• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2023
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • Popsugar Reading Challenge 2022
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: ebook

A Prayer for Owen Meany by John Irving

20 Monday Dec 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, bargain book!, coming of age, ebook, english, fiction, historical fiction, modern classics, popsugar RC 2021

Judul: A Prayer for Owen Meany

Penulis: John Irving

Penerbit: William Morrow (2012, Kindle Edition)

Halaman: 645p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Saya sudah sering mendengar nama John Irving yang melegenda, tapi belum pernah sekali pun membaca bukunya. Entah kenapa, buku-bukunya terasa mengintimidasi, termasuk Prayer for Owen Meany yang super tebal ini.

Kisahnya adalah tentang -siapa lagi?- Owen Meany, anak laki-laki dari kota kecil Gravesend, New Hampshire, yang tidak memiliki kehidupan bahagia di rumah, namun berhasil membawa aura yang charming dan unik kepada orang-orang sekitarnya.

Sahabat karib Owen, anak laki-laki pendiam yang menjadi narator buku ini (yang disebut-sebut menyerupai karakter John Irving di dunia nyata) amat menyayangi Owen, terutama karena Owen bertubuh pendek dan kerap menjadi korban bully di manapun ia berada. Namun, suatu hari, Owen tanpa sengaja terlibat dalam kecelakaan yang membunuh ibu sahabatnya.

Owen tidak percaya dengan kebetulan, ia percaya bahwa segala sesuatu adalah rancangan Tuhan. Dan ia pun percaya, perannya dalam “pembunuhan” tersebut menjadikannya sebagai instrumen/perpanjangan tangan Tuhan, yang akan memengaruhi kehidupannya dan orang-orang sekitarnya sejak hari naas itu.

Buku ini mengambil rentang waktu yang cukup panjang, sejak mulai tahun 50-an saat Owen masih anak-anak, hingga ia beranjak remaja dan dewasa, melalui Perang Vietnam, dan bahkan hingga memasuki era modern.

Owen yang dikaruniai penglihatan, mengetahui dengan pasti kapan dan bagaimana ia akan meninggal dunia, dan hal ini juga menjadi salah satu keyakinannya mengenai perannya sebagai instrumen yang Mahakuasa.

Membaca buku ini butuh kesabaran lumayan tinggi, karena begitu banyaknya momen yang dijabarkan secara detail, dan insiden-insiden kecil yang pernah disebut sepintas ternyata kadang memiliki peran besar di kemudian hari, membuat kita ingin membalik lagi halaman-halaman sebelumnya. Saya sendiri memiliki mixed feelings tentang buku ini. Di satu pihak, saya setuju bahwa John Irving adalah penulis yang passionate dan penuh dedikasi- karakter Owen adalah salah satu karakter paling memorable dari sastra modern. Namun di sisi lain, saya merasa beberapa bagian agak terlalu bertele-tele dan penuh pengulangan, dan meski banyak detail yang ternyata penting, banyak pula detail yang memang hanya sekadar detail.

Sosok Owen yang digambarkan sebagai pahlawan pun kadang menjengkelkan saya. Sahabatnya, si narator, seringkali menjadi korban Owen yang meski bertubuh kecil namun bersifat amat kolerik. Owen keras kepala, sok tahu, selalu merasa benar, dan memiliki iman terlalu kuat yang menyulitkan orang untuk berbicara padanya.

Tapi secara keseluruhan, pengalaman membaca tentang kehidupan Owen, lewat sahabatnya yang tenang dan plegmatis, cukup berkesan buat saya. Segala jenis emosi ada di buku ini, dan perasaan saya terhadap Owen bisa berubah-ubah dengan cepat (kadang simpati, kadang sebal). John Irving is indeed a good writer, and I’m glad I have at least read one of his books finally 🙂

Rating: 4/5

Recommended if you like: American epic, polarizing main characters, historical fiction rich in details, twisted, heartbreaking ending

Submitted for:

Category: A bestseller from the 1990s

Nothing to See Here by Kevin Wilson

15 Wednesday Dec 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, bargain book!, dysfunctional family, ebook, english, fantasy, fiction, magical realism, popsugar RC 2021

Judul: Nothing to See Here

Penulis: Kevin Wilson

Penerbit: Ecco (2019, Kindle Edition)

Halaman: 272p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99)

This was probably one of the most hilarious books I’ve read this year! Premisnya saja sudah agak nyeleneh: Lilian sudah cukup lama tidak berhubungan dengan teman masa kecilnya, Madison. Pasalnya, kehidupan mereka sangat berbeda. Lilian stuck di kota kecil tempat ia dibesarkan, dengan pekerjaan yang tidak ke mana-mana, dan hidup yang seolah tanpa tujuan. Sementara itu, Madison memiliki nasib yang amat berbeda. Menjadi public figure, dan menikahi senator yang digadang-gadang sebagai presiden masa depan Amerika.

