• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2018
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian
  • What’s in a Name 2018

~ some books to share from my little library

Tag Archives: classic

The Halloween Tree by Ray Bradbury

06 Tuesday Nov 2018

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

children, classic, english, fiction, halloween, horror, popsugar RC 2018, secondhand books, spooky

Judul: The Halloween Tree

Penulis: Ray Bradbury

Penerbit: Yearling (2001, first published in 1972)

Halaman: 145p

Beli di: Better World Book (USD 5.48)

Semoga belum terlalu terlambat posting buku bertema Halloween, sementara sekarang sudah bulan November 🙂

The Halloween Tree berkisah tentang malam Halloween di suatu kota kecil di Amerika. Sekelompok anak laki-laki sudah amat bersemangat ingin menghabiskan malam penuh petualangan tersebut, lengkap dengan kostum mereka masing-masing, mulai dari tengkorak, mummy, sampai dewa kematian.

Namun ada satu yang kurang: sahabat mereka, Pip, tidak tampak di mana-mana. Padahal biasanya Pip lah yang paling bersemangat ber -trick or treat di malam Halloween. Ketika disambangi ke rumahnya, Pip nampak kurang sehat, dan menyuruh teman-temannya bertemu dengannya di rumah tua di pinggir kota.

Ketika anak-anak tersebut tiba di rumah tua angker di pinggir kota, bukan Pip yang mereka jumpai, melainkan sesosok makhluk aneh dan sedikit menyeramkan bernama Carapace Clavicle Moundshroud. Ia berjanji akan membawa mereka ke tempat Pip berada, meski mereka harus menempuh perjalanan yang berbahaya.

Dan mulailah petualangan hari Halloween yang tak terlupakan bagi mereka: menyusuri sejarah Halloween, melihat legenda dan mitos tentang kematian dari berbagai belahan dunia. Bagaimana penguburan dilakukan di Mesir, dewa-dewa kematian yang muncul dan disembah silih berganti di benua Eropa, serta asal muasal berbagai kostum yang mereka kenakan malam itu. Dan di sela-sela pengalaman menakjubkan tersebut, mereka selalu melihat Pip sekilas, namun tak pernah berhasil membawanya pulang, hingga di akhir perjalanan, ketika mereka harus mengambil sebuah keputusan penting yang akan mengubah hidup mereka- dan nasib Pip.

The Halloween Tree adalah buku klasik yang menyenangkan, pas banget dibaca bareng anak-anak menjelang Halloween. Kisahnya spooky tapi tidak terlalu menakutkan sampai bikin trauma (terutama buat orang penakut seperti saya, haha), dan unsur sejarah, legenda dan mitos di dalamnya benar-benar menambah pengetahuan tentang asal usul Halloween serta tradisi dan pandangan tentang kematian dari berbagai budaya.

Memang bahasanya sendiri (seperti juga buku Fahrenheit 451 yang pernah saya baca) terbilang cukup njelimet untuk ukuran buku anak-anak. Banyak deskripsi panjang dengan vocab yang lumayan susah, tapi sebenarnya cukup menarik juga untuk belajar kata-kata baru. Yang pasti, butuh kesabaran yang lumayan juga untuk menikmati buku ini, meski pada akhirnya kisahnya cukup enjoyable dan memorable.

Submitted for:

Category: A book about or set on Halloween

Advertisements

The Mystery of the Blue Train by Agatha Christie

19 Friday Oct 2018

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, bahasa indonesia, british, classic, fiction, mystery, popsugar RC 2018, terjemahan, thriller

Judul: The Mystery of the Blue Train (Misteri Kereta Api Biru)

Penulis: Agatha Christie

Penerjemah: Ny. Suwarni A.S.

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2014, cetakan ke-9)

Halaman: 376p

Beli di: HobbyBuku (bagian dari bundel Agatha Christie)

Seumur hidupnya, Katherine bekerja keras menjadi pendamping wanita tua dan orang sakit. Namun nasib baik menghampirinya saat ia mendapatkan warisan yang lumayan dari wanita tua yang ia dampingi selama 10 tahun terakhir. Katherine bertekad ingin menggunakan uangnya untuk bepergian melihat-lihat tempat yang belum pernah dikunjunginya.

Perjalanan ke Riviera dengan Kereta Api Biru menjadi pilihannya, namun ia tak menduga sama sekali kalau perjalanan tersebut berubah menjadi petualangan yang mendebarkan.

Berawal dari pertemuannya dengan seorang lelaki misterius, pembicaraannya dengan perempuan kaya raya yang mendadak curhat padahal Katherine tidak mengenalnya sama sekali, pembunuhan mengejutkan di dalam kereta, permata-permata yang hilang, dan seorang detektif lucu bernama Hercule Poirot.

Bersama Poirot, Katherine tiba-tiba terlibat dalam penyelidikan pembunuhan wanita tersebut, yang ternyata menyimpan banyak rahasia dalam hidupnya. Hidup Katherine mendadak jadi penuh drama, belum lagi harus memilih di antara dua pria yang sama-sama jatuh cinta kepadanya- namun ada kemungkinan salah satu dari mereka adalah sang pembunuh!

Jangan berharap Misteri Kereta Api Biru akan sefenomenal, secanggih, dan semengejutkan Pembunuhan di Orient Express yang sama-sama mengambil setting cerita di kereta api mahal. Kisah misteri di kereta biru jauh lebih sederhana dan mudah ditebak, dengan penyelesaian yang menurut saya agak terlalu dipaksakan. Peran Poirot sendiri di sini agak kurang kuat, karena Christie tampak lebih ingin memusatkan fokus pada Katherine sebagai karakter utama.

Saya sendiri lumayan suka dengan Katherine yang digambarkan sebagai karakter perempuan muda mandiri yang mencari nafkah sendiri, satu hal yang cukup jarang terjadi di masa tersebut. Namun plot romans yang diselipkan jadi membawa alur kisah sedikit klise. Menurut saya, alangkah baiknya bila pada akhirnya Katherine tidak memilih salah satu dari laki-laki yang memujanya itu 🙂

Plot misterinya sendiri terasa agak familiar buat saya, dan memang agak mirip dengan salah satu cerita pendek yang pernah saya baca di buku Christie lainnya (Plymouth Express). Bahkan penyelesaiannya pun bisa dibilang hampir sama, hanya ada sempalan plot baru di sana-sini. Mengembangkan cerita pendek menjadi novel panjang memang bukan hal baru bagi Agatha Christie, karena ia pernah melakukannya beberapa kali.

Overall, a nice short read, bukan yang terbaik dari Christie namun masih bisa untuk dinikmati terutama bila tidak ingin dipusingkan oleh kasus yang terlalu rumit!

Setting alat transportasi

Selain Misteri Kereta Api Biru, Agatha Christie pernah menulis beberapa kisah dengan setting alat transportasi lainnya. Berikut beberapa di antaranya:

Death on The Nile

Berkisah tentang pembunuhan gadis muda dan cantik, Linnet Ridgeway, di atas kapal pesiar yang sedang menyusuri Sungai Nil. Untung ada Papa Poirot yang siap beraksi! Buku ini akan diangkat ke layar lebar dan rencananya rilis tahun 2020, dengan Gal Gadot sebagai Linnet. Can’t wait!

Death in the Clouds

Kali ini Christie nekat berimajinasi tentang pembunuhan di atas pesawat terbang – dengan panah beracun sebagai alatnya!! Agak terlalu fantastis, memang, tapi tidak mengurangi keseruan buku ini, apalagi saat Poirot, sebagai salah satu penumpang, sempat ikut dijadikan tersangka 😀

Murder on the Orient Express

Buku ini banyak disebut sebagai salah satu karya terbaik Christie, karena sangat out of the box. Sudah diangkat beberapa kali ke layar lebar, terakhir di tahun 2017 dengan Kenneth Branagh sebagai sutradara sekaligus pemeran Hercule Poirot.

Submitted for:

Category: A book with your favorite color in the title

The Handmaid’s Tale by Margaret Atwood

27 Monday Aug 2018

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

bargain books, classic, dystopia, dystopian, english, feminist, fiction, secondhand books, women

Judul: The Handmaid’s Tale

Penulis: Margaret Atwood

Penerbit: Vintage (2010)

Halaman: 324p

Beli di: @Balibooks (IDR 50k)

One of the most difficult reads for me this year, and definitely one of the hardest to be reviewed.

Kisah fenomenal ini bercerita tentang Offred, seorang perempuan yang tinggal di Republic of Gilead setelah dunia mengalami revolusi besar. Di dunia Offred, perempuan dianggap sebagai properti, harta kepemilikan bagi kaum laki-laki. Status mereka dibagi berdasarkan tugas utama mereka dalam keberlangsungan hidup laki-laki: mengurus makanan dan keperluan rumah tangga, sebagai trophy wife alias istri untuk menunjang status, atau sebagai alat reproduksi yang akan melahirkan anak-anak bagi mereka. Ini biasanya terjadi di keluarga berada, di mana sang istri sudah tidak produktif lagi sementara si laki-laki masih membutuhkan generasi penerus.

Offred sendiri masuk ke kategori Handmaid, alias alat reproduksi bagi sang Commander, seorang perwira berpangkat tinggi di republik tersebut. Bila gagal atau ketahuan berkhianat, berbagai ancaman menanti Offred: digantung, dikirim ke komunitas penuh radiasi tempat orang-orang buangan berada, serta nasib mengerikan lainnya.

Dalam kesehariannya yang suram, di mana ia harus siap untuk melakukan ritual berhubungan dengan si Commander dan disaksikan oleh sang istri sah, Offred menyimpan harapan tentang adanya gerakan perjuangan bawah tanah yang akan mengubah nasib perempuan di Gilead. Namun siapa yang harus ia percayai? Sesama Handmaid yang sering berjalan bersamanya setiap hari dan memberikan kode-kode misterius dalam percakapan mereka? Supir pribadi si Commander yang memperlihatkan kepedulian mendalam terhadap Offred (apakah tulus atau bagian dari konspirasi?), atau bahkan si Commander sendiri, yang memiliki kehidupan rahasia yang tidak diketahui siapapun?

The Handmaid’s Tale adalah bacaan sulit yang merupakan mimpi buruk bagi perempuan. Belakangan, kisah klasik ini juga sedang naik daun lagi karena baru diadaptasi ke layar kaca. Saya sendiri belum sempat menonton serial ini karena memang agak sulit mencari waktu luang. Tapi dari yang saya dengar, sepertinya serial produksi Hulu itu cukup berhasil tampil sesuai ekspektasi.

Ini kali kedua saya membaca buku karya Margaret Atwood, dan gayanya masih memberikan kesan yang sama pada saya: agak kering namun menghantui, dengan aura suram samar yang makin lama terasa makin kental. Gaya bercerita Offred sebagai narator menjadi suara yang tak terlupakan: hati-hati, seperti menyembunyikan sesuatu dan menganggap kita sebagai pembaca juga menyimpan niat buruk untuk mengkhianatinya. Sedikit mengingatkan saya dengan gaya narasi Winston di 1984 yang mengalami situasi yang serupa.

Satu hal yang saya sayangkan adalah ending buku ini yang dibuat sangat vague, dengan klimaks terlalu cepat yang tidak sesuai dengan tempo keseluruhan buku yang sudah dibuat lambat. Dan sepertinya kurang adil bagi pembaca yang sudah telanjur peduli dengan nasib Offred, untuk kemudian diminta menebak-nebak sendiri apa yang terjadi pada dirinya. Saya tidak tahu apakah serial TV nya menambahkan ending yang berbeda, mudah-mudahan saja bisa memberi closure yang lebih memuaskan.

Latar belakang terbentuknya Gilead juga tidak dikupas tuntas di sini, mungkin karena cerita lebih berfokus pada Offred dan pergumulannya. Padahal sepertinya akan lebih seru kalau peristiwa terjadinya Republik Gilead ini dibahas dengan lebih mendalam, setidaknya memberikan konteks yang lebih jelas untuk pembaca.

Terlepas dari keluhan-keluhan tersebut, saya mengakui kalau The Handmaid’s Tale merupakan buku penting yang akan selalu masuk daftar bacaan wajib khususnya untuk perempuan. Kisah Offred mengajak kita untuk mencerna apa tujuan reproduksi, hak-hak perempuan untuk menentukan fungsi biologisnya sendiri, dan banyak hal lain yang diasosiasikan dengan isu-isu feminis. Satu hal yang juga amat relevan dengan masa sekarang, di mana banyak negara maju menjadikan isu reproduksi (termasuk KB, aborsi dll) sebagai salah satu agenda politik yang dipandang penting.

Tidak akan habis-habisnya isu ini untuk dibahas, namun The Handmaid’s Tale setidaknya bisa memulai diskusi ini dengan sudut pandang yang tidak biasa.

Submitted for:

Category: A book about feminism

 

Things Fall Apart by Chinua Achebe

21 Tuesday Nov 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 1 Comment

Tags

africa, bbi review reading 2017, classic, culture, english, fiction, literature, popsugar RC 2017

Judul: Things Fall Apart

Penulis: Chinua Achebe

Penerbit: Penguin Books (Pocket  Penguin Classic 2010)

Halaman: 197p

Beli di: The Book Depository (IDR 88,944)

 

Blurb:

Okonkwo adalah pejuang paling hebat di seluruh Afrika Barat. Keberanian dan kekuatannya sudah terkenal ke mana-mana, dan ia dinobatkan sebagai salah satu pemimpin di sukunya.

Okonkwo bertekad tidak akan menjadi seperti ayahnya, pecundang gagal yang selalu menunjukkan kelemahannya. Karena itu, kekerasan menjadi pilihan Okonkwo dalam mengatasi segala masalah, mulai dari mendisiplinkan anak-anaknya, menyelesaikan konflik antar desa, hingga melawan pengaruh asing yang memasuki desanya dan mengancam tradisi yang sudah dijaga ratusan tahun lamanya.

Thoughts:

Sepertinya ini adalah pengalaman saya membaca buku penulis Afrika yang bercerita mengenai kehidupan suku tradisional di benuanya. Sebagian besar isi buku ini diceritakan dalam bentuk narasi yang menjelaskan tentang tradisi, adat istiadat dan kehidupan sehari-hari suku Okonkwo. Memang kesan awalnya agak membosankan seperti ensiklopedia, tapi karena banyak pengetahuan baru yang saya dapat, lama kelamaan kisah Okonkwo menjadi menarik juga.

Beberapa terlihat sangat menakjubkan, seperti ritual menukar sandera, menyelesaikan konflik antar suku, bahkan tradisi menyambut kedewasaan anak laki-laki. Saya menyadari kalau tidak banyak yang saya ketahui tentang suku pedalaman benua Afrika, selain informasi sepotong-sepotong yang saya peroleh dari menonton dokumenter di NatGeo channel.

Konflik mulai hadir di tengah kisah yang awalnya terasa cukup datar, ketika desa Okonkwo harus menghadapi ancaman berupa para misionaris yang merambah ke suku-suku pedalaman Afrika Barat. Kepercayaan animisme yang selama ini mereka jalani mendapat tantangan dari konsep monoteistik kristianisme yang benar-benar baru bagi mereka.

Yang menarik bagi saya adalah kisah tentang kehidupan misionaris itu sendiri, yang diceritakan dari sudut pandang para penduduk asli, sementara selama ini saya lebih banyak dicekoki sudut pandang para misionaris sebagai yang memberitakan Injil. Apa yang dianggap baik oleh Gereja, ternyata mendapat sudut pandang berbeda, lebih seperti kolonialisme, bagi para suku terasing ini. Sedikit mengingatkan saya dengan berita baru-baru ini di mana Suku Anak Dalam di Jambi dipaksa untuk menganut agama dan meninggalkan kepercayaan mereka.

Satu hal yang cukup mengganjal bagi saya adalah kisah yang terlampau singkat, terasa terlalu diburu-buru terutama konflik di bagian akhir buku. Namun ternyata Chinua Achebe masih meneruskan kelanjutan kisah ini di buku selanjutnya: Things Fall Apart: No Longer at Ease (1960) , Arrow of God (1964), serta A Man of the People (1966), semuanya berkisah tentang suku tradisional dan pergumulannya menghadapi para pendatang (atau penjajah!).

Chinua Achebe:

Chinua Achebe lahir di Nigeria tahun 1930, dan menerbitkan novel pertamanya, Things Fall Apart, tahun 1958. Hingga kini, novel tersebut telah terjual lebih dari 20 juta kopi di seluruh dunia, dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 50 bahasa.

Ditahun-tahun selanjutnya, Achebe tetap produktif menulis dan menerbitkan novel, namun di tahun 1990an kecelakaan mobil membuatnya lumpuh dan ia memutuskan untuk pindah ke Amerika Serikat, mengajar di Bard College sert Brown University.

Chinua Achebe meninggal dunia tanggal 21 Maret 2013 di Boston dalam usia 82 tahun.

Submitted for:

Category: A book by an author from a country you’ve never visited

Kategori Ten Point: Buku Pengarang Lima Benua (Afrika)

 

 

 

 

They Do It with Mirrors by Agatha Christie

03 Friday Nov 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 1 Comment

Tags

agatha christie, bahasa indonesia, bbi review reading 2017, british, classic, fiction, Gramedia, mystery, mystery/thriller, terjemahan

Judul: They Do It with Mirrors (Muslihat dengan Cermin)

Penulis: Agatha Christie

Penerjemah: Julanda Tantani,

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2014, cetakan keempat)

Halaman: 280p

Beli di: @HobbyBuku, bagian dari Bundle Agatha Christie

 

 

Blurb:

Untuk memenuhi janji kepada seorang teman sekolah lama, Miss Marple bersedia tinggal di rumah di daerah pedesaan- bersama dua ratus remaja yang mengalami gangguan jiwa dan tujuh ahli waris harta seorang nyonya tua. Salah seorang dari mereka pembunuh, yang mempunyai keahlian untuk berada di dua tempat sekaligus.

Plot:

Kali ini Miss Marple memecahkan kasus di luar desa mungil St Mary Mead. Tempatnya cukup unik, rumah besar milik teman lamanya, Carrie Louise, yang sekaligus menjadi tempat penampungan remaja nakal, kriminal dan memiliki gangguan jiwa, yang menjadi proyek suaminya, Lewis Serrocold yang merupakan idealis sejati.

Miss Marple berusaha memahami para penghuni rumah tersebut, mulai dari anak perempuan Carrie Louise, anak tiri, dan cucu yang semuanya merupakan kerabat hasil perkawinannya selama beberapa kali. Kerumitan suasana rumah tersebut juga ditambah dengan hadirnya pemuda eks penghuni rumah penampungan yang dipekerjakan oleh Mr. Serrocold. Konflik rumah tangga, ketegangan antara anggota keluarga, ditambah dengan pola kehidupan yang tidak biasa, menyebabkan aura intens yang tidak beres terasa oleh Miss Marple.

Dan benar saja, suatu insiden yang berakhir pada pembunuhan salah satu kerabat memaksa Miss Marple untuk mengerahkan kemampuannya mengamati dan menyelidiki. Terutama karena firasatnya mengatakan kalau Carrie Louise akan menjadi korban berikutnya!

My thoughts:

Miss Marple bukanlah karakter detektif favorit saya, tapi biasanya kasus-kasus Miss Marple selalu sarat akan drama sifat manusia yang memiliki daya tarik tersendiri. Pengamatannya yang tajam seringkali berhasil membuat saya terkagun-kagum akan ketepatannya.

Tak terkecuali di kisah ini.

Kisah yang awalnya terlihat amat rumit, dengan bumbu-bumbu masalah kejiwaan dan pemuda kriminal, berhasil dikupas oleh Miss Marple menjadi masalah sederhana dengan pemecahan yang masuk akal.

Yang saya suka dari kisah Miss Marple adalah saat ia menganalisa satu per satu sifat para tersangka yang berada di sekelilingnya, dan menyingkap rahasia terdalam mereka dengan gayanya yang khas dan tenang. Memang kadang pace yang terlalu slow seringkali membuat saya tidak sabar, tapi kunci menikmati misteri ala Miss Marple adalah mengikuti saja ritmenya sepelan apapun itu.

They Do It with Mirrors untungnya tidak terlalu bertele-tele, dan tidak dipenuhi sempalan kisah yang tak berarti. Setiap karakter dalam rumah Carrie Lewis memiliki peranan penting, dan masa lalu Carrie Lewis membuat Miss Marple bisa membawa kasus ini ke arah yang benar.

Endingnya juga cukup mengejutkan meski tetap masuk akal dan tidak mengada-ada. Bukan yang terbaik dari Miss Marple, tapi cukup decent dan bisa memuaskan rasa rindu akan detektif perempuan tua jagoan Agatha Christie ini.

Submitted for:

Kategori Ten Point: Lima Buku dari Penulis yang Sama

Mrs. McGinty is Dead by Agatha Christie

23 Monday Oct 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 1 Comment

Tags

agatha christie, bahasa indonesia, bbi review reading 2017, british, classic, Gramedia, mystery, poirot, terjemahan

Judul: Mrs. McGinty is Dead (Mrs. McGinty Sudah Mati)

Penulis: Agatha Christie

Penerjemah: Drs. Budijanto T. Pramono

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2007)

Halaman: 332p

Beli di: @HobbyBuku, bagian dari bundel Agatha Christie

Pertama-tama, saya ingin mengucapkan selamat kepada Gramedia Pustaka Utama (GPU). Kenapa? Karena selalu berhasil membuat saya galau lagi dan lagi setiap kali habis menerbitkan ulang serial Agatha Christie dengan berbagai cover baru yang menggoda. Baru saja saya berhasil mengoleksi seluruh rangkaian buku Christie yang pernah diterjemahkan oleh GPU melalui edisi bundelnya (yang sukses bikin bangkrut!!!), sekarang tiba-tiba GPU iseng lagi menerbitkan versi terbaru dari buku-buku Agatha, termasuk judul yang akan saya review kali ini, Mrs. McGinty Sudah Mati. Dan covernya SUPER ARTSY!!! Ugh.

Tarik napas dulu.

Jadi… buku ini adalah salah satu buku Agatha Christie dengan tokoh favorit saya, Hercule Poirot, yang termasuk dalam kategori under the radar. Tidak sensasional seperti beberapa kisah lainnya (Orient Express, Pembunuhan ABC, dan lain-lain), dan tidak terdengar juga gaungnya untuk diangkat ke layar lebar. Tapi menurut saya, kisahnya sendiri cukup decent, dan bahkan bisa dibilang enjoyable.

Kali ini Poirot diminta tolong oleh salah seorang Inspektur Polisi yang juga teman lamanya (dan akan muncul lagi di beberapa buku lain), Inspektur Spence yang kalem. Inspektur Spence menangani kasus pembunuhan seorang wanita tua bernama Mrs. McGinty, yang kelihatannya cukup straightforward: bermotif perampokan, dengan tersangka utama sang pemondok yang tinggal bersamanya, James Bentley. Bentley sendiri bukan termasuk orang yang mudah mengundang simpati, dan sepertinya pasrah saja ditangkap oleh polisi.

Namun, Inspektur Spence semakin ragu. Ada sesuatu yang tidak beres dari kasus ini dan membuatnya berpikir kalau pembunuh Mrs. McGinty yang sesungguhnya masih bebas berkeliaran. Karena itulah ia meminta tolong pada Poirot.

Dan menurut saya, daya tarik buku ini memang terletak pada unsur penyelidikan Poirot. Dari sebuah kasus sederhana, dengan petunjuk dan tersangka seadanya, bahkan motif yang benar-benar terbatas, Poirot seolah dihadapkan pada jalan buntu yang bisa membuatnya berpikir kalau Inspektur Spence hanya mengada-ngada. Namun untunglah – Papa Poirot bukan sembarang detektif. Karena dari sebuah petunjuk yang amat kecil, ia berhasil membuka sebuah motif yang sama sekali baru, dan memiliki banyak sekali kemungkinan tersangka lain. Bahkan- terjadi pembunuhan lain yang semakin memperkuat dugaannya tentang motif si pelaku.

Buku ini berhasil menunjukkan kepiawaian Christie dalam merangkai sebuah kasus – dari mulai tampak luar yang sepertinya tidak mengandung misteri sedikitpun, sampai mengupas lapis demi lapis petunjuk yang ada, dan mengantarkan kita pada kasus yang sama sekali berbeda: pembunuhan di masa lampau, pemerasan, dan korban maupun pelaku kejahatan masa lalu yang kini hidup dalam identitas baru.

Yang juga seru tentu saja kehadiran Mrs. Ariadne Oliver, penulis kisah detektif terkenal yang kebetulan sedang berada di desa tempat Mrs. McGinty tinggal untuk mengerjakan sebuah proyek, dan langsung turun tangan membantu Poirot lewat cara-caranya yang khas. Kerja sama kedua sahabat ini selalu menjadi adegan yang saya tunggu-tunggu dan buku ini tidak mengecewakan.

