Tags

, , , , ,

lelaki harimauJudul: Lelaki Harimau

Penulis: Eka Kurniawan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2016, cetakan keempat)

Halaman: 191p

Beli di: Gramedia Mal Taman Anggrek (IDR 50k)

Ini pertama kalinya saya membaca buku Eka Kurniawan, dan jujur saja, alasan saya membaca Lelaki Harimau adalah karena buku ini masuk ke Longlist Man Booker International Prize 2016, salah satu penghargaan paling bergengsi di dunia sastra.

Lelaki Harimau berkisah tentang peristiwa yang menggemparkan sebuah desa kecil tempat Margio tinggal. Margio adalah pemuda penangkap babi yang terkenal pendiam dan baik-baik saja. Karenanya, seisi desa terkejut saat Margio terperosok dalam suatu insiden pembunuhan berdarah- di mana ia menggigit korbannya sampai mati, seolah seekor harimau tengah merasukinya.

Dari peristiwa naas tersebut, Eka Kurniawan membawa kita kembali menelusuri kehidupan Margio, mulai dari pertemuan kedua orang tuanya, kakeknya yang misterius, kehidupan keluarganya yang penuh kekerasan, sampai kisah hubungan romantisnya dengan anak perempuan tetangganya. Sekilas, tak ada yang aneh dari kehidupan Margio, yang meski banyak diwarnai penderitaan, tapi sebenarnya jamak ditemui pada kehidupan masyarakat desa tersebut.

Namun, perlahan-lahan kita diajak mengetahui lebih dalam, apa yang memicu Margio hingga melakukan tindakan membunuh tersebut. Apakah benar ada harimau di dalam dirinya?

Buku ini mungkin tidak tepat bila disebut sebagai buku thriller atau misteri, karena toh memang sejak dari kalimat pembuka pun kita sudah tahu pelaku dan korban pembunuhannya. Tapi cara Eka Kurniawan membawa kita pelan-pelan menelusuri alasan di balik itulah yang membuat buku ini jadi begitu penuh suspense dan membuat penasaran.

Banyak juga pendapat yang mengatakan kalau Lelaki Harimau terlalu overrated, tapi kali ini saya tidak setuju dengan mereka. Saya begitu menikmati plot yang padat, karakter yang tidak tersia-sia, diksi yang dimainkan layaknya simfoni, dan tentu saja, kepiawaian Eka dalam meramu kronologis kisah sehingga pembaca merasa klimaksnya terbangun perlahan-lahan, sampai meledak singkat di halaman terakhir buku. A perfect bookgasm, if I may say 🙂

Saya juga suka dengan detail yang amat kaya, baik dari penokohan maupun setting tempat, sehingga meski Eka tidak menuturkan secara jelas tentang nama lokasi maupun setting waktu dalam cerita ini, saya tidak merasa kesulitan untuk membayangkannya dan ikut larut dalam kisah Margio.

Terima kasih Eka Kurniawan, yang sudah membuka kembali mata saya terhadap kekayaan literatur Indonesia 🙂