Tags
african american, america, campus life, contemporary, e-book, english, fiction, literature, man booker prize, popsugar RC 2022, race
Judul: Real Life
Penulis: Brandon Taylor
Penerbit: Riverhead Books (2020, Kindle edition)
Halaman: 335p
Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)
Buku ini sepertinya menjadi buku wajib bagi siapapun yang sedang berada di tengah pergumulan hidup, khususnya mahasiswa yang sedang berjuang meraih gelar PhD.
Wallace adalah seorang pemuda gay berkulit hitam yang berasal dari Alabama. Masa lalu yang keras membuat Wallace bertekad untuk pergi jauh dari rumahnya, dan setelah berjuang sana-sini, Wallace berhasil mendapatkan fellowship untuk program PhD di salah satu universitas di area Midwest.
Namun, Wallace ternyata tidak hanya mendapatkan tantangan dari penelitian sains yang rumit, melainkan juga dari intrik dan politik kampus dan lab yang rumit. Berhadapan dengan orang-orang rasis, baik dalam kapasitas profesional di lab (termasuk advisornya yang tidak pernah merasa rasis), maupun di lingkungan pertemanan. Yang lebih membuat Wallace sedih adalah tidak ada seorang pun teman yang bisa ia andalkan untuk mendukungnya. Mereka selalu diam dan membiarkan Wallace menghadapi perlakuan casual racism tersebut, atau berpura-pura bahwa hal itu benar-benar terjadi.
Di tengah kegalauannya, Wallace kerap menimbang pilihan yang ia miliki, dan betapa menyedihkannya saat ia sadar, pilihannya tidak banyak, dan sama suramnya. Ia tidak bahagia di lingkungan akademis yang amat sulit untuk orang kulit berwarna, namun ia juga tidak mampu membayangkan harus kembali ke “dunia nyata”, setelah sekian tahun berkutat dengan eksperimen di lab, dan mengandalkan uang beasiswa untuk memenuhi biaya hidupnya.
Real Life adalah buku yang penuh isu menarik, amat relevan dengan kondisi di Amerika saat ini, terutama di lingkungan akademis. Casual racism yang terjadi, yang tampak innocent, ternyata bisa bertumpuk menjadi beban yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Victim blaming juga banyak terjadi, terutama pada kaum minoritas yang dianggap tidak memiliki suara.
Namun, gaya penulisan Brandon Taylor kerap kali membuat saya agak kurang bisa menikmati buku yang masuk ke nominasi short list Booker Prize tahun 2020 ini. Kadang terlalu detail dalam menggambarkan atmosfir, namun seringkali mengulang detail tertentu (misalnya suara kicauan burung, udara panas saat summer, bau air danau), yang membuat saya bosan setengah mati.
Karakter Wallace pun digambarkan agak lemah, membuat saya jadi kurang semangat untuk mendukungnya. Apalagi beberapa keputusannya memang membuat kesal dan patut dipertanyakan. Mungkin saya memang kurang bisa berempati dengannya, sehingga tidak mengerti mengapa ia diam saja saat dituduh sebagai seorang mysoginist oleh rekan labnya yang memiliki masalah kejiwaan, alih-alih melawan dan membuktikan integritasnya. Mungkin faktor masa lalunya berkaitan erat dengan cara Wallace menghadapi masalah, namun sayangnya Brandon Taylor tidak mampu membuat saya bisa menghubungkan tragedi masa lalu Wallace dengan kondisinya saat ini, karena terlalu sibuk menuliskan detail-detail atmosfer dan metafora lingkungan yang membuat pembaca kehilangan fokus.
Bagaimanapun, Real Life tetap merupakan buku penting, Own Voice yang patut mendapat perhatian. Mudah-mudahan buku Taylor selanjutnya lebih mampu memikat saya.
Rating: 3/5
Recommended if you want to read about: academic life, Black experience, Own Voice, characters with scientific background, niche atmosphere
Submitted for: