• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2023
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • Popsugar Reading Challenge 2022
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: fantasi

The Meanest Doll in the World by Ann M Martin and Laura Godwin

18 Tuesday Jul 2017

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 1 Comment

Tags

adventures, bbi review reading 2017, children, english, fantasi, illustrated, popsugar RC 2017, secondhand books, series

Judul: The Meanest Doll in the World

Penulis: Ann M Martin and Laura Godwin

Ilustrator: Brian Selznick

Penerbit: Hyperion Books for Children (2003, first edition)

Halaman: 260p

Beli di: Anastasia BBI (IDR 100k)

Setelah berkenalan di buku pertama dengan keluarga Doll dan keluarga Funcraft, yaitu para boneka yang tinggal di rumah keluarga Palmer di Amerika, kini saatnya kita bertemu kembali di petualangan terbaru mereka.

Kali ini, suatu kejadian membawa Annabelle Doll dan Tiffany Funcraft berpetualang ke luar rumah keluarga Palmer. Tidak tanggung-tanggung, mereka tersesat ke sekolah Kate dan bahkan terbawa oleh teman Kate ke rumahnya.

Petualangan seru ini berubah menjadi mengerikan saat Annabelle dan Tiffany bertemu dengan boneka serta mainan lain di rumah itu, yang tampak ketakutan karena teror yang dilakukan oleh boneka kejam bernama Mimi. Mimi adalah sosok bully yang gemar menindas mainan serta boneka lain yang lebih lemah darinya.

Annabelle dan Tiffany pun tidak punya pilihan lain selain membantu para boneka menghadapi Mimi, sambil mencari jalan untuk kembali ke rumah keluarga Palmer. Namun mereka tidak menyangka sama sekali kalau Mimi berniat memperlebar terrornya mengikuti mereka!

Serial Doll People ini masih tetap menyenangkan dan seru seperti sebelumnya. Kini petualangan bahkan diperluas hingga ke luar rumah keluarga Palmer, dari mulai di sekolah Kate sampai ke rumah temannya, menciptakan suasana berbeda sehingga kisahnya tidak menjadi membosankan.

Hanya saja memang ada bagian-bagian tertentu dari buku ini yang mengingatkan saya dengan film Toy Story 3. Teror yang ditebarkan Mimi terasa familiar dengan Lotso Huggin Bear di film tersebut, lengkap dengan geng nya yang menyebalkan. Hanya saja, Toy Story 3 dibuat setelah buku ini diterbitkan- jadi mungkin justru film tersebut yang sedikit mendapat inspirasi dari buku ini? Atau mungkin semuanya hanya kebetulan semata 😊

Ilustrasi Brian Selznick tetap menjadi jagoan dari buku ini, dan tanpa ilustrasinya mungkin Doll People tidak akan semenarik atau seseru ini. Saya sendiri masih tetap bersemangat untuk meneruskan kisah-kisah para boneka ini selanjutnya.

Submitted for:

Category: A book with multiple authors

Kategori: Children Literature

Sang Putri dan Sang Pemintal by Neil Gaiman

21 Sunday May 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 1 Comment

Tags

bbi review reading 2017, comic/graphic novel, fairy tales, fantasi, fiction, Gramedia, illustrated, popsugar RC 2017, terjemahan

Judul: Sang Putri dan Sang Pemintal

Penulis: Neil Gaiman

Ilustrasi: Chris Riddell

Penerjemah: Nina Andiana

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017)

Halaman: 72p

Beli di: @HobbyBuku (IDR 52k)

Bagaimana bila Neil Gaiman, master of storytelling, bermain-main dengan dongeng yang sudah kita kenal, namun memberinya twist ending yang dark dan tak terduga?

Hasilnya adalah buku dongeng menakjubkan yang penuh kejutan. Dilengkapi dengan ilustrasi keren dari Chris Riddell, buku ini memiliki aura Gaiman yang kental.

Kisahnya merupakan gabungan dari Snow White dan Sleeping Beauty, tapi bukan Neil Gaiman namanya kalau tidak bisa memberi sentuhan yang tidak biasa.

Seribu tahun silam, penyihir jahat mengutuk putri raja cilik yang cantik. Di usia 18, sang putri aka  tertusuk pemintal yang membuatnya tidur selamanya. Sampai ada pangeran menyelamatkannya dan membangunkannya dari tidur abadi.

Tapi menurut Neil Gaiman, “Saya tidak begitu suka dengan cerita yang wanita-wanitanya diselamatkan pria.”

Maka hadirlah Ratu dari kerajaan jauh, yang memiliki teman-teman kurcaci. Bersama-sama mereka menempuh perjalanan panjang untuk menyelamatkan sang putri. Namun kisah ini tidak sesederhana kelihatannya. Karena yang terlihat belum tentu merupakan yang sebenarnya terjadi.

Saya menikmati kisah ini dengan segala keabsurdannya. Namun yang menarik perhatian saya justru label “NOVEL DEWASA” di bagian belakang buku, yang diletakkan dengan cukup mencolok oleh sang penerbit. Padahal, waktu saya cek di Goodreads, buku ini lebih dikategorikan ke dalam “Young Adult” dan bukan “Adult” fiction. Selidik punya selidik, ternyata karena ada satu ilustrasi cukup besar yang menampilkan adegan mesra antara dua perempuan. Oh well, mungkin daripada diprotes, GPU memutuskan untuk melabeli buku ini sebagai novel dewasa, ya 🙂

Anyway – saya berharap Gaiman akan terus menulis kisah-kisah dongeng twisted seperti ini, di sela-sela produktivitasnya menerbitkan novel-novel fantasi dewasa maupun anak-anak.