Namun suatu hari, Madison menghubungi Lilian untuk meminta bantuan. Bantuannya super aneh, pula. Ternyata, suaminya sang senator, memiliki dua orang anak dari pernikahan sebelumnya. Yang disembunyikan selama ini adalah keunikan dua anak kembar tersebut: mereka bisa tiba-tiba terbakar kalau sedang stress. Ajaibnya, mereka tidak bisa melukai diri sendiri – tapi tentu saja kemampuan itu membuat mereka berbahaya bagi orang lain.

Dan Lilian, tanpa pengalaman mengasuh anak, apalagi yang bisa membakar diri, setuju untuk mengasuh kedua anak tersebut. Namun yang ia hadapi ternyata lebih dari sekadar anak-anak yang bisa terbakar, apalagi setelah si kembar berhasil mencuri hatinya.

Buku yang kelihatannya gila dan penuh chaos ini menyimpan tema yang sebenarnya cukup menyentuh: relationship, found family, being different. Tapi isu-isu serius tersebut dengan cerdas disembunyikan oleh Kevin Wilson ke dalam sebuah kisah yang kocak, kacau, dan punuh momen-momen ajaib.

Beberapa bagian terasa begitu absurd, tapi saya tidak begitu peduli, karena telanjur menikmati storytelling dan writing yang menunjukkan skills Wilson sebagai penulis andal. Karakter-karakternya aneh namun memorable, dan meski kisahnya benar-benar di luar nalar, namun entah kenapa bisa terasa relatable. I can say that this book lives up to its hype 🙂

Rating: 4/5

Recommended if you like: absurd story, witty dialogues, weird but memorable characters, original plot

Submitted for:

Category: A magical realism book

Eight Perfect Murders by Peter Swanson

18 Thursday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

bargain, book about books, ebook, english, fiction, murder mystery, mystery, thriller, twist ending, unreliable narrator

Judul: Eight Perfect Murders

Penulis: Peter Swanson

Penerbit: William Morrow (2020, Kindle edition)

Halaman: 271p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Premis buku ini benar-benar menarik, terutama untuk para pencinta buku misteri dan thriller seperti saya. Malcolm Kershaw, pemilik toko buku Old Devils Bookstore di Boston, pernah membuat list buku misteri dengan plot pembunuhan terbaik, dan menamainya sebagai “Eight Perfect Murders”. Menurut Malcolm, bila pembunuhan dalam buku-buku itu dilakukan di dunia nyata, tidak ada yang bisa memecahkannya.

Namun, bertahun-tahun setelah ia memposting list tersebut di blog toko bukunya, Malcolm dikejutkan oleh kehadiran seorang agen FBI, yang sedang menyelidiki serangkaian pembunuhan yang menurutnya terinspirasi dari buku-buku yang masuk ke dalam list Malcolm.

Awalnya, Malcolm mengira ini hanya sekadar kebetulan. Namun rangkaian pembunuhan yang terjadi membuat Malcolm terpaksa mengakui kalau listnya sudah dipakai semena-mena oleh seorang pembunuh berantai. Pertanyaannya, apakah hal ini berhubungan dengan kehidupan personal Malcolm dan masa lalunya yang gelap?

Saya selalu menyukai book about books, alias buku yang bercerita atau mengambil tema tentang buku. Apalagi bila genrenya misteri atau thriller. Dan di atas kertas, Eight Perfect Murders tampak perfect untuk saya.

Mungkin karena ekspektasi saya kelewat tinggi juga, pada akhirnya saya malah merasa buku ini agak kurang maksimal. Premis yang seru tidak diimbangi dengan eksekusi yang mumpuni, sehingga ceritanya pun agak setengah-setengah. Terutama endingnya yang menurut saya agak terlalu far fetched. Beberapa pembunuhan yang terjadi di buku ini juga tidak terlalu sesuai dengan buku yang menjadi inspirasinya, sehingga saya malah sibuk berusaha mencocokkan pembunuhan di buku ini dengan buku yang menjadi referensinya XD

Concern saya yang lain adalah betapa banyaknya spoiler yang bertebaran di buku ini, terutama tentang 8 buku yang masuk ke dalam list Malcolm. Sebenarnya bisa dipahami sih, karena buku ini membahas secara mendalam metode, motif, dan segala detail pembunuhan dalam buku-buku fiksi tersebut untuk memecahkan pembunuhan yang menjadi inti kasus Eight Perfect Murders. Tapi, kalau memang belum membaca ke-8 buku tersebut dan masih niat untuk membacanya tanpa terganggu spoiler, sebaiknya tunda dulu membaca buku ini.

Kedelapan buku yang masuk ke dalam list Malcolm adalah:

  1. The A.B.C Murders by Agatha Christie
  2. Strangers on a Train by Patricia Highsmith
  3. Death Trap by Ira Levin
  4. Red House Mystery by A.A. Milne
  5. Malice Aforethought by Anthony Berkeley Cox
  6. Double Indemnity by James M. Cain
  7. The Drowner by John D. Macdonald
  8. The Secret History by Donna Tartt

Sekali lagi, tidak semua kasus dalam buku ini benar-benar setia pada referensi buku-buku di atas, tapi semua buku di atas memang dibahas dari segi plot dan pelaku pembunuhan, jadi siap-siap saja membaca banyak spoiler dalam buku ini.

However, saya tetap merasa buku ini memiliki banyak kelebihan. Tema dan settingnya menarik, terutama untuk para bookworm, dan ada beberapa adegan yang lumayan menegangkan. Still recommended if you are a thriller lover.

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: book about books, unreliable narrator, bookstore setting, twisted ending

Last Tang Standing by Lauren Ho

19 Tuesday Oct 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 4 Comments

Tags

asia, chicklit, culture, ebook, english, fiction, funny haha, romance, southeast asia, women

Judul: Last Tang Standing

Penulis: Lauren Ho

Penerbit: HarperCollins (2020, Kindle edition)

Halaman: 416p

Beli di: Amazon.com (USD 5.99)

Buku ini digadang-gadang sebagai penerus Crazy Rich Asian, mengangkat kisah orang-orang kaya di Asia dengan segala permasalahannya. Karena saya termasuk penyuka Crazy Rich Asian, terutama buku pertamanya, saya cukup berharap banyak dengan Last Tang Standing.

Andrea Tang adalah seorang pengacara sukses yang berkarier di kantor hukum terkenal di Singapura, Menjadi partner adalah goalnya, yang saat ini sudah akan hampir tercapai. Hanya saja, Andrea masih memiliki kekurangan besar dalam hidupnya, yang selalu diungkit-ungkit oleh ibunya: ia masih single.

Dan seperti banyak perempuan di Asia, kesuksesan dalam karier tetap tidak lengkap bila tidak diimbangi dengan kesuksesan dalam mendapatkan jodoh, terutama yang memiliki kriteria sesuai idaman orang tua: kaya, sukses, kalau bisa berasal dari ras dan latar belakang yang sama. Bibit, bebet, bobot. Namun, Andrea kerap dipertemukan dengan cowok-cowok yang tidak sesuai kriteria ideal: terlalu muda, terlalu tua, atau bahkan, sudah bertunangan, seperti rekan kerjanya yang super ganteng namun mengancam impiannya menjadi partner.

Yang saya suka dari buku ini adalah usaha sang penulis untuk menunjukkan budaya Asia Tenggara. Family dynamic, marriage vs career dilemma, dan konflik antara budaya tradisional dan kehidupan modern. Semuanya relatable, sesuai dengan kondisi yang memang sehari-hari ditemui di area urban Asia Tenggara, termasuk Singapura, Malaysia, atau Indonesia. And they work pretty well here.

But… unfortunately, the main character is super annoying. Saya benar-benar tidak bisa merasa relate dengan Andrea Tang, cewek 33 tahun keturunan Chinese/Malaysia yang hidupnya dipenuhi dengan mengeluh, belanja tas branded, dating nggak jelas, berantem dengan sahabatnya, meremehkan tokoh-tokoh perempuan lain di buku ini, complain tentang pekerjaannya setiap saat, dan minum. Sangat banyak minum. Saya berusaha mencari hal-hal yang relatable atau bisa disukai dari Andrea, namun lumayan susah.

Dan menurut saya, perbandingan dengan Crazy Rich Asian yang merupakan bagian promosi buku ini malah menjadi backlash, karena Last Tang Standing fell flat compare to the fresh comedy and witty humor of CRA series. Tang seperti trying too hard terutama mendeskripsikan dilema Andrea, tapi seperti lupa mengembangkan karakternya supaya menjadi lebih relatable dan likable. Saya tidak peduli dengan Andrea, dan unsur romansnya yang sangat predictable juga membuat saya malas bertele-tele mengikuti perjalanan Andrea mencari jodoh, yang seperti dipanjang-panjangkan saja jadinya.

Saya bukan termasuk penggemar genre romans, tapi kadang-kadang saya menemukan hidden gems, dan I have a weakness of South(east) Asian chiclits. Tapi sayangnya, Last Tang Standing gagal menjadi favorit saya, meski tetap ada beberapa bagian yang lumayan memorable. Hopefully Lauren Ho akan menulis lebih banyak buku, karena sebenarnya Tang memiliki potensi besar untuk menjadi hits, However- please stay away from Crazy Rich Asian reference, LOL.

Rating: 3/5

Recommended if you want to try: Southeast Asian chiclit, anything non Crazy Rich Asians, light reading, predictable romance, a taste of Singapore setting

Why We’re Polarized by Ezra Klein

27 Monday Sep 2021

Posted by astrid.lim in non fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, culture, ebook, non fiction, politics, popsugar RC 2021, psychology

Judul: Why We’re Polarized

Penulis: Ezra Klein

Penerbit: Avid Reader Press/Simon & Schuster (2020, Kindle edition)

Halaman: 335p

Beli di: Amazon.com (USD 10.20)

Saya beberapa kali membaca artikel yang ditulis oleh Ezra Klein di New York Times, tapi ini adalah pertama kalinya saya membaca buku karya Klein. Gaya menulisnya tetap sama: lugas, to the point, mudah dimengerti, dan bisa menarabahasakan sesuatu yang rumit dengan lebih sederhana, tanpa simplified the issues.

Isu utama yang dibahas buku ini adalah polarisasi. Klein menulis Why We’re Polarized setelah beberapa tahun masa kepemimpinan Donald Trump. Ia mencoba menganalisis mengapa dunia saat ini jauh lebih terpolarisasi dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu. Mengapa kita harus memilih antara ekstrem yang satu dan ekstrem yang lain, dan merasa sangat emosional jika pilihan kita didebat atau dipertanyakan?

Klein memang lebih banyak membahas isu polarisasi dari kacamata politik Amerika Serikat, khususnya di election 2016 dan pasca Donald Trump menjabat. Tapi saya sendiri merasa isu dan pembahasannya sangat relevan dengan kondisi dunia, termasuk Indonesia, saat ini. Saya masih ingat jelas betapa terpolarisasinya Indonesia di Pemilu 2014, dengan geng cebong dan kampret, yang terus berlarut-larut hingga sekarang, di masa pandemi ini. Dalam setiap isu, rakyat seolah harus memilih ingin berada di pihak mana, dan saling berlomba untuk menjadi yang paling benar dalam opini dan pilihan mereka.

Sangat menarik membaca analisis Klein tentang politik identitas (relevan juga dengan Indonesia!), baik menyangkut agama, region, etnis, dan banyak lagi hal-hal yang makin ke sini dirasa makin penting dibandingkan di masa lalu. Peran sosial media juga cukup besar, di mana polarisasi bisa dipertajam dengan debat online, compressed news stories, dan hoax. Penjelasannya sangat mengena, dengan bahasa sehari-hari yang membuat amat relatable dan mudah dimengerti.

But if our search is motivated by aims other than accuracy, more information can mislead us—or, more precisely, help us mislead ourselves. There’s a difference between searching for the best evidence and searching for the best evidence that proves us right. And in the age of the internet, such evidence, and such experts, are never very far away.

The simplest way to activate someone’s identity is to threaten it, to tell them they don’t deserve what they have, to make them consider that it might be taken away. The experience of losing status—and being told your loss of status is part of society’s march to justice—is itself radicalizing.

Satu lagi yang saya suka, Klein juga memberikan langkah-langkah praktis di bagian akhir buku, yang bisa kita coba untuk memperkecil gap polarisasi sehingga politik bisa kembali ke iklim yang sehat. Saya berharap ada penulis Indonesia yang juga bisa membahas isu ini dengan menjadikan Indonesia sebagai case study, karena menurut saya, situasi yang kita hadapi juga tidak jauh berbeda dengan Amerika Serikat.