Mrs. McGinty is Dead bukanlah buku terbaik Christie maupun kisah paling jenius yang pernah ia tulis, tapi cukup berhasil memikat dalam kesederhanaannya, dengan penyelesaian memuaskan yang masih memiliki unsur kejutan dan twist yang cukup memorable. Dan tentu saja, kehadiran Poirot di sini terasa amat menyegarkan karena masih cukup lincah, sok tahu tapi lucu, dan tentu saja – mengungkapkan pemecahan kasus dan berbagai unsur kejutannya dengan dramatis.

Submitted for:

Kategori Ten Point : Lima Buku dari Penulis yang Sama

[Reading With Yofel] Oh, The Places You’ll Go! by Dr. Seuss

13 Friday Oct 2017

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 5 Comments

Tags

bbi review reading 2017, children, classic, english, fiction, illustration, reading with yofel, yofel

Title: Oh, The Places You’ll Go! 

Writer: Dr. Seuss

Publisher: HarperCollins Publishers (2003)

Bought at: Big Bad Wolf Jakarta (IDR65k)

I read this book with Yofel, but I think I enjoyed the content more than he did 🙂

For me this book is quite personal, it reminds me of the journey I’ve taken so far in my life. The story is about a boy who just started to launch into the “real world”- new adventures, new places, new experience..and all the fantastic journey that waits him ahead.

This book gives encouragement to every kid who wants to start living their own life to be brave, to experience things fully, to get up again if there are problems or unexpected things happen.

I’m sorry to say so

But, sadly, it’s true

That Bang-ups

And Hang-ups

Can happen to you.

 

You can get all hung up

In a prickle-ly perch.

And your gang will fly on.

You’ll be left in a Lurch.

 

….

 

Somehow you’ll escape

All that waiting and staying.

You’ll find the bright places

Where Boom Bands are playing.

 

With banner flip-flapping,

Once more you’ll ride high!

Ready for anything under the sky.

Ready because you’re that kind of a guy!

 

This is a perfect gift for kids, especially those who just started to embrace an adult life for the first time. No wonder this book becomes one of the most popular gifts for graduation!

The amazing thing about Dr. Seuss is he could write something for kids, with all those cute words and fun rhymes, but the content would be still relevant for any adults.

When reading this book with Yofel, I reflected on how relatable those advice and encouragements to me! Every person must have experienced a low point in their life, and how hard it was to come out from that darkness. Also how sad it is to look at other people’s lives and realized we haven’t done anything meaningful. But again, life goes on! There must be other fun stuff, success stories, great things to anticipate- so don’t you just give up yet!

For Yofel, even though this book is full of fun words and funny illustrations, I don’t think he could grasp its meaning yet. I plan to read this book again with him sometime next year, and hopefully again and again afterwards- just to remind him of the great life that awaits him ahead!

Graduation Gift

According to Penguin Random House, Oh, The Places You’ll Go! sold as much as four times during the graduation period, compare to the weekly average for the rest of the year. The book even has its version of “graduation gift” and “deluxe edition”, making it more interesting to be the gift for your loved ones!

Gift set version!

Deluxe edition

 

Submitted for:

Kategori : Children Literature

If on a Winter’s Night a Traveler by Italo Calvino

14 Monday Aug 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 3 Comments

Tags

bbi review reading 2017, classic, english, fiction, mystery/thriller, popsugar RC 2017

Judul: If on a Winter’s Night a Traveler

Penulis: Italo Calvino

Penerbit: Vintage (1983)

Halaman: 260p

Beli di: Kinokuniya Ngee Ann City (SGD 17.95)

Ini adalah salah satu buku paling sulit untuk dibaca dan direview- mungkin karena formatnya yang tidak biasa dan gaya postmodernismenya yang lumayan memusingkan untuk diikuti.

Kisah dimulai dengan adegan yang familiar namun memicu keingintahuan: seorang pembaca pergi ke toko buku untuk membeli buku Italo Calvino. Apakah buku yang dimaksud sama dengan buku yang sedang kita baca? Dan apakah “you, the reader” adalah kita sendiri? Asumsi demi asumsi terus berdatangan seiring majunya kisah yang tidak biasa ini.

Ternyata buku yang (dalam cerita ini) kita beli tidak memiliki halaman yang lengkap, sehingga kita harus kembali ke toko buku untuk meminta ganti. Namun di sinilah kisahnya berubah semakin rumit: ternyata terdapat kesalahan judul pada buku yang kita baca, sehingga akhirnya kita ditawarkan buku lain yang “seharusnya merupakan buku yang tepat dan memiliki kelanjutan kisah yang sesuai dengan kisah yang terpotong di tengah-tengah tadi”. Namun setelah dibuka, buku tersebut menyuguhkan kisah yang sama sekali berbeda- dan menyebalkannya lagi, juga terputus di tengah-tengah!

Dan demikianlah bab demi bab bergulir dalam buku ini, menyajikan satu kisah yang terputus dan dilanjutkan oleh kisah lain di bab berikutnya, yang bukannya memberikan pencerahan namun malah membuat jalinan kisah menjadi semakin rumit! Dan kita mau tidak mau bertanya-tanya, mau dibawa ke manakah kita selanjutnya?

Sementara itu, sang tokoh utama (yang adalah kita, si pembaca), juga bertemu dengan berbagai karakter menarik dan aneh yang diharapkan bisa membawanya ke pemecahan misteri unik ini.

