, atau yang memang menjadi tokoh utama dalam cerita tragedi ini.

PART ONE: FANTINE

Di bagian pertama buku ini, kita diajak menemui beberapa karakter yang nantinya akan menjadi tokoh-tokoh utama dalam Les Misérables. Ada Jean Valjean, mantan napi yang meski sudah keluar dari penjara, namun masa lalunya tetap membuatnya susah diterima oleh lingkungannya, sehingga ia harus mengkhianati identitasnya sendiri. Ada Fantine, perempuan yang sangat ingin membahagiakan anaknya, namun berbagai keputusan buruk yang ia buat malah menjauhkannya dan anaknya dari kebahagiaan. Dan ada Javert, polisi yang akan menjadi nemesis Jean Valjean.

PART TWO: COSETTE

Kali ini kita beralih ke Cosette, setelah bertahun-tahun hidup menderita, akhirnya dipertemukan dengan Jean Valjean, dan mereka berusaha bertahan hidup sebagai keluarga, meski Javert tetap mengejar Jean Valjean akibat masa lalunya yang suram.

PART THREE: MARIUS

Cosette tumbuh menjadi gadis cantik, yang memikat hati seorang pemuda bernama Marius. Namun, Marius dalam keadaan galau, antara mengikuti jejak ayahnya, pendukung Republik, atau tetap setia dengan kakek yang mengurusnya dari kecil, yang merupakan bagian dari kaum elite. Marius pun bertemu dengan sekelompok pemuda yang sedanng berkobar-kobar ingin melancarkan revolusi terhadap pemerintah Prancis saat itu.

PART FOUR: THE IDYLL OF THE RUE PLUMET AND THE EPIC OF THE RUE SAINT-DENIS

Di tengah kisah cinta Marius dan Cosette yang penuh drama, termasuk tentangan dari Jean Valjean (yang tidak rela kehilangan Cosette), Marius ikut serta dalam demonstrasi yang digagas teman-temannya. Klimaks yang terjadi kemudian melibatkan juga Jean Valjean serta Javert, yang berada di tengah situasi penuh bahaya tersebut.

PART FIVE: JEAN VALJEAN

Bagaimanakah Jean Valjean akan mengakhiri kisahnya? Apakah dengan kejujuran, penerimaan terhadap identitasnya, meski itu artinya ia akan kehilangan Cosette, satu-satunya orang paling berarti di hidupnya? Dan bagaimanakah akhir perseteruan Jean Valjean dengan Javert?

Les Misérablesadalah sebuah buku tentang identitas, penerimaan pada masa lalu, kejujuran, dan cinta. Sejauh mana kita akan berkorban demi membahagiakan orang-orang yang kita cintai?

Tema yang (sebetulnya) sederhana ini, dibuat rumit oleh Victor Hugo karena kecenderungannya untuk menulis dengan panjang lebar, terutama untuk hal-hal yang menjadi passionnya. Misalnya, di Part One, ada satu bagian yang amat panjang, yang bercerita tentang Bishop Bienvenu, yang tidak akan muncul lagi di sepanjang buku, tapi karena memiliki peran cukup penting dalam turning point Jean Valjean, maka kisah sang Bishop ditulis dengan amat detail, hingga ke masa lalu dan latar belakangnya yang panjang.

Contoh lain adalah di Part Two, saat Hugo menuliskan kisah perang Waterloo secara amat mendetail, mulai dari suasana hingga beberapa tokoh yang berperan penting, padahal Waterloo sendiri hanya memiliki keterkaitan amat kecil dengan kisah Les Misérables.

Saya pernah mendengar pendapat orang yang bilang kalau membaca Les Misérables itu ibarat membaca kisah hidup Jean Valjean, yang diselingi dengan banyak sekali sejarah random Prancis. And I can’t agree more, lol!

Satu hal yang saya sadari dari membaca Les Misérables adalah betapa sedikitnya sejarah Prancis yang saya ketahui selama ini. Saya tidak aware kalau Prancis mengalami banyak sekali revolusi dan demonstrasi, baik besar dan kecil, sehingga sering berganti bentuk pemerintahan dengan amat cepat. Selama ini saya hanya tahu peristiwa Louis XVI, juga Revolusi Bastille, yang memang sering diangkat ke buku atau layar lebar. Les Misérables menawarkan banyak sudut pandang dan fakta baru, yang memang seringkali membingungkan akibat minimnya pengetahuan saya tentang sejarah Prancis, namun pada akhirnya malah jadi membuka mata saya tentang sejarah negara tersebut.