Submitted for:

Category: A book with pictures

Kategori: Graphic Novels & Comic Books

 

 

The Princess Bride by William Goldman

14 Tuesday Mar 2017

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 1 Comment

Tags

adventures, bbi review reading 2017, english, fantasi, fantasy, fiction, popsugar RC 2017, romance, story within story, young adult

Judul: The Princess Bride

Penulis: William Goldman

Penerbit: Bloomsbury (1999, first published in 1973)

Pages: 399p

Beli di: The Book Depository (USD 9.68)

Secara garis besar, buku ini tidak ada bedanya dengan kisah-kisah fairy tale kebanyakan:

Buttercup adalah gadis tercantik di dunia yang baru menyadari (dalam semalam) kalau ia amat mencintai pemuda yang bekerja di pertanian orang tuanya. Pemuda itu, yang bernama Westley, memutuskan untuk mengembara ke Amerika untuk mencari uang, dan akan kembali untuk meminang Buttercup saat ia sudah sukses.

Yang menyedihkan, Westley dikabarkan tidak selamat dalam pelayarannya ke Amerika, karena ditangkap dan dibunuh oleh bajak laut kejam, Dread Pirate Roberts. Buttercup yang patah hati memutuskan untuk tidak akan pernah jatuh cinta lagi.

Maka, ketika Prince Humperdinck yang sedang mencari istri akhirnya melamar Buttercup, Buttercup menurut saja demi alasan praktis, dan bukan karena cinta. Hanya saja, menjelang pernikahannya dengan pangeran, Buttercup diculik oleh tiga orang misterius: seorang pemain pedang asal Spanyol, raksasa dari Turki, dan pemimpin mereka, orang Sicilia yang licik.

Belum hilang ketakutan Buttercup, di tengah penculikan tersebut, ada sesosok pria bertopeng dengan pakaian hitam-hitam yang ternyata juga ingin menculiknya. Siapakah sosok pria itu dan apa hubungannya dengan masa depan Buttercup? Silakan baca sendiri ya, sebelum saya menulis terlalu banyak spoiler 😀

Sekilas, kalau hanya dibaca begitu saja, memang Princess Bride ini tampak seperti kisah dongeng yang klise- dengan unsur percintaan, petualangan dan intrik penuh kejutan yang tipikal di kisah lain yang sejenis.

Namun, William Goldman- dengan segala ke-witty-annya, berhasil mengemas The Princess Bride menjadi sebuah modern klasik yang melambangkan parodi dalam esensi yang amat cerdas.

Awalnya saja sudah unik. Goldman memasukkan unsur kehidupan pribadinya dalam buku ini- seolah-olah, Princess Bride adalah buku favoritnya saat kecil yang ditulis oleh S. Morgenstern dan dibacakan oleh ayahnya ketika ia sakit pneumonia parah. Buku ini sangat berkesan sehingga Goldman memutuskan untuk menghadiahi anaknya sendiri The Princess Bride – namun ternyata, anaknya tidak suka sama sekali dengan buku tersebut. Selidik punya selidik, karena memang The Princess Bride adalah buku yang membosankan- (namun selama ini Goldman hanya tahu versi yang seru karena selalu dibacakan oleh ayahnya) dan hal ini membuat Goldman memiliki ide untuk menulis ulang buku tersebut dalam versi “abridge” – dan voila, inilah dia, The Princess Bride versi Goldman.

Yang menarik, tentu saja, di sela-sela kisah Princess Bride ala Morgenstern, terdapat sisipan komentar Goldman, yang tidak hanya kocak, tapi juga memberi warna tersendiri dalam buku ini. Begitu pula segala keluhannya tentang editor, penerbit, agen, dan seluk beluk dunia buku, yang konon, memang sengaja ditampilkan Goldman di sini untuk menyindir dunia perbukuan yang penuh intrik dan sering mengorbankan penulis.

Dan konon juga, segala predictability dari kisah Princess Bride (Buttercup yang layak disebut damsel in distress, Westley si prince charming yang serba sempurna, Prince Humperdinck yang evil, dan kisah “true love” yang disadari hanya dalam semalam), adalah usaha Goldman untuk mengolok-olok dan membuat parodi kisah tipikal ala fairy tale dan mengemasnya dalam suatu kisah cerdas yang memikat. Dan memang, kalau tidak jeli, mungkin kita tidak akan mengerti keisengannya ini, dan bisa saja malah membenci Princess Bride sepenuh hati karena kisahnya yang tipikal.

Kalau menurut saya, Princess Bride telah berhasil menciptakan genrenya sendiri, tak heran buku ini menjadi salah satu modern klasik yang sukses, bahkan sampai diadaptasi ke layar lebar dan sama suksesnya.

William Goldman dengan humornya yang witty dan kecerdasannya yang sangat kental nuansa sarkastik, telah berhasil menghidupkan kisah Princess Bride, dan bahkan tak sedikit para pembaca yang jadi penasaran, apakah S. Morgenstern adalah tokoh betulan? Apakah negara Florin memang ada di peta? Dan semua “fakta berbalut fiksi” yang disajikan Goldman dengan jenius dalam buku ini memang benar-benar bikin penasaran. Kudos to you, Sir!

Submitted for:

Category: A book that is a story within a story

Kategori: Fantasy Fiction

 

A Feast for Crows by George R.R. Martin

16 Thursday Feb 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

bbi review reading 2017, english, fantasi, fiction, movie tie in, series

a-feast-for-crowsJudul: A Feast for Crows

Penulis: George R.R. Martin

Penerbit: Bantam Books (2011 Mass Market Edition)

Halaman: 1058p

Gift from: Anggun (Markituka)

Buku ke-4 dari serial ikonik Game of Thrones ini langsung melaju pesat menyambung akhir kisah buku ke-3.  Perang 5 Raja sudah berada di ujung akhir, dan Westeros pun mulai berbenah menyambut era baru. Tapi apakah semuanya damai sejahtera? Ohoho, tentu saja tidak.

Di King’s Landing, adik Joffrey Baratheon, Tommen, yang belum lagi berumur 10 tahun, kini berkuasa menggantikan kakaknya. Ibunya, Cersei, tetap menjadi pemimpin yang sesungguhnya dan mengendalikan setiap keputusa Tommen. Namun, sifat Cersei yang over ambisius sekaligus paranoid, membuat Cersei kerap mengambil keputusan-keputusan bodoh, dibantu oleh para penasihatnya yang sama-sama tidak becus. Salah satu rencananya adalah menyingkirkan Margaery Tyrell, yang baru dinikahi Tommen. Cersei yakin Margaery akan merebut kekuasaan dari tangannya.

Sementara itu di daerah Riverland, akhir perang membawa kerumitan tersendiri, karena adanya pembagian dan perpindahan kekuasaan yang harus dilakukan. Termasuk di Riverrun, di mana paman Catelyn Stark masih berusaha mempertahankan kastil keluarga Tully. Jaime Lannister ditugaskan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, ditambah beberapa masalah pindah tangan kastil lainnya seperti Harenhall yang digosipkan berhantu.

Brienne of Tarth, yang di buku sebelumnya ditugaskan oleh Jaime untuk mencari keberadaan Sansa Stark, berkeliling di daerah Riverland, namun malah bertemu dengan orang-orang yang nantinya akan berperan banyak dalam pencariannya.

Beberapa peristiwa penting lainnya:

– Di daerah Iron Islands, setelah penguasa mereka Balon Greyjoy meninggal, diadakan pemilihan untuk mencari pengganti pucuk pimpinan Seastone Chair. Apakah adik-adik Balon, Victorion dan Crow’s Eye, atau anak perempuan Balon, Asha Greyjoy, yang akan memenangi pemilihan tersebut?

-Di Vale, Sansa yang menyamar menjadi anak Littlefinger yang bernama Alayne, bersembunyi dari dunia luar, namun harus mengeluarkan keberaniannya saat musim dingin semakin memuncak dan seluruh penghuni kastil Eyrie harus turun ke bawah dan bergabung bersama penduduk Vale yang lain.

-Arya mengungsi ke Braavos untuk mencari Jaquen H’ghar, namun malah bertemu dengan sebuah sekte yang pekerjaannya adalah menghilangkan nyawa orang-orang yang ingin meninggalkan kehidupan. Arya memutuskan untuk bergabung dengan mereka tanpa tahu apa yang menantinya di depan sana.

-Samwell Tarly diperintahkan Jon Snow untuk meninggalkan The Wall dan belajar ke Citadel untuk menjadi Maester. Pelayaran yang dialami Sam sangat berat, ditambah lagi ia harus mengurus Maester Aemon yang sakit keras dan Gilly serta bayinya yang baru pertama kali naik kapal.

– Di Dorne, ada pemberontakan yang sedang direncanakan oleh Putri Arienne, anak perempuan Prince Doran, yang ingin mengangkat Putri Myrcella (yang dijodohkan dengan adik laki-laki Arienne) menjadi penguasa Iron Throne menggantikan adiknya, Tommen.

A Feast for Crows memiliki keanehan: tidak menyinggung sama sekali kisah dari sudut pandang Jon Snow, Bran, Daenerys dan juga Stannis. Ke mana mereka semua? Apa yang terjadi?

Di bagian belakang buku, saya baru menemukan jawabannya dari sang penulis. Martin mengungkapkan bahwa awalnya ia menulis keseluruhan kisah buku ke-4 termasuk dari sudut pandang karakter-karakter yang saya sebut tadi. Tapi karena akhirnya buku tersebut menjadi terlalu panjang, Martin memutuskan untuk membaginya menjadi dua bagian: A Feast for Crows dan A Dance with Dragons. Ia memfokuskan buku Feast for Crows di daerah King’s Landing dan sekitarnya, dan akan membahas daerah-daerah lain termasuk The Wall dan Daenerys yang ada di seberang lautan di buku berikutnya.

Dampaknya cukup terasa sih. Menurut saya buku ini jadi agak lebih membosankan karena fokusnya yang terlalu sempit, dan sudut pandang karakter yang tidak sevariatif biasanya. Apalagi, banyak dari karakter yang dihilangkan tersebut justru memegang kunci cerita, seperti Daenerys dan Tyrion. Jadi berasa gantung juga, terpaksa menahan rasa penasaran ini sampai di buku selanjutnya.