Membaca If On a Winter’s Night a Traveler ini seperti membaca kumpulan cerpen fantastis yang dibungkus dalam suatu kisah detektif yang serba rumit. Bersiaplah dilempar dari satu kisah ke kisah lain, mulai dari yang bernuansa thriller menegangkan, drama kelam sampai romance yang menggebu- tanpa bisa menduga ending cerita-cerita tersebut karena kita akan digantungkan begitu saja setiap kalinya.

Mereview buku ini merupakan tugas yang amat sulit bukan saja karena jalinan kisahnya yang serba absurd, tapi juga karena memang harus dibaca dan dialami langsung untuk mengerti sensasinya. Seperti buku-buku postmodern di eranya, memang ada kesan pretensius pada karya Calvino ini- di beberapa bagian, kerumitan yang terjadi terasa terlalu berlebihan, dan pembaca digiring berputar-putar lebih jauh daripada seharusnya. Namun tak bisa dipungkiri kalau Calvino adalah seorang penulis yang superb- beragam jenis kisah disajikan dengan effortless di sini, beberapa malah menampilkan gaya yang sama sekali berbeda satu sama lainnya- eksperimen yang berani, namun cukup berhasil.

Buku ini mungkin memang tidak bisa dinikmati oleh semua orang- tapi menurut saya, layak dicicipi setidaknya sekali saja seumur hidup, seperti hidangan eksotis misterius yang tampak meragukan tapi ternyata menyimpan rasa yang menakjubkan!

Submitted for:

Category: A book with one of the four seasons in the title

Kategori: Classic Literature

Murder on The Orient Express by Agatha Christie

28 Friday Jul 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 6 Comments

Tags

agatha christie, bahasa indonesia, BBI, bbi review reading 2017, british, classic, Gramedia, movie tie in, mystery, popsugar RC 2017, terjemahan

Judul: Murder on The Orient Express

Penulis: Agatha Christie

Penerjemah: Gianny Buditjahja

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (Januari 2014)

Halaman: 360p

Beli di: HobbyBuku (Bundel Agatha Christie)

Orient Express adalah kereta api mewah yang membawa penumpangnya melintasi daerah Timur Tengah menuju ke benua Eropa. Poirot berada dalam kereta ini di suatu musim dingin yang ganas, dan cuaca buruk menyebabkan kereta tersebut terperangkap salju di tengah pegunungan Balkan.

Kondisi ini diperburuk dengan terjadinya pembunuhan salah satu penumpang kereta yang ditusuk berulang-ulang secara brutal. Poirot pun diminta bantuan untuk memecahkan kasus ini sebelum kereta kembali berjalan.

Di tengah situasi mencekam, Poirot mewawancarai penumpang yang terdiri dari beragam latar belakang, kewarganegaraan, profesi dan status sosial. Ada guru pengasuh wanita yang bersikap dingin, sekretaris sang korban yang bisa bicara dalam berbagai bahasa, pedagang Amerika, grand dame Rusia, juru rawat dari Swedia, diplomat Hungaria, dan beberapa karakter lainnya. Namun semakin dalam penyelidikan Poirot, semakin banyak pulalah fakta tersembunyi yang ditemukannya. Termasuk identitas korban yang ternyata merupakan kriminal dengan banyak musuh.

Orient Express adalah salah satu mahakarya Agatha Christie. Fenomenal, fantastis, dan sangat memorable, kisahnya berada di level yang sama sekali berbeda dari buku-bukunya yang lain. Mungkin yang cukup mendekati hanyalah And Then There Were None serta The Murder of Roger Ackroyd.

Poirot berada dalam salah satu kondisinya yang terbaik (tidak terlalu tua, marah-marah atau sinis, dan masih tersisa selera humornya yang khas), dan setting kisah ini terasa cocok dengan nuansa misteri secara keseluruhan. Karakter-karakternya pun dibuat secara teliti, semuanya mungkin untuk dicurigai, dan inilah yang membuat buku ini begitu menarik- tidak ada karakter tempelan!

Saya pribadi selalu menyukai kisah misteri Agatha Christie yang mengambil latar belakang alat transportasi seperti pesawat dan kapal laut. Orient Express sendiri memiliki daya tarik yang membuat kisah ini semakin memikat untuk diikuti. Sebagai info, saat ini masih ada kereta Orient Express dengan rute London ke Venice, seharga £ 2,300 saja 😀

The Movie

Murder on the Orient Express akan diangkat ke layar lebar bulan November 2017 ini, dengan diramaikan oleh nama-nama besar. Kenneth Branagh, selain ditampuk sebagai sutradara, untuk pertama kalinya akan memerankan detektif kenamaan Hercule Poirot (saya sendiri masih memiliki mixed feelings terhadap interpretasi kumis Poirot di sini), dan Johnny Depp tampil sebagai Ratchett, sang korban yang tidak menarik simpati siapapun. Apapun hasilnya, saya tetap penasaran untuk menonton film ini!