Saya sendiri belum pernah menonton versi musikal Les Misérables, baik yang dipentaskan di teater maupun yang diangkat ke layar lebar, sehingga tidak bisa membandingkan dengan bukunya. Namun, jujur saja, selama seminggu lebih saya berkutat dengan buku ini, saya beberapa kali ingin menyerah saja, terutama ketika bertemu dengan narasi sejarah yang panjang, detail, dan alot, dan tidak jelas hubungannya dengan keseluruhan kisah. Apalagi, Les Misérables memiliki banyak sekali footnotes, baik yang berhubungan dengan fakta sejarah maupun terjemahan dalam bahasa Inggris, yang memang sebaiknya dibaca juga kalau ingin lebih mengerti konteks kisah tersebut.

Pada akhirnya, saya bersyukur berhasil menyelesaikan buku ini, yang – eventhough indeed a monster- terasa epik, menakjubkan, dan menyajikan salah satu pengalaman membaca luar biasa yang sudah jarang saya temui dari buku fiksi kontemporer.

Sekarang, tinggal menonton filmnya, untuk melihat whether they do this book justice? 😀

Rating: 4/5

Recommended if you like: history, French, epic drama, brick books, everlasting classics

Submitted for:

Category: The longest book (by pages) on your TBR list

Shakespeare and Company by Sylvia Beach

10 Tuesday Aug 2021

Posted by astrid.lim in non fiction

≈ Leave a comment

Tags

autobiography, book about books, bookstores, english, europe, history, memoir, non ficttion

Judul: Shakespeare and Company

Penulis: Sylvia Beach

Penerbit: Bison Book (New Edition, 1991)

Halaman: 230p

Beli di: shakespeareandcompany.com (23 Euro)

Salah satu obsesi saya adalah mengunjungi toko buku legendaris di berbagai belahan dunia. Dan yang sampai sekarang masih menjadi bucket list adalah Shakespeare and Company yang terletak di kota Paris. Meski beruntung sudah pernah menginjakkan kaki di Paris, entah kenapa nasib belum membawa saya berkunjung ke toko buku bersejarah ini.

Saat Shakespeare and Co. kemarin sempat terancam tutup di tengah pandemi Covid-19, saya bersama beberapa teman memutuskan untuk berbelanja online di toko tersebut, sebagai bentuk dukungan kami terhadap toko buku independen yang memang banyak mengalami kesulitan terutama di masa pandemi. Dan salah satu buku yang menarik perhatian saya tentu saja Shakespeare and Company, memoir Sylvia Beach sang pendiri original toko buku ini sejak tahun 1919.

Dalam memoir yang ditulis dengan gaya jurnal ini, Sylvia Beach bercerita tentang asal muasal Shakespeare and Company, bagaimana seorang perempuan Amerika berhasil membuka toko buku pertama yang berbahasa Inggris di Paris, di era setelah Perang Dunia I. Sylvia yang memang pencinta budaya, literatur, dan seni, sudah bercita-cita ingin memiliki toko buku sendiri, dan ketika impiannya untuk membuka cabang toko buku Prancis di New York kandas, ia banting setir dan malah membuka toko buku berbahasa Inggris di Paris.

Ternyata, Shakespeare and Company malah sukses besar. Bukan hanya menjadi toko buku pionir yang menjual buku bahasa Inggris di tengah kota yang amat kental nuansa Prancisnya, namun Shakespeare and Co. juga menjadi tempat berkumpul para penulis yang nantinya akan menjadi penulis legendaris seperti Ernest Hemingway, Scott Fitzgerald, dan D.H Lawrence. Belum lagi hubungan dekat Sylvia dengan James Joyce, dan dari buku ini saya juga baru tahu kalau Shakespeare and Company pernah berperan sebagai penerbit Ulysess karena tidak ada penerbit yang mau menerbitkan novel tersebut.

Meski kadang seringkali rambling, dengan gaya bahasa santai namun sering tidak jelas urut-urutan timelinenya, saya tetap merasa bisa menikmati memoir Sylvia Beach ini. Beach bercerita dengan apa adanya tentang tantangannya mengelola toko buku, termasuk dari sisi bisnis, politik, dan sosial. Ia kehilangan teman, mendapatkan teman baru, dan bahkan pasangan hidup (Beach adalah salah satu pionir LGBT di era nya), karena Shakespeare and Company.

Hal lain yang juga saya suka dari buku ini adalah penggambaran kota Paris yang terasa dekat. Sylvia Beach mampu mendeskripsikan dengan detail, namun tidak membosankan, suasana Paris, baik di sekitar Shakespeare and Co maupun di daerah lain yang tak kalah cantik. Selain itu, beberapa foto yang tampil di memoir ini juga memperkuat kesan yang diperoleh, karena kita bisa dengan mudah membayangkan suasana toko buku maupun daerah sekitarnya, lengkap dengan tokoh-tokoh yang diceritakan Beach dalam buku ini. Penggambaran kesannya terhadap karakter-karakter yang ditemuinya sepanjang berkarier sebagai pemilik toko buku juga terasa hangat, apa adanya, dan penuh dengan anekdot yang membuat saya mendapatkan fakta-fakta baru tentang para penulis maupun tokoh dunia sastra lainnya.

Overall, this is a nice memoir. Yang pasti, setelah membaca buku ini, jangan kaget kalau langsung craving for some traveling to Paris!

Note: Shakespeare and Co. ditutup tahun 1941, saat Nazi mulai menguasai Prancis, dan tidak pernah dibuka kembali. Shakespeare and Co. versi saat ini didirikan tahun 1951 oleh George Whitman, dan dinamai sama dengan toko Sylvia Beach sebagai tribut terhadap toko buku dan pendirinya yang legendaris tersebut. Sylvia Whitman, anak perempuan George, mengambil alih toko buku Shakespeare and Co. di tahun 2006 hingga sekarang, dan semoga, toko ini tak akan pernah tutup 🙂

The original Shakespeare and Company
Shakespeare and Company masa kini

Rating: 4/5

Recommended if you like: Paris!, books about books and bookstores, history of literature, unusual name dropping, journal slash memoir

Submitted for:

Category: A book where the main character works at your current or dream job

Sophie’s World by Joestein Gaarder

30 Wednesday Jun 2021

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

english, europe, fiction, norway, philosophical, popsugar RC 2021, reference

Judul: Sophie’s World

Penulis: Jostein Gaarder

Penerbit: W&N Paperback (2015, 20th anniversary edition)

Halaman: 444p

Beli di: Book Depository (IDR 120k)

Menjelang ulang tahunnya yang ke-15, Sophie mulai menerima surat dan paket misterius, berisi pertanyaan tentang misteri kehidupan, dan perkenalan akan filosofi. Tanpa tahu siapa pengirim bingkisan misterius tersebut, Sophie tenggelam dalam dunia filosofi yang menuntunnya untuk berpikir lebih dalam tentang makna hidup: siapa dia sebenarnya? Dari mana dia berasal? Apa tujuan hidupnya?

Di sela-sela pelajaran tentang filosofi, dari mulai Socrates dan Plato di Yunani, sampai tumbuhnya kepercayaan Kristen, serta peralihan masa Renaissance ke Baroque, Sophie juga kerap menerima postcard yang ditujukan kepada anak perempuan lain. Anehnya, anak perempuan itu berulang tahun di tanggal yang sama dengan Sophie, dan memiliki Ayah yang bekerja di perantauan. Apa hubungan anak perempuan itu dengan Sophie? Dan mengapa Sophie seolah sudah mengenal anak tersebut?

Saya membaca Sophie’s World untuk Popsugar Reading Challenge kategori DNF (Did Not Finish) book from TBR. Saya ingat, dulu saya mencoba membaca buku Sophie’s World di usia awal kuliah, saat sedang senang-senangnya dengan Jostein Gaarder. Tapi dibanding buku-buku Gaarder yang lain, yang kental nuansa misteri berbalut filosofis, Sophie’s terasa amat dry menurut saya, makanya saya tidak menyelesaikan buku ini.

Kali ini, saya mencoba lagi, kali ini berusaha menguatkan diri karena saya sudah lebih banyak membaca buku non-fiksi, dan menganggap Sophie’s mirip dengan buku non-fiksi. Tapi ternyata, meski saya lebih menghargai buku ini, tetap saja ada beberapa bagian yang menurut saya agak membosankan XD

Sophie’s World adalah semacam textbook tentang teori filosofi untuk pemula, yang lebih ditujukan untuk pembaca usia muda yang ingin mengenal atau tahu lebih dalam tentang filosofi. Gaya bahasanya sebenarnya cukup ringkas dan sederhana, dan dikemas dalam bentuk fiksi sehingga lebih mudah dicerna dan menarik bagi pembacanya. Namun menurut saya, nuansa preaching buku ini masih agak terlalu kental, sehingga alih-alih membuat kita berpikir tentang makna hidup dan sejenisnya, kita lebih banyak dicekoki dengan teori dari berbagai filsuf dunia.

Unsur fiksinya, yang kental dengan nuansa post-modernisme, juga agak kurang greget menurut saya, apalagi endingnya yang agak ambigu. Dan karena buku ini ditulis di tahun 1990-an, di mana UN sedang gencar-gencarnya mempromosikan upaya perdamaian di Timur Tengah, maka buku ini juga agak terlalu banyak membahas tentang isu tersebut, sampai-sampai saya agak curiga jangan-jangan buku ini disponsori oleh UN XD

Namun, bagaimanapun, saya tetap bisa melihat kelebihan dan menghargai Sophie’s World lebih dari 20 tahun yang lalu. Dan buku ini memang cukup berguna untuk memperkenalkan teori filosofi dasar, terutama untuk pembaca muda atau yang sudah lumayan berumur seperti saya tapi tidak terlalu suka bahasa textbook yang rumit.

Rating: 3/5

Recommended if you like: philosophy, mystery, absurd novel, postmodernism vibes, Norway setting, 1990s nostalgia

Submitted for:

Category: A DNF book from your TBR list

One by One by Ruth Ware

07 Monday Jun 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

british, ebook, english, europe, fiction, mystery/thriller, suspense/thriller, twist ending, unreliable narrator

Judul: One by One

Penulis: Ruth Ware

Penerbit: Scout Press (2020, Kindle Edition)

Halaman: 384p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

I have an up and down relationship with Ruth Ware’s books. Beberapa bukunya berhasil memikat saya, mengukuhkannya sebagai “the modern Agatha Christie”. Tapi beberapa buku lainnya terasa amat amatiran, membosankan, predictable, bahkan terlalu mengada-ngada.

Untungnya One by One masuk ke dalam kategori yang pertama. Berlokasi di sebuah kabin penginapan di pegunungan Prancis, kisah ini diawali dengan serombongan eksekutif muda perusahaan startup Snoop yang mengadakan company retreat di penginapan tersebut. Awalnya, Erin, pengurus penginapan, serta Danny, chef yang juga teman baiknya, menyangka akan menghadapi akhir pekan yang biasa saja. Penuh dengan anak-anak muda entitled yang kaya raya, mungkin, tapi itu bukan sesuatu yang luar biasa bagi Erin dan Danny.

Namun, ketika terjadi kecelakaan tragis saat acara ski, diikuti oleh kematian mendadak yang jelas-jelas merupakan pembunuhan, Erin pun panik. Apalagi saat badai salju menerjang dan penginapan mereka terisolir dari dunia luar. Tidak ada seorang pun yang bisa dipercaya – karena pembunuhnya ada di antara mereka!

One by One terasa sebagai homage untuk kisah Agatha Christie, khususnya And Then There Were None yang polanya mirip, pembunuhan satu per satu sekelompok orang yang terdampar di penginapan terpencil yang terputus komunikasinya dari dunia luar. Tapi plot klasik tersebut dimodernisasi oleh Ruth Ware di sini, dengan kehadiran sekelompok anak muda dari perusahaan startup, lengkap dengan detail aplikasi musik yang dijabarkan dengan cukup meyakinkan, serta konflik dan politik dalam bisnis mereka yang terasa sangat masa kini.

Yang paling saya sukai di buku ini adalah settingnya yang terasa amat atmosferik, saya seolah bisa merasakan suasana isolasi yang dialami oleh para tokohnya, kabin yang nyaman dan berubah menjadi sarang pembunuh, serta badai yang memutus hubungan dengan dunia luar. Beberapa adegan kejar-kejaran di salju juga digambarkan dengan cepat, membuat saya seakan-akan ikut berada di tengah kejar-kejaran tersebut.

Dan tentu saja Ware bermain-main dengan unreliable narrator di sini – semua karakter terlihat mencurigakan, menyimpan rahasia, tak terkecuali beberapa tokoh utama merangkap narator buku ini. Saya sudah bisa menebak twistnya dari bagian pertengahan buku, tapi tetap saja penantian penyelesaian misterinya cukup membuat deg-degan.

Anyway, one of Ruth Ware’s best books menurut saya, selevel dengan Turn of the Keys dan The Death of Mrs. Westaways yang sebelumnya mendapat ponten cukup tinggi juga dari saya. Look forward to her next books!

Rating: 4/5

Recommended if you want to read: fast paced thrillers, isolated murder mystery, unreliable narrators, whacky twist, atmospheric setting suspense

The Muse by Jessie Burton

14 Wednesday Apr 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

arts, europe, historical fiction, mystery, popsugar RC 2021, twist, war, women

Judul: The Muse

Penulis: Jessie Burton

Penerbit: Picador (2016)

Halaman: 445p

Beli di: Big Bad Wolf Tokopedia (IDR 70k)

London, Juli 1967

Odelle Bastien baru saja diterima bekerja di Skelton gallery, di bawah pengawasan bosnya yang cerdas namun penuh misteri, Marjorie Quick. Sebagai imigran dari Trinidad, Odelle bertekad akan membuktikan kemampuan dirinya bertahan di London, dan suatu saat nanti mempublikasikan novelnya. Suatu hari, sebuah lukisan misterius datang kepadanya melalui laki-laki yang baru ia kenal, Lawrie. Disinyalir, lukisan tersebut adalah salah satu lukisan Isaac Robles, pelukis Spanyol yang karya-karyanya termasuk langka, serta keburu menghilang sebelum namanya sempat mendunia. Yang membuat Odelle bingung adalah reaksi Marjorie terhadap lukisan tersebut, yang menggambarkan singa beserta dua orang perempuan. Ada hubungan apa antara Marjorie dan lukisan itu?