Ditambah lagi, beberapa sudut pandang di buku ini benar-benar membuat saya darah tinggi dan semakin benci dengan beberapa karakter. Tidak seperti buku-buku sebelumnya, di mana saya bisa jadi bersimpati dengan Jaime dan Tyrion Lannister, di sini saya tidak bisa berkata hal yang sama saat membaca kisah dari sudut pandang Cersei Lannister atau Asha Greyjoy. Buat saya, mereka tetap sebitchy, bahkan lebih bitchy dari sebelumnya.

Tema feminis juga menjadi cukup kental di buku ini, dengan hadirnya beberapa tokoh perempuan super yang ingin membuktikan dirinya lebih hebat dari laki-laki. Sayangnya, saya tidak bisa bersimpati dengan mereka. Cersei, Asha dan Arianne adalah contoh beberapa perempuan gila kuasa yang rela menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka, yang hanya sekadar ingin membuktikan pengaruhnya kepada orang-orang sekitar. Simpati hanya bisa saya berikan pada Brienne of Tarth, yang di buku ini cukup mendapat porsi besar dan dibuat lebih manusiawi.

Saya jadi tidak sabar ingin membaca A Dance with Dragons yang sampai saat ini merupakan buku terakhir yang sudah diterbitkan dari serial ini. Tapi pertanyaannya: setelah Dragons, berapa lama lagi kita harus menunggu Martin menerbitkan buku selanjutnya?? Berapa lama lagi kita akan dibuat penasaran oleh sang penulis?

 

 

Un Lun Dun by China Mieville

07 Tuesday Feb 2017

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 1 Comment

Tags

BBI, bbi review reading 2017, english, fantasi, fiction, middle grade, popsugar RC 2017, rereading, steampunk

unlundunJudul: Un Lun Dun

Penulis: China Mieville

Penerbit: Macmillan Children’s Books (2008)

Halaman: 520p

Beli di: Borders Singapore (SGD 19.80)

Sebenarnya ini adalah reread. Saya membaca buku ini pertama kalinya tahun 2008, bahkan toko buku tempat saya membeli buku ini juga sudah tutup (RIP Borders, huhu). Tapi karena belum pernah saya review di sini, plus kebetulan buku ini cocok dengan salah satu kategori Popsugar Reading Challenge, jadi mariii kita baca ulang.

Un Lun Dun bercerita tentang petualangan dua anak perempuan, Zanna dan Deeba, yang karena satu dan lain hal bisa terdampar di sebuah kota yang berada di “bawah” kota London. Kota bernama UnLondon ini berisi segala jenis barang dan makhluk yang sudah “kadaluarsa” dan dibuang dari kota London, seperti payung rusak (yang disebut unbrella), rumah dari barang-barang bekas seperti TV atau komputer yang sudah jadul, dan ditempati oleh beragam makhluk mulai dari hantu, binatang menyerupai manusia atau manusia menyerupai binatang.

Zanna dan Deeba sangat terkejut karena ternyata penduduk UnLondon sedang berada dalam situasi gawat akibat serangan Smog, asap tebal dengan otak cerdas yang bertekad akan menguasai UnLondon, dan mereka menunggu-nunggu Zanna yang mereka sebut sebagai Schwazzy, atau “The Chosen One”, untuk menyelamatkan mereka berdasarkan ramalan yang mereka percayai.

Meski ada kejadian yang tidak menyenangkan menimpa Zanna, namun Deeba terpanggil untuk tetap menolong penduduk UnLondon, apalagi setelah ia mendapatkan teman-teman baru di sana, termasuk Kondektur Jones yang dulunya adalah penduduk kota London, Obaday Fing si penjahit baju spesialis dari bahan buku dan kertas, Hemi si manusia setengah hantu, juga Curdle, kotak susu yang sudah seperti hewan peliharaan.

Deeba tahu, menyelamatkan UnLondon berarti harus mempertaruhkan keselamatannya dan teman-temannya, namun ia bertekad akan mengalahkan Smog, apalagi setelah ia mengetahui satu fakta mengejutkan tentang Smog dan UnLondon yang juga mengancam kehidupannya di London.

Seruuu, itu adalah kesan pertama saya terhadap buku ini. Un Lun Dun merupakan kisah fantasi yang dipenuhi oleh imajinasi liar, mengingatkan saya dengan kisah City of Dreaming Books atau Neverwhere-nya Neil Gaiman. Katanya sih, Mieville memang terinspirasi dari kisah Neverwhere saat menulis buku ini, namun menargetkan anak-anak sebagai pembacanya.

Saya suka dengan penggambaran setting kota UnLondon yang bisa saya bayangkan dengan mudah. Karakter-karakter pendukungnya juga diangkat dengan cukup baik, memiliki peran yang seimbang dan bukan hanya tempelan saja. Deeba sendiri merupakan karakter yang mudah disukai dan bisa menjadi role model untuk anak-anak perempuan. Selingan ilustrasi di sana-sini juga membuat buku ini terasa semakin enak untuk diikuti.

Banyak review yang menyatakan kalau plot Un Lun Dun lemah dan merupakan salah satu kisah yang paling tidak meyakinkan dibanding kisah-kisah lain karya China Mieville. Tapi karena saya belum pernah membaca buku Mieville lainnya, mungkin ekspektasi saya jadi tidak terlalu tinggi sehingga mudah untuk dipuaskan.

