Tags
adventures, bbi review reading 2017, english, fantasi, fantasy, fiction, popsugar RC 2017, romance, story within story, young adult
Judul: The Princess Bride
Penulis: William Goldman
Penerbit: Bloomsbury (1999, first published in 1973)
Pages: 399p
Beli di: The Book Depository (USD 9.68)
Secara garis besar, buku ini tidak ada bedanya dengan kisah-kisah fairy tale kebanyakan:
Buttercup adalah gadis tercantik di dunia yang baru menyadari (dalam semalam) kalau ia amat mencintai pemuda yang bekerja di pertanian orang tuanya. Pemuda itu, yang bernama Westley, memutuskan untuk mengembara ke Amerika untuk mencari uang, dan akan kembali untuk meminang Buttercup saat ia sudah sukses.
Yang menyedihkan, Westley dikabarkan tidak selamat dalam pelayarannya ke Amerika, karena ditangkap dan dibunuh oleh bajak laut kejam, Dread Pirate Roberts. Buttercup yang patah hati memutuskan untuk tidak akan pernah jatuh cinta lagi.
Maka, ketika Prince Humperdinck yang sedang mencari istri akhirnya melamar Buttercup, Buttercup menurut saja demi alasan praktis, dan bukan karena cinta. Hanya saja, menjelang pernikahannya dengan pangeran, Buttercup diculik oleh tiga orang misterius: seorang pemain pedang asal Spanyol, raksasa dari Turki, dan pemimpin mereka, orang Sicilia yang licik.
Belum hilang ketakutan Buttercup, di tengah penculikan tersebut, ada sesosok pria bertopeng dengan pakaian hitam-hitam yang ternyata juga ingin menculiknya. Siapakah sosok pria itu dan apa hubungannya dengan masa depan Buttercup? Silakan baca sendiri ya, sebelum saya menulis terlalu banyak spoiler 😀
Sekilas, kalau hanya dibaca begitu saja, memang Princess Bride ini tampak seperti kisah dongeng yang klise- dengan unsur percintaan, petualangan dan intrik penuh kejutan yang tipikal di kisah lain yang sejenis.
Namun, William Goldman- dengan segala ke-witty-annya, berhasil mengemas The Princess Bride menjadi sebuah modern klasik yang melambangkan parodi dalam esensi yang amat cerdas.
Awalnya saja sudah unik. Goldman memasukkan unsur kehidupan pribadinya dalam buku ini- seolah-olah, Princess Bride adalah buku favoritnya saat kecil yang ditulis oleh S. Morgenstern dan dibacakan oleh ayahnya ketika ia sakit pneumonia parah. Buku ini sangat berkesan sehingga Goldman memutuskan untuk menghadiahi anaknya sendiri The Princess Bride – namun ternyata, anaknya tidak suka sama sekali dengan buku tersebut. Selidik punya selidik, karena memang The Princess Bride adalah buku yang membosankan- (namun selama ini Goldman hanya tahu versi yang seru karena selalu dibacakan oleh ayahnya) dan hal ini membuat Goldman memiliki ide untuk menulis ulang buku tersebut dalam versi “abridge” – dan voila, inilah dia, The Princess Bride versi Goldman.
Yang menarik, tentu saja, di sela-sela kisah Princess Bride ala Morgenstern, terdapat sisipan komentar Goldman, yang tidak hanya kocak, tapi juga memberi warna tersendiri dalam buku ini. Begitu pula segala keluhannya tentang editor, penerbit, agen, dan seluk beluk dunia buku, yang konon, memang sengaja ditampilkan Goldman di sini untuk menyindir dunia perbukuan yang penuh intrik dan sering mengorbankan penulis.
Dan konon juga, segala predictability dari kisah Princess Bride (Buttercup yang layak disebut damsel in distress, Westley si prince charming yang serba sempurna, Prince Humperdinck yang evil, dan kisah “true love” yang disadari hanya dalam semalam), adalah usaha Goldman untuk mengolok-olok dan membuat parodi kisah tipikal ala fairy tale dan mengemasnya dalam suatu kisah cerdas yang memikat. Dan memang, kalau tidak jeli, mungkin kita tidak akan mengerti keisengannya ini, dan bisa saja malah membenci Princess Bride sepenuh hati karena kisahnya yang tipikal.
Kalau menurut saya, Princess Bride telah berhasil menciptakan genrenya sendiri, tak heran buku ini menjadi salah satu modern klasik yang sukses, bahkan sampai diadaptasi ke layar lebar dan sama suksesnya.
William Goldman dengan humornya yang witty dan kecerdasannya yang sangat kental nuansa sarkastik, telah berhasil menghidupkan kisah Princess Bride, dan bahkan tak sedikit para pembaca yang jadi penasaran, apakah S. Morgenstern adalah tokoh betulan? Apakah negara Florin memang ada di peta? Dan semua “fakta berbalut fiksi” yang disajikan Goldman dengan jenius dalam buku ini memang benar-benar bikin penasaran. Kudos to you, Sir!
Submitted for:

Category: A book that is a story within a story

Kategori: Fantasy Fiction
Pingback: 2017: A Year in Books |