Spanyol, 1936

Keluarga Schloss baru pindah ke daerah pedesaan Spanyol, setelah insiden menyangkut sang Ibu, Sarah, mengharuskannya beristirahat dan menyepi. Anak mereka, Olive, memiliki ambisi yang ia sembunyikan dari kedua orang tuanya, terutama ayahnya yang adalah seorang art dealer. Kehidupan keluarga Schloss berubah total saat kakak beradik Teresa dan Isaac menjadi bagian dari kehidupan mereka di Spanyol, terutama menjelang pecahnya Civil War di negara tersebut.

Agak sulit menjabarkan plot buku ini tanpa memberikan spoiler yang cukup penting. The Muse (seperti juga buku Jessie Burton sebelumnya, The Miniaturist), menggabungkan kisah sejarah dan seni, mengukuhkan Jessie Burton sebagai salah satu penulis historical fiction yang selalu konsisten dengan tema-temanya. Saya sendiri lebih menyukai The Muse dibandingkan dengan The Miniaturist, karena kisahnya lebih menggigit dan penggambaran karakter-karakternya lebih menarik, meskipun endingnya tetap membuat emosi seperti The Miniaturist. Penuturan Burton termasuk enak diikuti, sehinggal timeline yang berganti-ganti antara tahun 1936 dan 1967 tidak terasa membingungkan.

Namun menurut saya, The Muse berusaha mengangkat terlalu banyak topik atau isu, sehingga agak keteteran di beberapa bagian. Beberapa isu dalam buku ini adalah tentang imigran, rasisme dan perjuangan minoritas seperti Odelle di tengah kerasnya London; sejarah Civil War di Spanyol; profesi seniman atau pelukis di era 1930-an yang masih amat didominasi oleh kaum laki-laki; serta sejarah lukisan itu sendiri. Kekuatan utama Burton adalah menyajikan kisahnya dengan cukup meyakinkan (saya sampai meng-Google Isaac Robles untuk melihat apakah ia adalah seorang pelukis nyata atau fiksi), namun kelemahannya adalah ingin mengangkat terlalu banyak topik, sehingga kadang kurang bisa menjaga pace cerita. Di awal, kisah terasa lambat karena begitu banyak hal yang ingin dibahas, tapi di bagian akhir, endingnya terasa agak “crammed” karena diburu-buru.

Saya sendiri lebih simpati dengan Odelle dibandingkan tokoh perempuan lainnya di buku yang lumayan kental nuansa feminisnya ini. Tapi porsi Odelle tidak sebanyak kisah keluarga Scholls dan Robles, sehingga saya merasa saya kurang diberi waktu untuk bisa lebih relate dengan Odelle.

Bagaimanapun, The Muse termasuk kisah fiksi sejarah yang cukup solid, terutama untuk para penggemar sejarah seni.

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: historical fiction, arts fiction, women inspired fiction, dual timeline

Submitted for:

A book about art or an artist

Dead Wake: The Last Crossing of the Lusitania by Erik Larson

07 Thursday Jan 2021

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ Leave a comment

Tags

british, europe, history, non fiction, popsugar RC 2021, secondhand books, world war

Judul: Dead Wake: The Last Crossing of the Lusitania

Penulis: Erik Larson

Penerbit: Broadway Books (2015)

Halaman: 452p

Beli di: Betterworldbooks.com (USD 9.98)

Erik Larson delivered again! Kalau ada penulis yang membuat saya bisa terpukau dengan buku sejarah, Larson lah orangnya. Kali ini, topik yang diangkat adalah tentang Lusitania, kapal besar yang mengangkut penumpang dari New York ke Liverpool, dan tenggelam karena ditorpedo oleh Jerman saat Perang Dunia I. Ini merupakan salah satu tragedi paling terkenal di dunia maritim, terutama karena terjadi pada kapal swasta yang seharusnya kebal dari ancaman perang.

Saya sendiri kurang tahu tentang peristiwa ini, dan tidak terlalu tertarik untuk mencari tahu lebih jauh. Tidak seperti Titanic yang kental dengan nuansa romantis (terutama setelah diangkat ke layar lebar oleh Hollywood), tragedia Lusitania -karena terjadi di masa perang- dianggap seperti collateral damage saja sehingga kurang menarik untuk diulik.

Tapi Erik Larson berpikiran lain – ia berhasil mengangkat peristiwa yang tadinya hanya dianggap sepintas lalu sebagai bagian Perang Dunia I – ke dalam sebuah naratif yang memikat. Seperti biasa, buku ini merupakan hasil penelitian panjang Larson dari berbagai sumber, termasuk buku harian, surat-surat dan dokumen lainnya.

Yang menarik, Larson bisa menggabungkan kisah masing-masing penumpang Lusitania – dari mulai persiapan mereka berangkat hingga tragedi menimpa mereka di atas kapal- dengan momen-momen di mana ketegangan antara Inggris dan Jerman semakin memuncak.

Ada dua hal besar yang membuat buku ini begitu menarik, dan Erik Larson dengan lihai bisa menjalin kedua isu utama ini ke dalam naratif yang mudah dibaca dan diikuti.

Yang pertama adalah Lusitania itu sendiri – sejarahnya, karakteristiknya, para penumpangnya, serta kapten yang menggawangi pelayaran tersebut, Captain Turner. Semuanya akan menjadi elemen-elemen penting yang mempengaruhi peristiwa tenggelamnya Lusitania secara tragis. Karena kapal swasta seharusnya aman dari serangan musuh dan menjadi wilayah netral di Perang Dunia I, tidak ada seorang pun yang merasa terancam secara serius, meski saat pelayaran ini berlangsung di bulan Mei 1915, Jerman sedang giat-giatnya menyebar kapal selam perang mereka di perairan Eropa dan menembaki kapal-kapal musuh.

Isu kedua yang tak kalah penting adalah ketegangan di antara Jerman dan Inggris, karena pertengahan tahun 1915 merupakan saat-saat stagnan di medan peperangan darat, dan lautan menjadi salah satu kunci untuk bisa memenangkan perang tersebut. Inggris sangat ingin Amerika Serikat bergabung dan beraliansi dengan mereka di Perang Dunia I, namun Presiden Woodrow Wilson tetap teguh ingin memegang netralitas Amerika. Sementara itu, tergoda untuk memenangkan perang sebelum Amerika ikut mendukung Inggris, Jerman pun mulai melancarkan serangan-serangan tajam di lautan, dan bahkan mulai menargetkan kapal-kapal non perang serta kapal dari negara netral.

Sementara itu, Presiden Wilson sendiri sedang mengalami banyak masalah pribadi, istrinya baru meninggal dan tak lama kemudian ia menjalin hubungan dengan seorang perempuan yang masih ragu untuk menjadi pendamping hidupnya. Konteks ini perlu diketahui karena cukup berpengaruh pada perasaan dan kondisi Wilson saat awal Perang Dunia I.

Yang paling membuat gemas adalah melihat cara Inggris menghadapi hari-hari menjelang penyerangan Lusitania. Badan intelijennya sudah menangkap tanda-tanda submarine U-20 yang berkeliaran di perairan sekitar Liverpool, tapi mereka tidak memperingatkan Lusitania dan masih menganggap ancaman penyerangan tersebut tidak serius.

Berita tenggelamnya Lusitania

Larson adalah penulis non fiksi dengan hati seorang novelis. Ia bisa menyajikan narasi yang memikat tapi tetap netral, tidak berat sebelah, dan mengungkap bukti-bukti keteledoran semua pihak. Tidak serta merta ia memihak Inggris atau menyalahkan Jerman, tapi menjelaskan semua fakta dengan apa adanya. Banyak faktor yang menyebabkan Lusitania ditorpedo pada bulan Mei 1915, dan banyak korban yang sebenarnya tidak perlu jatuh di hari itu, termasuk yang tertimpa perahu penyelamat atau kru yang terjebak di ruang bahan bakar.

Detail-detail yang begitu vivid seringkali membuat saya lupa kalau saya sedang membaca buku sejarah alih-alih novel fiksi. Dan itulah kepiawaian Erik Larson yang sulit ditandingi oleh penulis lain. Bahkan topik yang tidak terkenal, tidak terpikirkan, dan tidak terlihat menarik, bisa disulap menjadi buku yang engaging dan memikat. And I’m super happy because there are some of his books that I haven’t read 🙂

Rating: 4/5

Recommended if you want to read about: World War I, maritime tragedies, history book with a sense of fiction novel, detailed but engaging narratives.

Submitted for:

Category: A book with a black-and-white cover

The Unlikely Adventures of the Shergill Sisters by Balli Kaur Jaswal

01 Thursday Oct 2020

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

asia, culture, ebook, english, europe, family, fiction, immigrant, india, kindle, popsugar summer RC 2020, travel

Judul: The Unlikely Adventures of the Shergill Sisters

Penulis: Balli Kaur Jaswal

Penerbit: William Morrow (2019, Kindle edition)

Halaman: 320p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99- bargain!)

Rajni, Jezmeen, dan Shirina adalah kakak-beradik keturunan India yang lahir dan besar di Inggris. Ketiganya memiliki karakter yang bertolak belakang dan tidak bisa dibilang akur satu sama lain. Namun, Ibu mereka -yang baru meninggal karena kanker- meninggalkan surat wasiat yang meminta mereka untuk melakukan perjalanan napak tilas ke India, sambil menebarkan abunya.

Tentu saja ketiga bersaudara ini amat tidak ingin melakukan perjalanan tersebut, tapi mereka terpaksa menuruti keinginan sang Ibu. Ketiganya semakin malas berangkat karena sedang mengalami masalah di kehidupan masing-masing. Rajni bertengkar hebat dengan anak satu-satunya, yang entah mengapa kini berpacaran dengan perempuan yang usianya lebih dari dua kali lipat usianya- dan seperti hendak menghancurkan masa depannya sendiri. Jazmeen, yang menekuni karier di dunia entertainment, mengalami kejadian amat memalukan yang langsung viral di sosial media. Sementara Shirina, si bungsu yang tinggal di Melbourne bersama suami dan ibu mertuanya, menghadapi dilema besar yang akan menentukan perjalanan hidupnya.

Ketiganya berangkat ke India dalam kondisi yang tidak bersemangat, dan pertengkaran demi pertengkaran kerap mewarnai perjalanan mereka. Namun, ketika melakukan satu demi satu keinginan Ibu mereka, termasuk mengunjungi berbagai tempat suci yang menjadi bagian dari kegiatan pilgrimage, mereka justru sedikit demi sedikit menguak rahasia masa lalu sang Ibu serta keluarganya. Dan mereka menyadari, banyak hal yang masih patut mereka syukuri, termasuk keberadaan mereka satu sama lain.

Ini adalah pengalaman pertama saya membaca buku karya Balli Kaur Jaswal, yang lebih populer dengan novel sebelumnya, Erotic Stories for Punjabi Widows. Jaswal memiliki gaya menulis yang santai, efortless, penuh humor natural dan dialog yang tidak dibuat-buat, serta sentuhan drama keluarga yang terasa pas. Meski awalnya saya sebal setengah mati dengan ketiga kakak beradik Shergill, lama kelamaan saya merasa terhubung dengan mereka, terutama karena masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan yang terasa seimbang.

Jaswal juga dengan piawai menggabungkan unsur drama keluarga, bumbu-bumbu rahasia yang bikin penasaran, dan setting India yang eksotik. Meski terasa cukup banyak yang ingin diangkat oleh Jaswal, termasuk isu imigran, kesenjangan sosial di India, serta isu feminisme; namun porsi masing-masing isu masih bisa dibilang pas, tidak terlalu berlebihan atau membuat overwhelmed. Mungkin juga karena gaya bahasa yang digunakan Jaswal amat luwes, sehingga tidak membuat isu-isu tersebut menjadi terlalu serius dan keluar dari tone buku keseluruhan.

Overall, saya cukup menikmati buku ini dengan segala drama dan komplikasinya. Penyelesaiannya juga cukup memuaskan. Dan saya jadi penasaran kepingin berkunjung ke India setelah membaca buku ini 😀

Submitted for:

Category: A book about a vacation

The Snowman by Jo Nesbo

13 Monday Jan 2020

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

crime, europe, fiction, mystery, mystery/thriller, nordic noir, popsugar RC 2020, series

Judul: The Snowman

Penulis: Jo Nesbo

Penerbit: Vintage Crime/ Black Lizard (2016 edition)

Halaman: 516p

Beli di: Better World Books (USD 6.48)

Buku ketujuh serial Harry Hole ini mungkin adalah yang paling terkenal dan kontroversial, bahkan disebut sebagai salah satu buku terbaik karya Jo Nesbo.

Saya sendiri masih terbagi, antara setuju dan tidak. Setuju, karena buku ini adalah salah satu yang paling kuat mengupas tuntas karakter Harry, dan memiliki unsur perkembangan karakter yang paling dominan dibandingkan buku-buku sebelumnya. Namun di lain pihak, beberapa bagian dari buku ini agak terlalu bertele-tele, dengan twist yang cukup mudah tertebak dari mulai pertengahan buku, sampai red herring yang terlalu banyak sehingga mengganggu ketegangan kisah secara keseluruhan.

Untuk pertama kalinya, Harry Hole berhadapan dengan pembunuh berantai di negara kelahirannya sendiri, Norwegia, yang nyaris tidak pernah mengalami kasus pembunuhan berantai sepanjang sejarah berdirinya negara tersebut.

Pembunuh yang dijuluki Snowman ini mengincar perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak, dan pembunuhan selalu dilakukan di musim dingin saat salju sedang turun, ditandai dengan sosok boneka salju yang selalu ia tinggalkan di TKP.

Harry merasa pembunuh berantai ini mengenalnya secara personal, karena ia sempat menerima surat tantangan dari si Snowman yang seolah langsung menunjuknya sebagai lawan utama dalam permainan ini. Sementara itu, kehidupan pribadi Harry tidak membuat keadaan bertambah mudah- hubungannya yang rumit dengan Rakel, mantan kekasihnya, serta staff baru di timnya, Katerine Bratt yang misterius, kadang mengganggu fokus Harry yang kerap kali sulit memisahkan kehidupan personal dengan pekerjaannya.

Di buku ketujuh ini, Nesbo seolah bersenang-senang dengan Harry Hole, mengembangkan karakter ciptaannya itu ke arah yang ia mau, tapi tanpa terlalu kehilangan fokus pada jalan cerita, meski menurut saya, tetap ada bagian-bagian yang bisa dipersingkat dan dihilangkan dari buku ini.

Bagaimanapun, The Snowman merupakaan sebuah titik tolak baru dari Harry Hole, yang pastinya akan mempengaruhi kisah-kisah selanjutnya. Kudos to Nesbo, yang bisa menjaga ritme dan konsistensi serial ini tanpa kehilangan momentum yang berarti.

Submitted for:

Kategori: A book recommended by your favorite blog, vlog, podcast, or online book club (@crimebythebook)

 

 

Circe by Madeline Miller

29 Friday Mar 2019

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

english, europe, fantasy, fiction, lovely heroine, mythology, romance, tragedy

Judul: Circe

Penulis: Madeline Miller

Penerbit: Bloomsbury Publishing (2018)

Halaman: 336p

Beli di: Periplus.com (IDR 192k, disc 20%)

Kisah berawal di istana Dewa Matahari yang paling berkuasa di antara kaum Titan, Helios. Seorang anak perempuan lahir, namun berbeda dari anak-anak lainnya, Circe tidak memiliki suara atau penampilan sempurna layaknya para dewi. Ia dibenci oleh kaumnya dan bahkan semakin ditakuti karena ternyata memiliki keahlian tersembunyi: sihir.

Suatu tragedi yang dipicu Circe membuatnya dihukum dan diusir ke sebuah pulau terpencil bernama Aiaia. Di sini Circe belajar banyak hal, tentang cinta, kehidupan, manusia, dan terutama, tentang dirinya sendiri. Circe tahu takdir tidak bisa dilangkahi dan ia memang dilahirkan sebagai dewi yang immortal. Namun mengapa keingintahuan dan kepeduliannya terhadap manusia, kaum yang fana, seolah mengalahkan keinginannya untuk hidup selamanya? Untuk menemukan jawaban yang akan menentukan jalan hidupnya ini, Circe harus bersinggungan lebih dulu dengan kepedihan, kehilangan, dan orang-orang yang menyakiti hatinya lagi dan lagi.

Saya sendiri bukan termasuk penggemar -apalagi ahli- mitologi Yunani. Saya masih suka bingung apa bedanya Olympian dengan Titan, siapa itu Artemis dan Athena, dan mengapa Zeus merupakan dewa yang paling berkuasa. Rasa-rasanya kisah tentang para dewa ini terlalu banyak dipenuhi oleh drama dan kadang plot cerita ruwet yang tidak perlu, dan saya tidak punya cukup kesabaran untuk mengikutinya.

Namun anehnya, Circe berhasil memikat saya sejak halaman yang pertama. Saya belum pernah membaca buku Madeline Miller sebelumnya (The Song of Achilles merupakan karya yang melambungkan namanya), tapi saya langsung jatuh cinta dengan gaya bertuturnya yang sangat enak diikuti.

Layaknya the master of storytelling, Miller berhasil merunut kisah Circe menjadi rangkaian cerita menarik yang membuat kita mau tidak mau bersimpati padanya, sekaligus ingin akhir yang bahagia untuknya. Memang ada beberapa bagian yang agak lambat, terutama di awal kisah saat Circe masih berusaha mencari tahu jati dirinya. Namun tone cerita menjadi lebih cepat dan enak diikuti di pertengahan buku.

Dari buku ini juga saya jadi tahu tentang asal muasal beberapa mitologi lainnya, seperti naga Scylla yang melegenda, tokoh Odysseus yang sering disebut-sebut dalam tragedi Troya, serta banyak lagi kisah tentang para dewa-dewi Yunani yang lumayan banyak terlibat dalam hidup Circe. Tokoh favorit saya di buku ini entah kenapa adalah Hermes, si dewa iseng yang seringkali mengganggu Circe dan menjadikan hidupnya kacau, tapi kehadirannya justru membuat hidup Circe lebih berwarna.

Now I can’t wait to dive into Madeline Miller’s other book(s)!!

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other subscribers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • The Secret History
    The Secret History
  • Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro
    Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro
  • The Monogram Murders by Sophie Hannah
    The Monogram Murders by Sophie Hannah
  • Puddin' by Julie Murphy
    Puddin' by Julie Murphy

Recent Comments

Puddin’ by Jul… on Dumplin’ by Julie M…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...