Ending Un Lun Dun sendiri sebenarnya membuka peluang untuk sekuel bahkan serial. Tapi surprisingly Mieville belum menunjukkan tanda-tanda ke arah sana sampai saat ini karena Un Lun Dun masih merupakan standalone.

Submitted for:

Category: A Steampunk Novel

Category: A Steampunk Novel

 

Kategori: Fantasy Fiction

Kategori: Fantasy Fiction

The Girl of Ink & Stars by Kiran Millwood Hargrave

17 Thursday Nov 2016

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 1 Comment

Tags

adventures, children, cover lust, debut, english, fantasi, fiction, middle grade

girl-of-ink-starsJudul: The Girl of Ink & Stars

Penulis: Kiran Millwood Hargrave

Penerbit: Chicken House (2016)

Halaman: 228p

Beli di: Book Depository (IDR 103k)

Kisah ini terjadi di sebuah pulau bernama Joya. Duluuuu sekali, Joya adalah tempat yang menyenangkan. Pulau ini selalu berpindah-pindah tempat, mengapung di lautan, tak pernah ada hari yang membosankan dari kehidupan di sana. Terdiri dari hutan, sungai, pantai dan beberapa desa yang penduduknya ramah-ramah, Joya bisa dikatakan menyerupai Taman Firdaus.

Namun, suatu hari Pulau Joya berhenti bergerak. Kehidupannya menjadi suram. Menurut legenda, ini karena adanya makhluk mengerikan bernama Yote yang menginginkan Joya untuk dikuasainya sendiri.

Sejak saat itu, Joya menjadi pulau yang menyedihkan, terlebih setelah kedatangan seorang Gubernur lalim yang mengisolasi Joya dari dunia luar, bahkan melarang hubungan antar desa dan mengklaim daerah-daerah di luar perbatasan sebagai daerah yang terlarang.

Isabella adalah anak seorang pembuat peta yang tinggal di desa Gromera yang dikuasai oleh sang Gubernur. Ia bersahabat dengan Lupe, anak Gubernur tersebut yang baik hati, tidak seperti ayahnya.

Keinginan terbesar Isa adalah bisa memetakan seluruh Pulau Joya, bahkan bagian-bagiannya yang dinyatakan sebagai daerah terlarang, karena memang, belum ada satu pun peta yang berhasil menggambarkan keseluruhan Pulau Joya. Namun ia tahu, cita-citanya itu bisa dikatakan mustahil, terlebih selama Gubernur masih berkuasa.

Suatu hari, insiden menghampiri kehidupan Isa saat Lupe tiba-tiba menghilang. Isa bertekad untuk mencari Lupe, meskipun itu berarti ia harus pergi menghampiri tempat-tempat yang selama ini terlarang baginya.

Mengandalkan kemahirannya membaca dan membuat peta, Isa pun terjun ke dalam petualangan tak terlupakan di Pulau Joya. Namun- siapa yang menyangka, pencarian tersebut berubah menjadi petualangan yang menyeramkan, ketika tiba-tiba saja Yote si makhluk dari legenda Joya muncul kembali?

The Girl of Ink & Stars adalah jenis buku petualangan fantasi untuk middle grade yang menyenangkan, seru, dan memiliki setting yang amat menarik. Tidak seperti kebanyakan fantasi middle grade, pengembangan karakter di buku ini dilakukan dengan cukup serius.

Isabella bukan sekadar tipikal karakter anak perempuan yang berani dan nekat, tapi punya flaws sendiri: tidak percaya diri, ragu-ragu, dan suka menyimpan ketakutan. Namun ia optimistis dan setia kawan, dan nilai-nilai itulah yang semakin ditunjukkan selama petualangannya berlangsung.

Saya juga suka dengan karakter-karakter pendukung di buku ini, terutama Lupe sahabat Isa. Karakternya bukan stereotype anak orang kaya yang menyebalkan, tapi memiliki kelebihan-kelebihan yang membuat persahabatannya dengan Joya semakin unik.

Buku ini juga memiliki ending yang pas menurut saya, tidak terlalu diburu-buru dan penyelesaiannya pun cukup realistis (untuk ukuran buku fantasi, hahaha).

The Girl of Ink & Stars adalah karya debut yang menjanjikan dari penulisnya, dan saya berharap akan mendengar lebih banyak lagi tentang karya-karya Kiran Millwood Hargrave. Sepertinya sekuel tentang Joya dan petualangan Isabella masih mungkin akan terdengar kembali 🙂

 

Harry Potter and The Cursed Child by John Tiffany and Jack Thorne

22 Monday Aug 2016

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ 1 Comment

Tags

british, children, english, fantasi, fiction, play, series

cursed child

Title: Harry Potter and The Cursed Child

Writers: John Tiffany and Jack Thorne (based on J.K Rowling’s original story)

Publisher: Arthur A. Levine Books (Special Rehearsal Edition Script, 2016)

Page: 327p

Bought at: Amazon (USD 17, bargain, thanks MacKenzie!)

This is perhaps one of the most anticipated books of the year, especially for all Potterheads out there. It’s claimed as the 8th book of Harry Potter and started just as the 7th book finished.

For you who always wonder what happens after Harry took his children to Hogwarts Express that day, this book is like the answer to your prayers.

I was very excited myself. But after reading it – I was torn.

First of all, I am a true Potterhead and I eat everything Rowling could offer to satisfy my hunger of this world: from short stories in Pottermore to the latest tweets and discussions about Harry Potter, just count me in. I love to speculate, dream and think about Harry and his friends and the world that awaits them post Voldemort’s defeat.

This book though- I’m not too sure about it. Even though I jumped right ahead and asked my friend in the US to order it for me (using her Amazon Prime too, so it comes with discount)- I still felt unsure whether I would like it or not, maybe because it reminds me a lot of all Hollywood flicks that have too many sequels.

The story itself is pretty decent- not mind-blowing, but still OK. Just like its title showed, this is a book about Harry’s second child, the one with very assuming name: Albus Severus Potter. Albus, unlike Harry’s first child James (of course), is an introvert, gloomy child who always feels he doesn’t live up to Harry’s (and other people’s) expectations. Of course this could be just a middle child problem (shout out to all middle kids out there!), but considering he’s the son of Harry Potter, Albus loves to spice things up a bit and creates more problems than it was necessary.

First of all: Albus doesn’t belong in Gryffindor. Then, his best friend is Draco Malfoy’s son, Scorpius. Albus can’t play Quidditch and in general, he hates Hogwarts. So it’s not a very original idea when he asked Scorpius to runaway from Hogwarts Express on their third year, go to steal an illegal Time Turner that Ministry of Magic just discovered, using it to go back to the past to save Cedric Diggory based on Cedric’s father’s plea, and basically make the magic world great again. They were accompanied by Cedric’s cousin, a mysterious older girl named Delphi.

But -as Hermione, the current Minister of Magic- could tell you, using a Time Turner is very dangerous, tricky, and life consuming. Albus and Scorpius are only two kids playing with something that they don’t understand, and they traveled back and forth in time, just to find out every time they are back to present day, something terrible has happened and they have changed the magic world into crazy alternate universe.

The craziest thing happened when Albus and Scorpius realized that they actually become the tools for Dark Magic and Voldemort to be back in power. Now it depends on their wits how to ask for help from their parents to save them from the past and the darkest thing that loomed over them.

To tell you the truth, my opinion is probably a bit biased because I am not a fan of script plays. I love watching plays, but to read it as a script- I can’t enjoy it that much. So the format of this story is a bit annoying for me and maybe even influence me to take one star out from it.

But- aside from the play format- considering this is a Harry Potter story (even though it’s not written by Rowling herself)- the plot and twists are very bland and predictable. No surprises at all, I can guess the villain since the beginning (just as you all have, I’m sure). And the pace, because this is a play- is not familiar to me- I missed all the crafted details that Rowling loved to share in the seven books she has written.

The characters are also a bit disappointing. Considering 19 years have passed since the end of Deathly Hallows, of course so many things have happened in between- change of characters, different occupations, new families and friends- but since we haven’t been given the opportunities to learn them all, and without any background context, we were forced to just accept some weirdness and unexplainable things here: how Malfoy changed so much, her wife’s story, Ron’s quirkiness because apparently he took over the Weasley’s joke shop? – and I just can’t related with them, the friends that I’ve known since years and years ago.

I think I can enjoy this story more if I treated it a bit differently, for example, not thinking about it as the 8th book, but a different and separate story altogether. But it’s hard, because most of the characters are the same and even the timeline itself is a continuation from the end of the previous book. This feels like a fan fiction for me, the one with super serious treatment and fortunate enough to go international 🙂

Perhaps, if I am very lucky to watch the show one day, I would have a different opinion. But until then, I think I’ll have to forget about this cursed child for a while 😀

Check out this link to learn about the play casts!

 

A Storm of Swords by George R.R.Martin

16 Tuesday Aug 2016

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

adventures, bargain book!, english, epic, fantasi, fiction, secondhand books, series

a storm of swordsJudul: A Storm of Swords (A Song of Ice and Fire #3)

Penulis: George R.R. Martin

Penerbit: Bantam Books Mass Market Edition (2011)

Halaman: 1177p

Beli di: The Last Bookstore (USD 5, bargain!)

Buku ketiga dari serial A Song of Ice and Fire, atau yang lebih dikenal dengan Game of Thrones, merupakan buku yang paling gila namun sekaligus terbaik yang saya baca sejauh ini. Meski diawali dengan agak slow, namun sebelum pertengahan buku kisah berubah cepat, penuh kejutan, tragedi, dan drama yang membuat saya tidak rela meninggalkannya meski saya tahu mata saya sudah tidak kuat menahan kantuk, atau saya sudah terlambat berangkat ke kantor. Seheboh itulah George R.R. Martin berhasil mempengaruhi hidup saya- satu hal yang sudah cukup lama tidak saya rasakan dari sebuah buku- setidaknya sejak Harry Potter berakhir.

Perang antara ke-5 raja (dan ratu) berlangsung semakin sengit, masing-masing pihak mengalami kemenangan dan kekalahan yang sama banyaknya. Joffrey Baratheon masih duduk di Iron Throne, didampingi oleh ibunya yang kejam, Cersei, dan kakeknya Tywin Lannister. Sementara itu, Tyrion Lannister si kerdil mantan penasihat Joffrey berangsur-angsur pulih dari cedera berat yang ia alami di pertempuran Blackwater di buku kedua, namun ia sudah tertinggal banyak langkah di permainan para raja ini.

Robb Stark masih terus berlaga di area Utara, tapi suatu blunder yang ia lakukan harus ia bayar dengan mahal. Sementara Catelyn, ibunya, masih berduka akan kehilangan demi kehilangan yang terus ia alami, sehingga mengambil tindakan gegabah, melepaskan Jaime Lannister tawanan mereka dengan harapan puteri-puterinya yang ditahan Joffrey di King’s Landing bisa dikembalikan kepadanya.

Selain perseteruan antara para raja di Seven Kingdoms, buku ini juga menyajikan konflik yang semakin seru di dunia luar. Ada Daenerys Targaryen, keturunan terakhir keluarga Raja Targaryen yang terus memperkuat pasukannya, termasuk ketiga naganya yang telah tumbuh dewasa. Dany semakin siap untuk masuk ke kancah peperangan, namun sebelum ia bertolak ke Westeros, ia bertekad akan membereskan banyak kekacauan di kota-kota yang ia lalui di sepanjang perjalanannya. Dany juga harus mulai memilih siapa sekutu yang benar-benar bisa ia percaya untuk terus mendampinginya.

Sementara itu jauh di Utara, di balik the Wall yang super dingin dan beku, Jon Snow -sesuai instruksi dari Halfhand di buku kedua- menyusup masuk ke kelompok wildlings, atau para penduduk liar yang selama ini bermukim di luar Wall, untuk mencari tahu apa rencana mereka sesungguhnya: menyerbu the Wall untuk menguasai Seven Kingdoms, atau ada tujuan lain yang lebih menyeramkan? Tugas Jon sangatlah berbahaya, dan mendatangkan banyak godaan yang membuatnya berpikir ulang tentang sumpah yang sudah ia ucapkan saat dilantik menjadi Night Watch.

The Others, makhluk mengerikan yang bergentayangan di dunia luar tembok, kini berkembang semakin banyak dan siap menyerbu ke arah Seven Kingdoms- namun apakah ada yang peduli? Karena para raja sepertinya lebih tertarik pada perebutan kekuasaan di antara mereka.

Seperti biasa, Martin sangat piawai membawa pembacanya terjun bebas langsung ke realm ciptaannya ini, dan bergabung bersama puluhan karakter yang seolah kita kenal dekat satu per satu. Hanya Martin lah yang mampu membuat saya benci berat pada seorang karakter, namun di saat berikutnya bisa bersimpati padanya. Siapa yang menyangka kalau saya bisa memiliki setitik saja simpati untuk Jaime Lannister- dan bahkan menjadikan Tyrion si Imp sebagai salah satu favorit saya?

Siapa juga yang bisa menyangka kalau di pertengahan kisah, saya sudah hampir melempar buku tebal ini ke seberang ruangan- saking bencinya dengan si penulis dan plot mengerikan yang ia sajikan secara mendadak di depan mata saya- namun beberapa saat kemudian, saya bisa langsung masuk kembali ke dalam kisah dan tak mau lepas darinya?

Martin berhasil memukau saya. Meski masih ada beberapa adegan yang cukup berlarut-larut, terutama bagian Sansa Stark dan Arya Stark, tapi sebagian besar plot tidak terbuang sia-sia. Semuanya perlu, setiap tetes darah dan adegan gory, setiap percakapan yang kadang lucu sarkastik dan kadang puitis penuh makna- Martin adalah masternya storytelling. Saya sendiri sudah tidak bisa menduga lagi akan dibawa ke mana oleh sang master, dan satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah menurut saja seolah barisan kata yang ditulis oleh Martin adalah seutas tali yang menuntun saya ke tempat misterius .

Now off to the bookstore to buy the 4th book please!

The BFG by Roald Dahl

29 Friday Jul 2016

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 4 Comments

Tags

bbiholiday, british, children, classic, fantasi, fiction, Gramedia, Posting Bareng BBI 2016, terjemahan

bfg

Lokasi: Pesca Ice Cream, Jakarta Barat

Judul: The BFG

Penulis: Roald Dahl

Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2010)

Halaman: 200p

Part of Boxset Roald Dahl

Suatu malam, Sophie yang tinggal di sebuah panti asuhan di Inggris melihat pemandangan paling mengerikan dalam hidupnya: sesosok raksasa! Karena Sophie menangkap basah si raksasa berkeliaran di desanya, ia pun diculik oleh raksasa tersebut dan dibawa ke negeri para raksasa.

Untunglah, raksasa yang menculiknya ternyata adalah si BFG, atau Big Friendly Giant! BFG adalah satu-satunya raksasa baik hati yang tidak pernah memakan manusia. Namun, BFG bercerita pada Sophie tentang para raksasa lain yang gemar makan manusia, terutama anak-anak, dan rencana gila mereka untuk melahap habis anak-anak di seluruh dunia, termasuk di Inggris!

Sophie dan BFG kemudian menyusun strategi dan rencana yang besar dan nekat untuk menggagalkan niat para raksasa jahat. Rencana itu melibatkan perjalanan ke London, mengatur mimpi ratu Inggris (melalui alat penangkap mimpi BFG), serta penyergapan besar-besaran. Berhasilkah Sophie dan BFG menyelamatkan nyawa anak-anak dari santapan raksasa?

Seperti biasa, buku Roald Dahl selalu penuh imajinasi, detail-detail gory namun seru (terutama fakta bahwa raksasa-raksasa ini gampang saja mencomot anak-anak dan menyantap mereka bulat-bulat!), dan ending yang out of the box.

Penerjemah buku ini, Poppy Chusfani, juga berhasil menerjemahkan segala istilah aneh (terutama gaya bicara BFG yang sering salah menggunakan kata-kata) dengan pas dan tepat. Hasilnya masih tetap kocak dan mudah dimengerti. Saya sendiri sempat ketawa-ketawa sendiri beberapa kali saat membaca bagian dialog nggak nyambung antara BFG dengan Sophie yang cerdas.

Yang pasti, BFG adalah salah satu dari buku klasik Dahl (pertama kali diterbitkan tahun 1982) yang selalu direkomendasikan oleh pencinta karyanya. Terlebih lagi, film BFG sudah tayang di musim panas ini, dengan sutradara Steven Spielberg. Nggak sabar pingin nonton 😀

Submitted for:

Banner Posbar 2016

Peter Nimble and His Fantastic Eyes by Jonathan Auxier

18 Monday Jul 2016

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 1 Comment

Tags

adventure, bahasa indonesia, BBI, children, fantasi, fiction, Gramedia, middle grade, Posting Bareng BBI 2016, series, terjemahan

peter nimble

Lokasi: Teras rumah, Jakarta 🙂

Judul: Peter Nimble and His Fantastic Eyes (Peter Nimble dan Mata Ajaib)

Penulis: Jonathan Auxier

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2014)

Penerjemah: Rosemary Kesauly

Halaman: 432p

Beli di: Hobby Buku (IDR 75k. Disc 25%)

Hidup Peter Nimble sejak kecil selalu penuh penderitaan. Ia ditemukan dalam keadaan buta sejak bayi, matanya dipatuk oleh burung gagak. Kemudian ia dipungut oleh Mr. Seamus, penjahat menyebalkan dan sadis yang melatihnya menjadi seorang pencuri andal. Peter tumbuh besar di kota pelabuhan, bertahan hidup dengan mencuri dan tinggal di bawah kekuasaan Mr. Seamus.

Namun hidup Peter berubah total saat ia bertemu seorang pedagang keliling yang memiliki sebuah kotak misterius. Kotak tersebut seolah memanggil-manggil Peter untuk dicuri, dan Peter tak kuasa menolak panggilan itu. Ternyata, kotak yang berisi tiga pasang mata ajaib ‎malah membawa Peter ke dalam petualangan paling seru yang akan mengubah hidupnya.

Karena kotak itu, Peter terdampar di sebuah pulau terpencil, dan bersama dengan Sir Tode, Ksatria yang dikutuk memiliki tubuh setengah binatang dan setengah manusia, ia mendapat perintah khusus dari seorang Profesor misterius untuk menyelamatkan penduduk sebuah kerajaan antah-berantah yang membutuhkan bantuan.

Kerajaan itu sudah sangat lama berada di bawah pemerintahan raja palsu yang kejam, dan kini terserah pada Peter dan Sir Tode untuk bisa membebaskan kerajaan tersebut dari sang raja lalim. Seiring perjalanannya, Peter dan Sir Tode menemui beragam petualangan, kejadian mencekam, karakter-karakter aneh yang akan menjadi musuh dan kawan, serta tentu saja- makna persahabatan sejati.

Peter Nimble dan Mata Ajaib merupakan buku anak-anak (middle grade) yang berhasil memenuhi seluruh checklist untuk sukses di genrenya. Karakter yang unik, petualangan seru, setting yang menggugah imajinasi (mulai dari padang pasir tandus sampai kerajaan cantik namun penuh monster), dan juga twist di sepanjang buku. Meski saya sudah bisa menebak twistnya setelah pertengahan buku, tapi perjalanan menuju akhir kisah tetap bisa saya nikmati karena memang Jonathan Auxier mampu memberikan deskripsi yang hidup terhadap adegan-adegannya.

Saya juga menyukai persahabatan antara Peter dan Sir Tode yang super kocak, sedikit mengingatkan saya dengan hubungan Shrek dan Donkey. Beberapa adegan dan dialog mereka benar-benar sanggup membuat saya tertawa-tawa sendiri, satu hal yang agak jarang saya lakukan saat membaca buku anak yang biasanya humornya agak terlalu childish. Satu lagi, saya suka penggambaran karakter Peter Nimble, yang meski merupakan karakter utama cerita ini, namun tidak terlepas dari flaws dan berbagai kelemahan. Auxier mampu menyeimbangkan peran dari para karakter pembantu, sehingga Peter tidak menjadi one man show di buku ini.

Highly recommended for all children book lovers!

Sequel:

Berita menyenangkan datang dari Jonathan Auxier tentang sequel kisah Peter Nimble yang berjudul Sophie Quire and The Last StoryGuard. Pastinya masih dipenuhi oleh berbagai petualangan yang khas Peter Nimble dan Sir Tode, apalagi kali ini tema kisah akan berkisar seputar buku! Semoga saja sequel ini akan segera diterjemahkan juga oleh GPU 🙂

Submitted for:

Banner Posbar 2016

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other subscribers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • The Secret History
    The Secret History
  • Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro
    Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro
  • The Monogram Murders by Sophie Hannah
    The Monogram Murders by Sophie Hannah
  • Puddin' by Julie Murphy
    Puddin' by Julie Murphy

Recent Comments

Puddin’ by Jul… on Dumplin’ by Julie M…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...