Rating: 4/5

Recommended if you are into: politics, relevant issues, relatable case studies, internet and social media, easy to understand non fiction analysis

Submitted for:

Category: A book about a subject you are passionate about

The Broken Girls by Simone St. James

31 Tuesday Aug 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, bargain book!, campus life, ebook, english, fiction, gothic, horror, mystery, popsugar RC 2021, thriller, twist ending

Judul: The Broken Girls

Penulis: Simone St. James

Penerbit: Berkley (2018, Kindle Edition)

Halaman: 336p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99, bargain!)

Vermont, 1950:

Idlewild Hall adalah bangunan tua yang dijadikan gedung sekolah berasrama bagi gadis-gadis dengan kondisi tertentu: mereka yang dibuang oleh keluarga, yang sulit beradaptasi dengan masyarakat, yang tidak bisa masuk ke kelompok manapun, bahkan yang memiliki catatan kriminal. Idlewild Hall diharapkan dapat mengubah nasib para gadis ini menjadi lebih baik. Namun, keempat teman sekamar yang memiliki masa lalu serba suram, tidak yakin tentang hal ini, dan bertekad akan keluar dari Idlewild secepat mungkin. Namun, tragedi menghampiri mereka saat salah seorang dari keempat sahabat itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak.

Vermont, 2014:

Fiona, jurnalis freelance di media lokal, tidak bisa melupakan tragedi keluarganya, yaitu saat kakak perempuannya terbunuh di lapangan dekat Idlewild Hall yang saat itu sudah menjadi bangunan kosong terbengkalai. Fiona selalu merasa ada sesuatu yang sinister dengan bangunan Idlewild, apalagi saat ia mendengar bangunan tersebut dihantui sesosok perempuan misterius.

Ketika Idlewild Hall dibeli oleh janda seorang jutawan, Fiona merasa curiga, dan bertekad akan menyelidiki apakah ada hubungan antara pembeli Idlewild dengan pembunuhan kakaknya. Berkedok sebagai jurnalis lokal, Fiona menelusuri sejarah Idlewild Hall ke masa lalu, namun yang ia temukan ternyata jauh lebih menyedihkan dan menyeramkan dari yang ia kira.

Ini pertama kalinya saya membaca buku karya Simone St. James, and I was hooked! Broken Girls berhasil memadukan untuk sejarah, gothic, misteri pembunuhan, hingga aura supranatural ke dalam sebuah kisah yang apik dan menegangkan. Menurut saya, St. James sukses menjaga keseimbangan antara plot yang kuat, karakter yang menarik, dan ending yang terbilang memuaskan.

Saya sebenarnya lebih tertarik mengikuti kisah keempat sahabat Idlewild di masa lalu, tapi untungnya penyelidikan Fiona di masa gini tetap seru untuk diikuti, terutama karena St. James tidak kehilangan fokus dan tetap konsisten menjaga atmosfer kisah yang dipenuhi aura gothic dan kesan horor.

Sebenarnya saya bukan fans kisah misteri-supranatural, dan lebih suka penjelasan yang logis dan rasional. Tapi secara keseluruhan, plot tentang haunted building sangat pas dengan kisah Broken Girls, dan menurut saya masih bisa dimaklumi karena tidak terasa dipaksakan.

Ternyata, misteri-supranatural dengan nuansa gothic memang menjadi spesialisasi Simone St. James. Can’t wait to read more of her books!

Rating: 4/5

Recommended if you like: thriller, gothic mystery, supernatural touch, eerie atmosphere, haunted buildings, twisted ending

Submitted for:

Category: A book with something broken on the cover

The Last Time I Lied by Riley Sager

19 Thursday Aug 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

bargain book!, ebook, english, summer, thriller, twist ending, unreliable narrator

Judul: The Last Time I Lied

Penulis: Riley Sager

Penerbit: Dutton (2018, Kindle edition)

Halaman: 384p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99, bargain!)

Emma Davis memiliki pengalaman buruk di Camp Nigthingale, saat ia dikirim untuk menghabiskan musim panasnya 15 tahun yang lalu. Hilangnya tiga anggota kabinnya menyebabkan trauma mendalam dalam diri Emma, yang ia tuangkan ke dalam lukisan, dan ironisnya, malah menjadikannya seniman yang sukses dan terkenal.

Karya Emma mempertemukannya kembali dengan Francesca Harris-White, pemilik sekaligus ikon Camp Nightingale yang ingin kembali membuka camp tersebut setelah ditutup akibat tragedi yang terjadi di sana 15 tahun lalu. Meski tidak ingin kembali ke sana, Emma juga merasa ia perlu melakukan napak tilas, dan diam-diam berharap bisa menemukan jejak teman-teman sekabinnya yang masih tidak diketahui keberadaannya, terutama Vivian, yang menjadi semacam sosok figur kakak perempuan idola bagi Emma.

Maka, Emma pun kembali ke Camp Nightingale, kali ini sebagai instruktur seni. Namun ketika tragedi yang sama terulang kembali, dan tiga orang anak yang dekat dengannya menghilang tanpa jejak, kecurigaan beralih pada dirinya. Dan Emma harus melakukan segala sesuatu untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.

Riley Sager sudah resmi menjadi penulis auto-read saya sekarang ini, dan sepertinya apapun yang dia tulis bakal saya baca juga, dengan hasil yang rata-rata cukup memuaskan. The Last Time I Lied menjadi salah satu buku dengan unreliable narrator yang paling baik yang pernah saya baca. Vague tapi tidak membuat bingung, mencurigakan tapi memiliki penjelasan masuk akal, dan yang pasti tidak terasa memanipulasi pembaca. So, all things checked for a great thriller book!

Saya juga menyukai setting yang disuguhkan Sager di sini. Camp musim panas, karena memang bukan merupakan hal yang biasa di Indonesia, selalu membuat saya tertarik. Mengirimkan anak-anak selama satu atau dua bulan, bergabung dengan sekelompok anak lain, berbagi kabin, melakukan kegiatan outdoor maupun aktivitas seni dan sejenisnya, menurut saya adalah sesuatu yang luar biasa. Terbayang berpisah dengan anak-anak sekian lama, ditambah lagi kita harus benar-benar percaya dengan pihak penyelenggara. Dan tidak heran banyak kisah horror dan thriller era 80-90an mengambil setting di summer camp.

Setting yang hidup dan mudah dibayangkan menjadi kekuatan utama buku ini. Dan meski Emma tidak terlalu membuat saya bersemangat, tapi karakter-karakter lain, terutama anak-anak yang menghilang saat ia menjadi konselor, mampu menghidupkan buku ini dengan dialog-dialog yang real.

What a nice treat for a summer read! Can’t wait for the next Sager’s books!

Rating: 4/5

Recommended if you like: thriller, summer books, unreliable narrators, twisted endings, quirky characters

The Mystery of Mrs. Christie by Marie Benedict

06 Friday Aug 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

bargain book!, british, domestic fiction, ebook, english, fiction, historical fiction, mystery, popsugar RC 2021, twist ending

Judul: The Mystery of Mrs. Christie

Penulis: Marie Benedict

Penerbit: Sourcebooks Landmark (Kindle edition, 2021)

Halaman: 292p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99, bargain!)

Menghilangnya Agatha Christie selama 11 hari di bulan Desember tahun 1926 adalah sebuah misteri yang kerap diperbincangkan para penggemar sang Queen of Crime. Banyak yang menduga peristiwa tersebut dipengaruhi oleh kondisi mental Christie yang saat itu bergumul dengan pernikahannya yang berada di ujung tanduk akibat suaminya, Archibald Christie, yang memiliki affair dengan perempuan lain.

Marie Benedict, lewat bukunya, The Mystery of Mrs. Christie, menawarkan sebuah alternate timeline berdasarkan fakta-fakta yang ia ketahui tentang hidup Christie dan khususnya kondisi pernikahannya. Benedict berusaha memperlihatkan sosok Christie sejak sebelum terkenal, hingga ia menikah dengan Archibald Christie, dan meniti karier sebagai penulis fenomenal di dunia yang masih sulit menerima kesuksesan perempuan.

Bab-bab dalam buku ini ditulis berselang-seling, dengan fokus Christie serta Archibald, dan timeline yang maju-mundur, kilas balik pertemuan mereka di masa lalu, serta insiden menghilangnya Christie di tahun 1926. Sedikit mengingatkan dengan gaya Gone Girl, di mana kita tidak bisa yakin siapa narator yang lebih bisa dipercaya, sementara bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

Menurut saya, beberapa bagian kisah Christie berhasil disampaikan Benedict dengan cukup baik, dengan plot yang juga cukup menyegarkan. Saya suka bagian di mana kita diperkenalkan dengan Christie di masa muda, dan bagaimana ia bisa menjadi penulis terkenal di tengah segala tantangannya.

Tapi, plot tentang menghilangnya Christie, terutama saat narator berpindah pada Archibald, terasa agak membosankan di beberapa bagian. Mungkin karena Benedict berangkat dari fakta yang tidak banyak, sehingga agak sulit mengembangkannya menjadi plot yang utuh dan memikat. Hanya bermodalkan berita koran, serta beberapa fakta tambahan tentang affair Archibald Christie, Benedict berusaha memaparkan detik-detik menghilangnya Agatha, hingga ia muncul kembali 11 hari kemudian, ke dalam jalinan kisah penuh misteri, namun sayangnya agak terasa stretching too thin. Beberapa bab seperti diulang-ulang, menyajikan fakta yang sama dan kondisi emosi Archibald yang juga repetitif.

Endingnya sendiri, meski tidak terlalu original, lumayan memuaskan. Hanya saja, menurut saya, memang kisah buku ini tidak seperti kisah misteri ala Agatha Christie, karena memang berakar dari kejadian sebenarnya yang dialami Christie dalam badai rumah tangganya. Terasa agak antiklimaks, memang, ketika menghilangnya seorang novelis misteri terkenal, pada akhirnya ternyata tidak semisterius yang diharapkan XD

Anyway, buku ini membuat saya jadi ingin membaca karya Marie Benedict lainnya, yang memang sering berfokus pada tokoh atau kisah historical berbalut kekuatan karakter perempuan.

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: Agatha Christie, domestic drama, historical fiction, unreliable narrators, twisted ending

Submitted for:

A book that’s published in 2021

A is for Arsenic by Kathryn Harkup

28 Wednesday Jul 2021

Posted by astrid.lim in non fiction

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, bargain book!, crime, ebook, english, non fiction, science

Judul: A is for Arsenic: The Poisons of Agatha Christie

Penulis: Kathryn Harkup

Penerbit: Bloomsbury Sigma (2015, Kindle edition)

Halaman: 320p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99, bargain!)

Salah satu metode pembunuhan yang paling sering dipakai oleh Agatha Christie dalam buku-bukunya adalah racun, dan hal inilah yang mengilhami Kathryn Harkup untuk menulis buku tentang racun-racun yang digunakan oleh Agatha Christie.

Premis buku ini sangat menarik, terutama untuk penggemar kisah Agatha Christie seperti saya. Harkup memilih beberapa racun menarik yang memang digunakan di lebih dari satu kisah-kisah Christie, lengkap dengan latar belakang ceritanya.

Dari mulai arsenik hingga sianida dan veronal, Harkup yang memang memiliki latar belakang kimia sangat fasih menjelaskan detail racun-racun tersebut, termasuk asal muasal racun, bagaimana racun itu bekerja, kasus di dunia nyata, dan tentu saja, cara Christie menerapkan keunikan racun tersebut ke dalam ceritanya.

Meski topiknya menarik, dan saya banyak mendapatkan fakta serta informasi baru, ada beberapa bagian di buku ini yang menurut saya terlalu dry, terutama ketika Harkup menjelaskan tentang bagaimana racun bekerja. Mungkin karena latar belakang science yang kental, di sini Harkup banyak menggunakan jargon kimia dan biologi yang membuat saya merasa seperti kembali ke bangku sekolah (dan menjalani ulang salah satu mata pelajaran dan kuliah yang paling saya benci: kimia organik!!). Meski Harkup berusaha menjabarkan bagian teknis ini dengan bahasa yang mudah dicerna, tetap saja beberapa bagian terasa sangat alot bagi saya XD

Hal lain yang saya kurang sreg adalah saat Harkup menyinggung kisah Christie yang berhubungan dengan racun yang ia bahas. Ia tampak ingin membuat bukunya spoiler free, tapi menurut saya malah terasa gantung, karena memang agak mustahil bisa membahas tuntas detail tentang penggunaan racun dan relevansinya dengan cerita yang dimaksud, tanpa membuka spoiler twist maupun pelaku pembunuhan di buku tersebut. Saya sendiri lebih prefer kalau Harkup sekalian saja memberi warning spoiler alert, dan membahas segalanya dengan tuntas. Bagaimanapun, kebanyakan target pembacanya pastilah fans Agatha Christie yang sudah membaca sebagian besar bahkan semua buku karrya the Queen of Crime.

Namun, secara keseluruhan A for Arsenic tetap merupakan buku yang menarik. Satu hal yang saya tangkap dari buku ini adalah pujian Harkup terhadap Christie, yang menurutnya cukup konsisten dalam menggunakan racunnya secara akurat. Christie, yang memang pernah bekerja di bagian farmasi di masa perang, melakukan risetnya dengan mendalam, dan hampir semua fakta serta teknik tentang racun yang ia gunakan dalam bukunya benar-benar akurat. Satu hal yang mengagumkan, mengingat jaman dulu belum ada Google ataupun sumber lain yang mudah diakses.

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: true crime, chemistry, science, Agatha Christie, poison!

Tuesday Mooney Talks to Ghosts by Kate Racculia

17 Thursday Jun 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

america, contemporary, ebook, english, fiction, games, mystery

Judul: Tuesday Mooney Talks to Ghosts

Penulis: Kate Racculia

Penerbit: Houghton Mifflin Harcourt (2019, Kindle Edition)

Halaman: 374p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Buku ini adalah salah satu buku yang saya baca karena direkomendasikan berdasarkan buku-buku yang saya suka, salah satunya The Westing Game. Digadang-gadang sebagai versi dewasa dari kisah teka-teki seru ala Westing Game, Tuesday Mooney Talks to Ghosts tampak sesuai dengan jenis buku yang saya sukai.

Sinopsis:

Tuesday Mooney, si introvert yang lebih sering menyendiri, bekerja sebagai researcher di bagian fundraising sebuah rumah sakit di Boston. Di suatu acara fundraising, Tuesday bertemu dengan Vincent Pryce, miliarder nyentrik yang terkenal dengan keunikannya. Namun, di acara itu juga Pryce meninggal dunia secara mendadak, dan meninggalkan perburuan harta karun seru dengan hadiah warisan kekayaannya yang menggiurkan.

Tuesday ikut berburu petunjuk demi petunjuk, dan membentuk kelompok dengan sahabat gaynya, seorang anak tetangga yang cerdas, dan pewaris muda Boston yang misterius. Kegemaran Vincent Pryce akan segala hal berbau Edgar Alan Poe membuat mereka jadi ikut menyusuri kisah hidup dan rahasia sang pujangga yang terkubur di kota Boston.

Ekspektasi:

Keseruan teka-teki bertema literatur, seluk beluk kota Boston, team work yang dipenuhi oleh karakter quirky, dan twist tak terduga di bagian akhir buku.

Kenyataan:

Ada beberapa petunjuk dan teka-teki yang lumayan seru dan mengasah otak, tapi kebanyakan buku ini justru berkutat di isu refleksi terhadap para karakternya, dan bagaimana perburuan ini mengubah hidup dan cara pandang mereka. Pelajaran yang diberikan oleh Vincent Pryce ternyata bukan hanya sekadar adu kecerdasan otak dan memecahkan petunjuk, tetapi justru berpikir lebih dalam tentang makna hidup dan identitas diri masing-masing.

Bukan buku yang buruk sih, hanya saja Tuesday Mooney, tidak seperti judulnya yang menggugah rasa ingin tahu, atau covernya yang intriguing, tidak bisa dikategorikan ke dalam buku sejenis The Westing Game, dan saya agak merasa tertipu karenanya. Buku ini penuh dengan kontemplasi tentang tujuan hidup, yang meski tidak terlalu preachy, kadang membuat saya tidak sabar karena saya hanya ingin action dan misteri.

Tuesday Mooney, sebagai karakter utama yang juga muncul di judul buku, kurang bisa menarik simpati saya. Karakternya yang “tidak biasa” (nggak suka bergaya/dandan, introvert, tertutup, punya trauma masa lalu), jadi terkesan basic justru karena terlalu ditekankan “ketidakbiasaannya”. Buat saya, alangkah lebih menariknya kalau Tuesday hanyalah seorang cewek biasa, yang justru menjadi luar biasa melalui perburuan ini.

Intinya, buku ini masih menyimpan lumayan banyak keseruan, tapi keseriusannya membuatnya menjadi agak pretensius, terutama karena saya dijanjikan misteri menarik alih-alih buku penuh kontemplasi dan refleksi hidup XD

Rating: 3/5

Recommended if you want to read about: treasure hunts, Boston, quirky characters, clues and mysteries, a bit of absurd plot.

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other subscribers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • The Secret History
    The Secret History
  • Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro
    Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro
  • The Monogram Murders by Sophie Hannah
    The Monogram Murders by Sophie Hannah
  • Puddin' by Julie Murphy
    Puddin' by Julie Murphy

Recent Comments

Puddin’ by Jul… on Dumplin’ by Julie M…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...