Submitted for:

Category: A book that’s becoming a movie in 2017

Kategori: Lima Buku Dari Penulis yang Sama

The Heart is a Lonely Hunter by Carson McCullers

12 Friday May 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

america, bahasa indonesia, bbi review reading 2017, classic, culture, disability, modern classic, popsugar RC 2017, qanita, terjemahan

Judul: The Heart is a Lonely Hunter

Penulis: Carson McCullers

Penerjemah: A Rahartati Bambang Haryo

Penerbit: Qanita (2007)

Halaman: 491p

Beli di: @HobbyBuku (IDR25k)

Ini adalah buku yang sunyi. Kisahnya mengambil tempat di sebuah kota kecil di negara bagian selatan Amerika, puluhan tahun yang lalu.

Karakter kunci di buku ini adalah John Singer, seorang laki-laki bisu tuli yang bekerja sebagai pengukir perak. Ia tinggal bersama sahabatnya,  lelaki Yunani bisu tuli bernama Spiros Antonapoulos. Meski Spiros sering bertingkah aneh dan menyebalkan, Singer amat sayang padanya. Spiros adalah semangat hidupnya.

Namun suatu hari, sebuah tragedi memaksa Singer untuk berpisah dengan Spiros. Singer, dalam kesendirian dan kebisuannya, berusaha memaknai hidupnya tanpa kehadiran sahabat dan pusat semangatnya.

Ternyata, kesunyian Singer malah mengundang beberapa penduduk kota kecil tersebut untuk mendekat kepadanya. Ada Biff Brannon, pemilik kedai New York Cafe yang gemar menjadi pengamat, ada Jake Blount, pemabuk yang benci ketidakadilan dan bertekad untuk membuat orang-orang mengerti tentang paham komunis yang dianutnya. Kemudian ada juga Mick Kelly, anak perempuan tomboy yang diam-diam memendam harapan untuk menjadi pemusik, serta Dokter Copeland, dokter kulit hitam pertama di kota tersebut, yang obsesinya untuk meningkatkan derajat kehidupan kaumnya malah membawanya ke jurang kekelaman.

Keempat orang ini hanya berani mengungkapkan isi hati dan pikiran mereka yang terdalam kepada John Singer. Mungkin karena mereka menganggap Singer-dalam kebisuannya- bisa mengerti apa yang mereka rasakan.

Namun sesungguhnya, yang Singer pikirkan hanyalah Spiros Antonapoulos, dan bagaimana caranya agar ia bisa bersama-sama dengan sahabatnya itu lagi.

Buku ini sesuai judulnya, mengangkat tema kesunyian. Kesepian, dan apa makna hidup bila kesendirian menjadi teman sehari-hari kita. Lucunya, bila Singer biasa berkontemplasi dengan kesunyiannya melalui pemikiran-pemikirannya, justru orang-orang yang mengelilinginya tidak mengerti bagaimana mengatasi kesendirian mereka. Mereka menganggap, dengan mencurahkan segala pemikiran dan perasaan mereka pada Singer, mereka akan bisa mengatasi kesendirian tersebut. Namun bersuara dan berbicara bukanlah solusi dari masalah mereka. Dan keramaian suara tidak selalu berarti mengusir rasa sunyi.

Saya sendiri menyukai gaya bercerita Carson McCullers, yang hebatnya, menulis buku ini saat ia masih berusia 20-an tahun. Hanya saja memang saya menangkap ada sedikit kekakuan dalam versi terjemahan ini di sana-sini, serta beberapa penggunaan bahasa yang agak janggal. Saya tidak mendiskreditkan penerjemahnya, karena saya yakin, menerjemahkan buku yang kaya akan nuansa tertentu memang sulit. Di sini, Carson menggunakan banyak simbol yang bukan saja melambangkan setiap karakter, namun juga keseluruhan tema dan isi buku.

Meski agak lambat di beberapa bagian, saya masih bisa menikmati buku ini, karena menurut saya buku ini memang jenis buku yang harus dikunyah perlahan-lahan, bukan dibabat dalam sekali duduk. Dan saya jadi penasaran membaca versi aslinya, unuk bisa lebih memperoleh kesan yang ingin disampaikan oleh sang penulis.

Submitted for:

Category: A book by or about a person who has a disability

Kategori: Classic Literature

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 941 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

What’s in a Name 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Istanbul: Kenangan Sebuah Kota by Orhan Pamuk
    Istanbul: Kenangan Sebuah Kota by Orhan Pamuk
  • China Rich Girlfriend (Kekasih Kaya Raya) by Kevin Kwan
    China Rich Girlfriend (Kekasih Kaya Raya) by Kevin Kwan
  • Lima Sekawan - The Series
    Lima Sekawan - The Series
  • Harry Potter dan Batu Bertuah
    Harry Potter dan Batu Bertuah
  • The Glass Castle by Jeannette Walls
    The Glass Castle by Jeannette Walls

Recent Comments

The Seven Husbands o… on Beautiful Ruins by Jess W…
Turtles All The Way… on The Fault in Our Stars
Turtles All The Way… on Will Grayson, Will Grayso…
Kumpulan Sinopsis Da… on Lucky No. 15 Reading Chal…
sunkyuuu on Birthday Bash Giveaway Wi…
Advertisements

Create a free website or blog at WordPress.com.

Cancel
Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy