• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2023
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • Popsugar Reading Challenge 2022
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: short stories

Midsummer Mysteries by Agatha Christie

16 Tuesday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, british, classic, english, fiction, poirot, read christie 2021, short stories, summer

Judul: Midsummer Mysteries

Penulis: Agatha Christie

Penerbit: HarperCollins Publisher (2021)

Halaman: 255p

Beli di: Waterstones.com (ยฃ 14.99)

First of all – the cover art of this edition is gorgeous!!! Dari mulai pemilihan font yang playful, kombinasi warna kuning dan biru cerah yang berkesan amat summery, sampai desain endpapers nya, semua terasa pas dan menjadikan buku ini amat collectible.

Dan memang, ke-12 kisah berlatar belakang musim panas dalam buku ini sudah pernah diterbitkan di buku atau kumpulan cerpen Agatha Christie sebelumnya, sehingga tujuan utama saya membeli buku ini (selain ikut dalam #ReadChristie2021 edisi bulan Agustus) memang untuk mengoleksinya. Kebetulan, saya juga membeli Midwinter Murders dengan edisi cover yang sama.

Midsummer Mysteries, sesuai dengan judulnya, dikurasi berdasarkan musim yang melatarbelakangi cerita, yaitu musim panas. Dan memang, aura kisah-kisah dalam buku ini kebanyakan lebih ringan dan ceria dibandingkan karya Christie pada umumnya. Pemilihan kisahnya sendiri cukup bervariasi, ada yang menampilkan Poirot, Miss Marple, Parker Pyne, Tommy dan Tuppence, bahkan Mr. Quin yang jarang-jarang muncul.

Beberapa favorit saya termasuk “Jane in Search of a Job”, yang ringan dan berbau petualangan, tentang seorang gadis yang ditawarkan pekerjaan unik, namun ternyata memiliki konsekuensi yang sinister. Lalu ada juga Rajah’s Emerald, mungkin merupakan salah satu kisah paling kocak yang pernah ditulis Christie, tentang seorang pemuda bernama James Bond (really!) yang menemukan permata curian saat sedang berlibur di pantai.

Tidak semua kisah dalam buku ini berbau petualangan seru dengan bumbu romans, karena ada beberapa cerita yang lebih gelap, sangat kontras dengan latar belakang musim panas yang biasanya ceria. “The Idol House of Astarte” diambil dari kumpulan kisah The Thirteen Problems yang menampilkan Miss Marple, bercerita tentang pembunuhan yang terjadi saat malam musim panas yang dihantui oleh legenda superstitions setempat. Lalu ada juga “The Incredible Theft”, di mana Poirot menangani sebuah kasus yang amat kental muatan politiknya, dan tema mata-mata serta pengkhianatan menjadi bumbu utamanya.

Secara keseluruhan, meski ke-12 kisah dalam buku ini tidak bisa dibilang karya kelas A Agatha Christie, namun nuansanya sangat pas dengan tema Midsummer Mystery. Saya merekomendasikannya untuk pembaca yang ingin membaca karya-karya underrated Christie, atau yang ingin bersantai ditemani segelas air jeruk dingin.

Rating: 4/5

Recommended if you want to read: summery stories, light mysteries, underrated Agatha’s with various detectives

Submitted for:

August: A Story Set by the Seaside

Wonderland: An Anthology by Marie O’Regan and Paul Kane

12 Friday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

anthology, english, fantasy, fiction, popsugar RC 2021, retelling, science fiction, short stories

Judul: Wonderland: An Anthology

Editor: Marie O’Regan dan Paul Kane

Penerbit: Titan Books (2019)

Halaman: 384p

Beli di: Periplus BBFH (IDR90k)

Saya termasuk penggemar Alice in Wonderland. Saya menonton banyak versi adaptasi filmnya, dan membaca bukunya dari yang original sampai beberapa retelling. Makanya begitu mengetahui ada antologi yang terinspirasi dari kisah Alice, saya langsung bersemangat.

Namun ternyata, karena hampir semua penulis kisah antologi ini adalah penulis dengan genre fantasi atau sci-fi, maka rata-rata cerita pendek dalam Wonderland memiliki genre yang sejenis. Sayangnya, banyak dari kisah tersebut yang tidak terlalu berhubungan dengan Alice, atau memiliki hubungan tapi sangat tipis sehingga terkesan agak dipaksakan. Dan karena kebanyakan cerita bergenre fantasi atau sci-fi, rata-rata temanya memang agak terlalu outlandish untuk saya, yang mengharapkan kisah yang lebih realistis, atau fantasi dengan sentuhan realistic fiction.

Untungnya masih ada beberapa cerita yang menjadi favorit saya, salah satunya adalah “Smoke ‘Em if You Got ‘Em” (Angela Slatter), yang bergenre ala western, dengan Alice sebagai perempuan tangguh yang mengejar White Rabbit, penjahat kawakan, hingga ke ujung bumi. Saya juga suka “Six Impossible Things” (Mark Chadbourn) yang amat nostalgic, dan merupakan salah satu dari segelintir kisah dalam antologi ini yang masih amat setia dengan dunia original Wonderland. Sementara itu “The Hunting of the Jabberwock” (Jonathan Green), meski tidak spesifik bercerita tentang Alice atau teman-temannya, mengambil latar Wonderland yang berbeda, yang berfokus pada perburuan Jabberwocky, monster legendaris yang meneror semua orang. Namun, latar belakang sang monster menjadi kisah yang mengejutkan di sini.

Ada beberapa cerita yang menjadikan kisah Alice sama sekali out of the box, meski saya masih bisa merasakan aura Wonderlandnya. “The White Queen’s Pawn” (Genevieve Cogman) menggabungkan unsur politik, perang, militer, dan sedikit dystopia, dan membuat kita melihat Wonderland sebagai tempat yang sama sekali berbeda. A brave approach, but still acceptable. Namun ada beberapa cerita yang sama sekali bukan tentang Alice, hanya mengambil judul yang samar-samar berbau Wonderland, atau yang menjadikan Wonderland terlalu jauh dari inspirasi originalnya. Buat saya, kisah-kisah itu agak merusak aura keseluruhan buku.

Mudah-mudahan akan ada antologi lain yang mengambil latar Alice dan Wonderland, dengan pendekatan unik namun tetap setia pada kisah aslinya. Tidak mudah memang, tetapi tidak ada salahnya berharap, kan? ๐Ÿ™‚

Rating: 3/5

Recommended if you like: Alice retelling, fantasy and science fiction stories, out of the box plots, intriguing settings

Submitted for:

Category: A book that has a heart, diamond, club, or spade on the cover

The Little Bookroom by Eleanor Farjeon

26 Tuesday Oct 2021

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 4 Comments

Tags

british, children, classics, fairy tales, fiction, illustrated, short stories

Judul: The Little Bookroom

Penulis: Eleanor Farjeon

Ilustrator: Edward Ardizzone

Penerbit: Oxford University Press (2011)

Halaman: 298p

Beli di: Books and Beyond (IDR42k)

Buku ini pertama kali diterbitkan tahun 1955, dan kesan klasiknya memang langsung terasa. Ditulis oleh Eleanor Farjeon, penulis berkebangsaan Inggris yang karya-karyanya sangat underrated, The Little Bookroom adalah sebuah kumpulan kisah-kisah pendek dan fairytales yang menghangatkan hati dan sangat kental nuansa nostalgianya.

Saya belum pernah membaca karya Farjeon sebelumnya, namun pengalaman pertama ini cukup menyenangkan buat saya. Kisah-kisah dalam buku ini cukup bervariasi, mulai dari dongeng atau fairy tales, hingga children realistic fiction. Semacam kombinasi antara Hans Christian Andersen dan Enid Blyton.

Beberapa cerita memang agak terlalu panjang, dan gaya bahasanya, meski masih termasuk mudah dimengerti, lumayan terasa old style, dengan setting yang kebanyakan mengambil periode abad ke-19. Jadi saya tidak terlalu yakin kalau buku ini akan menarik untuk anak-anak yang menjadi target pembacanya. Menurut saya, buku ini akan lebih menarik untuk pembaca dewasa yang ingin bernostalgia tentang masa kecilnya.

The Little Bookroom yang menjadi judul buku ini bukan merupakan kisah utama ataupun tema dari buku ini. Awalnya, saya sangka kebanyakan kisah akan berlatarkan buku, atau bercerita tentang buku dan dunia membaca. Namun ternyata, Little Bookroom adalah ruang membaca yang menjadi tempat favorit Farjeon saat kecil. Di ruang itulah ia menumbuhkan kecintaannya akan buku dan membaca, dan The Little Bookroom, yang berisi kumpulan kisah nostalgia masa kanak-kanak, menjadi tribute untuk ruangan bersejarah tersebut.

Meski kebanyakan cerita memiliki tema yang mirip bahkan ada yang cenderung klise, beberapa kisah menyimpan kejutan dan ending yang tak terduga. Favorit saya termasuk Westwoods, tentang persahabatan Raja dengan housekeepernya, yang berkembang menjadi lebih dari sekadar teman, namun dengan gaya acuh tak acuh yang kocak. Lalu ada juga The Little Dressmaker, yang sepertinya akan menjadi seperti kisah Cinderella standar, namun menyimpan kejutan di bagian akhir untuk sang penjahit pakaian.

Ilustrasi dalam buku ini juga khas ilustrasi buku anak klasik, mengingatkan saya dengan buku-buku Lima Sekawan dan teman-temannya, sehingga semakin menambah kesan nostalgia yang menyenangkan. Overall, a wonderful experience indeed.

Rating: 4/5

Recommended if you like: children stories, fairy tales, British classics, Enid Blyton vibes, cheeky endings

The It-Doesn’t-Matter-Suit and Other Stories by Sylvia Plath

09 Thursday Sep 2021

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

children, classics, english, fairy tales, fiction, popsugar RC 2021, short stories

Judul: The It-Doesn’t-Matter-Suit and Other Stories

Penulis: Sylvia Plath

Penerbit: Faber & Faber Limited (2001)

Halaman: 86p

Beli di: @post_santa (IDR 210k)

What? Sylvia Plath has written a children book? Itu reaksi pertama saya saat melihat buku ini dipajang di Instagram @post_santa. Masih terbayang jelas suramnya The Bell Jar yang sempat saya baca tahun lalu, dan saya tidak menyangka Sylvia Plath yang identik dengan prosa kelam dan depresif, serta kehidupan pribadi yang juga tragis, sempat menelurkan buku anak-anak.

Buku ini hanya terdiri dari tiga kisah pendek, salah satunya adalah It-Doesn’t-Matter-Suit yang dipakai menjadi judul buku. Ceritanya Max yang mengidam-idamkan jas miliknya sendiri, tapi terpaksa menunggu karena ia adalah anak paling bontot, dengan enam orang kakak laki-laki yang selalu mendapatkan segala hal lebih dahulu daripada Max.

Metode cerita dengan pengulangan, ditambah unsur penekanan karakter yang kocak, menjadi ciri khas Sylvia Plath dalam menulis kisah anak. Hal ini juga terlihat pada The Bed Book, yang sebenarnya lebih berupa puisi berima, mengingatkan saya dengan kisah Dr. Seuss yang absurd namun memorable.

Sedangkan Mrs. Cherry’s Kitchen malah membuat saya teringat dengan Enid Blyton, terutama buku-bukunya yang ditujukan untuk anak-anak yang lebih muda. Sosok peri di dapur yang bertanggung jawab terhadap semua peralatan yang memiliki karakter bermacam-macam, diolah menjadi kisah yang seru dan lucu.

Saya sendiri berharap buku ini memuat lebih banyak cerita, tetapi sayangnya memang Sylvia Plath tidak banyak menerbitkan kisah untuk anak-anak. Bahkan, cerita dalam buku ini juga sebenarnya ditulis untuk anak-anaknya sendiri. Bagaimanapun, this was such a gem, dan saya bersyukur bisa melihat sisi lain dari Sylvia Plath lewat kisah-kisah penuh kepolosan dalam buku ini.

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: classics children stories, getting to know more of Sylvia Plath, short book for bed time reading, Dr. Seuss/Roald Dahl/Enid Blyton vibes

Submitted for:

Category: The shortest book (by pages) on your TBR list

Artforum by Cesar Aira

02 Monday Aug 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

fiction, funny haha, novella, popsugar RC 2021, short stories, south america, translation

Judul: Artforum

Penulis: Cesar Aira

Penerbit: New Directions (2020)

Halaman: 82p

Beli di: @Post_Santa (IDR220k)

Artforum adalah sebuah buku unik yang berisi kisah seorang laki-laki yang terobsesi dengan majalah seni Artforum. Karena tinggal di Buenos Aires, sementara Artforum diterbitkan di Amerika Serikat, pria ini seringkali kesulitan mendapatkan majalah kesayangannya itu.

Segala cara pun dilakukan, dari mulai mencari di toko buku bekas, hunting obralan atau koleksi pribadi yang dilepas pemiliknya, dan bahkan akhirnya memberanikan diri untuk berlangganan langsung. Tapi setelah berlangganan pun, dia tidak selalu bisa menerima majalah Artforum. Kadang terlambat hingga berbulan-bulan, bahkan lenyap tak berbekas, entah hilang di perjalanan laut, atau ditilep oleh pos lokal? Kecurigaan demi kecurigaan berakar dalam dirinya, yang bahkan sering berakhir dengan fantasi liar yang super kocak.

Buku ini, selain unik dan lucu, serta penuh dengan humor sarkastik, juga sangat relate dengan para pencinta buku, yang saya yakin pernah mengalami obsesi yang sama dengan sang pria Artforum. Kecintaan kita pada buku, ingin mengoleksi judul yang sama dengan cover berbeda, memesan buku online dan setiap hari mengecek tracking numbernya, serta menganggap buku sebagai salah satu harta paling berharga – saya yakin para book addict bisa relate dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

Dan rasanya memang seru juga menertawakan si pria Artforum (yang sepertinya memang adalah Cesar Aira sendiri, tapi tidak pernah dikonfirmasi di sepanjang buku) – sambil ikut menertawakan diri kita sendiri.

Saya belum pernah membaca karya Cesar Aira sebelumnya, dan ini adalah pengalaman yang menyenangkan, yang membuat saya bersyukur untuk toko buku independen seperti Post Santa yang kerap memberikan rekomendasi segar serta akses untuk buku-buku yang jarang ditemui di Indonesia.

Rating: 3.5/5

Recommended if you are: a booklover, obsessed with something, want to have a quick read, look for something witty, want to have a glimpse of life in Buenos Aires

Submitted for:

A book that has fewer than 1,000 reviews on Amazon or Goodreads (only 250 ratings!)

Cerita-Cerita Jakarta by Maesy Ang and Teddy W. Kusuma

03 Thursday Jun 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

anthology, bahasa indonesia, indonesia asli, short stories

Judul: Cerita- Cerita Jakarta

Editor: Maesy Ang & Teddy W. Kusuma

Penerbit: POST Press (2021)

Halaman: 213p

Beli di: @post_santa (IDR 80k)

Cerita-Cerita Jakarta berisi sepuluh cerita pendek yang semuanya bermuara pada kota megapolis kita tercinta ini. Genrenya beraneka ragam, memenuhi selera paling biasa atau paling absurd dari setiap pembacanya.

Beberapa favorit saya adalah Aroma Terasi (Hanna Francisca), tentang seorang wanita keturunan Tionghoa yang pergi ke kantor imigrasi untuk mengurus paspor, masih di zaman Orde Baru yang serba rempong dan diskriminatif. Meski dibantu oleh seorang calo jagoan, pengalaman wanita ini jauh dari mulus. Dan gaya menulis Hanna Francisca yang kocak, santai, dan sedikit satir, membuat saya ngakak berat, terutama karena kisahnya cukup relate dengan keluarga saya yang selalu ada drama setiap berhubungan dengan kantor imigrasi, apalagi dengan embel-embel marga Lim di ujung nama kami ๐Ÿ˜€

Kisah kocak lainnya yang berhasil membuat saya tertawa adalah Buyan (utiuts), yang bergenre fantasi dystopia- Jakarta di masa depan, meski sudah memiliki armada taksi online tanpa supir, masih harus berjibaku dengan kondisi banjir yang semakin menggila. Kreatif dan refreshing.

Selain kisah-kisah kocak nan absurd, saya juga menyukai beberapa kisah yang dituturkan dengan gaya yang lebih bersahaja, apa adanya namun tetap memikat. Suatu Hari dalam Kehidupan Seorang Warga Depok yang Pergi ke Jakarta (Yusi Avianto Pareanom) merupakan kisah sehari-hari namun amat relatable dari suara hari seorang penduduk suburban yang menghabiskan satu hari untuk membereskan beberapa urusan di Jakarta. Dari tema yang amat standar ini lahir kisah yang hangat, lucu, dan dekat dengan hati pembaca, baik yang merupakan komuter maupun bukan.

Sedangkan Haji Syiah (Ben Sohib) menyentil tentang agama dan hipokrisi, serta nilai-nilai berbeda yang dianut oleh generasi masa lalu dan masa kini. Again, ada sentuhan kocak meskipun tone keseluruhan cerita ini termasuk ironis dan membuat miris.

Selain judul-judul di atas, saya cukup terkesan dengan Anak-Anak Dewasa (Ziggy Zezsyazeoviennazabriskie), yang juga memiliki tone future dystopian yang cukup absurd, serta Rahasia dari Kramat Tunggak (Kharisma Michellia) yang berbau-bau thriller misteri, dengan latar belakang Kramat Tunggak yang bersejarah kelam.

Meski saya suka dengan hampir semua kisah di buku ini, ada juga cerita yang menurut saya agak meh atau malah terlalu pretensius, seperti B217AN yang nggak jelas apa maksudnya, juga Masalah yang agak kurang sreg dengan gaya narasinya.

Anyway, keapikan koleksi cerita pendek ini tidak lepas dari tangan dingin para editornya, Maesy Ang dan Teddy W Kusuma yang menggawangi POST Press. Saya juga bersyukur membaca buku ini dalam bahasa Indonesia, karena menurut saya beberapa pemilihan diksi, detail setting dan suasana, serta dialognya banyak yang sangat khas Jakarta, dan meski banyak yang juga memuji hasil terjemahan buku ini ke dalam bahasa Inggris, menurut saya membaca dalam bahasa aslinya justru memiliki nilai tambah tersendiri yang sulit tergantikan.

Rating: 4/5

Recommended if you like: Indonesian stories, short stories, diverse genre, absurd plot, funny little gems, and everything about Jakarta

Parker Pyne Investigates by Agatha Christie

03 Wednesday Mar 2021

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, british, classics, mystery, read christie 2021, short stories, twist

Judul: Parker Pyne Investigates

Penulis: Agatha Christie

Penerbit: HarperCollins (2017, first published in 1934)

Halaman: 260p

Beli di: Kinokuniya (IDR 135k)

Bulan Februari kemarin, tema #readchristie2021 adalah bukua Agatha Christie yang memiliki unsur romens atau percintaan, dan pilihan resmi dari @officialagathachristie adalah Parker Pyne Investigates. Saya sendiri sudah pernah membaca buku ini versi terjemahan Bahasa Indonesia-nya, tapi ini kali pertama saya membacanya dalam versi bahasa Inggris.

Mr. Parker Pyne adalah pensiunan pegawai negeri, tepatnya departmen statistik, yang membuka biro konsultasi pribadi. Iklan yang ia pasang di koran sangat singkat namun mengena:

Are you happy? If not, consult Mr. Parker Pyne, 17 Richmond Street.

And that’s it! Tidak ada keterangan apa pun, tapi justru karena itulah orang jadi penasaran, dan untuk mereka yang merasa tidak berbahagia (dengan berbagai alasan), terinspirasi untuk menyambangi Mr.Pyne. Menurut Mr. Pyne, ada 5 penyebab utama seseorang tidak bahagia, dan meski ia menyebutkan beberapa di antaranya, Mr. Pyne tidak pernah menerangkan dengan jelas apa 5 penyebab ini, membuat saya bertanya-tanya di sepanjang buku.

Kisah-kisah dalam buku ini merupakan kumpulan kasus-kasus yang pernah ditangani oleh Mr. Pyne, dan meski judul buku ini menyiratkan kasus-kasus yang melibatkan penyelidikan, tidak semua cerita mengandung unsur misteri atau kriminal. Beberapa kisah (yang super hilarious) justru lebih kental nuansa dramanya, baik itu percintaan, rumah tangga atau domestik hubungan ibu dan anak. Meski demikian, semuanya masih tetap bisa dinikmati meski sedikit berbeda dari kisah Agatha Christie pada umumnya.

Bagian kedua buku ini mengambil setting di Timur Tengah, karena Parker Pyne sedang berlibur. Dan seperti juga Poirot, Mr, Pyne tidak bisa berlibur dengan tenang karena pasti dihadapkan pada kasus, dari mulai pembunuhan hingga penipuan.

Buku Parker Pyne Investigates mungkin adalah salah satu buku Christie yang tidak terlalu “aging well” – karena beberapa cerita di dalamnya memang cukup ketinggalan jaman, dan tidak semua metode Mr. Pyne terasa masuk akal bila dilihat dari perspektif masa kini. Karena itu, saya menyarankan pembaca untuk menikmati buku ini with a grain of salt. Tidak usah terlalu kritis, karena ingat saja kalau buku ini diterbitkan pertama kali tahun 1934. Beberapa contoh kisah yang agak absurd misalnya adalah kisah penukaran identitas di “The Case of the Rich Woman” – terasa mustahil bila dilakukan saat ini, dan bahkan bisa dituntut karena memalsukan identitas dianggap sebagai tindakan penipuan. Lalu di kisah “The Case of Discontented Soldier”, Christie memakai tokoh kulit hitam (yang disebut Negroes atau Darkies) sebagai penjahat yang sangat stereotype.

Namun, ada beberapa kisah yang termasuk favorit saya – seperti “The Case of Middle-Aged Wife” dan “The Case of rge Discontented Husband” yang lumayan mirip, namun berbeda sudut pandang saja (sama-sama tentang pernikahan yang tidak memuaskan, satu dari sudut pandang sang istri dan satu dari suami). Saya juga lumayan suka beberapa kisah misteri berlatar belakang Timur Tengah, yang mengingatkan saya akan kisah-kisah Poirot.

Yang juga unik, ada beberapa tokoh di buku ini yang nantinya juga akan muncul di kisah-kisah Poirot – Mrs. Oliver membantu Mr. Pyne membuatkan skrip untuk kasus-kasusnya, sementara Miss Lemon muda yang sudah terlihat efisien berperan sebagai sekretaris Mr. Pyne. Saya menyayangkan Mr. Pyne tidak diberi kesempatan bertemu dan berkolaborasi dengan Poirot, karena pasti akan seru juga melihat kedua pria brilian ini bekerja sama memecahkan kasus-kasus!

Rating: 3/5

Recommended if you want to try: lighter Agatha Christie, cheeky short stories, delightful mysteries, Roald Dahl plot twist vibes, funny characters

Submitted for:

February: a story featuring love

Norse Mythology (Mitologi Nordik) by Neil Gaiman

22 Thursday Mar 2018

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

bahasa indonesia, fantasy, fiction, Gramedia, mythology, short stories, terjemahan

Judul: Norse Mythology (Mitologi Nordik)

Penulis: Neil Gaiman

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017)

Halaman: 336p

Beli di: Hobby Buku (IDR 69k, disc 20%)

Tidak terlalu banyak yang saya ketahui tentang Mitologi Nordik, kecuali mungkin segelintir kisah Thor, itupun lewat film-film Marvel yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa. Makanya saya lumayan tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang kisah-kisah para dewa ini, terlebih karena penulisnya sudah jaminan mutu, Neil Gaiman.

Terdapat 16 cerita dalam buku ini, mulai dari awal penciptaan dunia hingga terjadinya Ragnarok atau hari kiamat. Yang paling banyak mengambil bagian dalam kisah-kisah ini adalah Thor, dewa petir yang juga putra Odin, yang kekuatan utamanya terletak pada palu godam Mjollnir. Namun tidak seperti di film-film Marvel yang menggambarkan Thor sebagai tokoh pahlawan gagah perkasa yang sempurna, di sini Thor digambarkan sedikit lebih konyol, terutama karena emosinya yang gampang meledak-ledak, dan kecerdasannya yang tidak terlalu mengesankan. Seringkali Thor mengatasi masalah hanya berdasarkan amarahnya saja, mengerahkan kekuatan otot tanpa terlalu menggunakan otak, sehingga masalah yang ada malah bertambah besar.

Loki juga banyak muncul di sini, dan digambarkan lebih mirip dengan tokoh yang sudah saya kenal lewat film Marvel. Licik, cerdik, menyebalkan, dan memiliki moral abu-abu yang kadang digunakan untuk menolong namun lebih sering lagi untuk merusak, Loki adalah tipikal villain yang menyebalkan namun sekaligus membuat penasaran. Kehadirannya seringkali menimbulkan perselisihan dan konflik yang sebenarnya tidak perlu, dan salah satu hobinya adalah memperkeruh suasana di antara para dewa.

Saya suka cara Gaiman menuturkan kisah-kisah ini berdasarkan kronologis sejak mulai penciptaan dunia, asal mula kebijaksanaan Odin dan palu hebat Thor, juga berbagai kejadian yang nantinya akan memengaruhi nasib seisi semesta, termasuk keisengan Loki yang membuahkan anak-anak monster yang akan menghancurkan dunia, hingga hari-hari terakhirnya yang juga membuat takdir kehancuran dunia tak terhindarkan.

Memang, tanpa Loki, kehidupan para dewa menjadi kurang greget, dan sebagian besar kejadian dalam buku ini diawali dari kejahilannya. Loki memegang peranan penting dari hampir setiap kejadian yang memengaruhi para dewa.

Buku ini, untuk ukuran kumpulan kisah mitologi, termasuk ringan dan singkat, dan untuk para pembaca yang sebelumnya sudah cukup familiar dengan mitologi Nordik, mungkin tidak terlalu mengesankan. Kisah-kisahnya pendek dan tidak menggali terlalu dalam, sehingga memang lebih cocok untuk pembaca yang masih belum familiar dengan mitologi Nordik.

Dan karena kisah-kisah di buku ini bukan merupakan cerita original karya Gaiman, ciri khasnya memang ikut menghilang di sini, sehingga untuk yang kangen kisah fantastis ala Gaiman, buku ini tidak terlalu bisa mengobati kerinduan tersebut.

 

Uncommon Type: Some Stories by Tom Hanks

22 Wednesday Nov 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 3 Comments

Tags

bbi review reading 2017, celebrity author, english, fiction, popsugar RC 2017, short stories

Judul: Uncommon Type: Some Stories

Penulis: Tom Hanks

Penerbit: Alfred A. Knopf (2017, First Edition)

Halaman: 405p

Beli di: Periplus.com (IDR 165k)

Seorang pria memutuskan untuk menjalin hubungan percintaan dengan sahabatnya, namun tidak menyangka akan mengalami hari-hari paling melelahkan sepanjang hidupnya akibat gaya hidup si perempuan yang sangat aktif. Seorang veteran perang melakukan percakapan malam Natal dengan mantan rekan seperjuangannya. Seorang aktor bau kencur terkagum-kagum dengan kemewahan tur film laris perdananya. Empat sahabat melakukan perjalanan gila mengelilingi bulan. Seorang single mother pindah ke rumah baru dan merasa tidak nyaman dengan si tetangga sebelah. Seorang anak laki-laki memergoki ayahnya berselingkuh. Perjuangan seorang gadis di kota New York untuk menjadi bintang terkenal ternyata membutuhkan usaha ekstra. Sebuah akhir pekan ulang tahun membawa berbagai kejutan yang tak terduga. Permainan boling mengubah hidup seorang pria menjadi bintang televisi karbitan.

Itu adalah sebagian dari cerita pendek yang ditulis oleh the one and only Tom Hanks. Seperti komentar aktor dan komedian Steve Martin di bagian belakang sampul buku:

“It turns out that Tom Hanks is also a wise and hilarious writer with an endlessly surprising mind. Damn it.”

And I couldn’t agree more!

Awalnya sempat agak waswas saat membuka halaman pertama buku ini, karena saya takut Tom Hanks akan menulis kisah-kisah membosankan yang pretensius, atau malah membuat pembaca malu saking garingnya. Bukannya apa-apa, di tengah gempuran berita buruk aktor-aktor Hollywood belakangan ini, Tom Hanks adalah satu dari segelintir aktor yang namanya masih tetap bersih, reputasinya tampak baik-baik saja sebagai superstar yang amat down to Earth dan memiliki rumah tangga damai bersama sang istri yang juga cool, Rita Wilson. Dan saya menyukai hampir semua film-film Hanks, belum lagi twit atau instagram nya yang serba quirky. Intinya, saya ngefans dengan Tom Hanks dan khawatir buku ini akan mengubah pandangan saya tentang dirinya.

Untunglah kekhawatiran tadi tidak beralasan, karena ternyata saya menikmati seluruh cerita-cerita pendek yang ditulis Hanks. Hanks tetap hadir dengan gayanya yang humble, humornya yang witty dan charming, dan kesederhanaan kisah yang kebanyakan diambil dari hidup sehari-hari.

Favorit saya adalah beberapa kisah dengan tokoh empat sahabat yang sama, yang menjalani kehidupan mereka dengan santai meski banyak mengalami kejadian-kejadian tidak biasa. Di sini Hanks menggunakan sudut pandang orang pertama, yang entah kenapa mengingatkan saya akan sosok Hanks sendiri atau beberapa perannya sebagai laki-laki humoris ala film You’ve Got Mail atau Sleepless in Seattle. Yang paling kocak adalah Steve Wong is Perfect yang bercerita tentang bakat tersembunyi Steve Wong bermain boling dan bagaimana hal tersebut mengubah hidupnya dan hidup sahabat-sahabatnya.

Hanks juga bermain-main dengan format penulisan yang beragam tanpa terkesan jadi pretensius. Ada yang berupa script play, ada yang mengambil unsur fantasi dan science fiction, ada juga yang lebih seperti kisah drama klasik era tahun 50an. Hanks tidak memberikan setting waktu yang spesifik untuk setiap kisahnya, namun nuansa yang diperoleh dengan sendirinya memberikan kesan tertentu bagi pembaca.

Yang juga unik tentang buku ini tentu saja kehadiran mesin tik, cameo yang selalu tampil di hampir semua cerita. Hanks memang mengetik setiap kisah di sini dengan mesin tik berbeda-beda, diambil dari koleksinya yang ekstensif. Dan serunya, mesin tik yang ia gunakan selalu hadir, baik dalam bentuk foto di awal cerita, atau disebut secara sambil lalu maupun secara mencolok dalam kisah-kisahnya.

These Are the Meditations of My Heart merupakan surat cinta Hanks pada mesin tik, karena tema utama kisahnya memang tentang seorang perempuan yang membeli mesin tik bekas secara impulsif dan kesulitannya untuk menggunakan alat tersebut. Charming dan melankolis.

Tom Hanks adalah seorang pencerita yang baik, dan sama seperti saya tidak ingin ia berhenti berakting, kini saya juga tidak mau ia berhenti menulis!

Submitted for:

Category: A book thatโ€™s published in 2017

Kategori Debut Authors

 

 

Hercule Poirot The Complete Short Stories by Agatha Christie

15 Thursday Oct 2015

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, british, classic, english, fiction, mystery/thriller, secondhand books, short stories

poirot short storiesJudul: Hercule Poirot The Complete Short Stories

Penulis: Agatha Christie

Penerbit: HarperCollinsPublishers (1999)

Halaman: 864p

Beli di: Abe Books (ยฃ 5)

Untuk yang rajin membaca blog ini (pernyataan yang sedikit GR), pasti familiar dengan fangirling saya terhadap tokoh detektif favorit sepanjang masa, Hercule Poirot. Iya, meski dunia sedang tergila-gila dengan Sherlock (versi Cumberbatch tentu), saya tetap setia pada detektif perfeksionis berkumis lebat dengan kepala berbentuk telur ini.

Makanya buku yang berisi kumpulan cerita pendek dengan tokoh Poirot ini merupakan harta karun bagi saya. Bayangkan, ke-51 cerpen Poirot lengkap ada di sini. Hampir semua memang pernah dimuat dalam novel Agatha Christie terdahulu, seperti Poirot Early Cases, Poirot Investigates atau Labour of Hercules. Tapi tetap saja, membaca ulang keseluruhan kisah pendek Poirot memiliki sensasi tersendiri buat saya, apalagi cerita-cerita dalam buku ini disusun berdasarkan tahun penulisan dan tahun terbit aslinya.

Penyusunan yang berbasis kronologis dan historis ini merupakan daya tarik utama The Complete Short Stories, karena kita dapat mengamati tokoh Poirot sejak pertama kali diciptakan oleh Agatha Christie, sampai kisah pendeknya yang terakhir. Selain mencermati perkembangan tokoh Poirot dan berbagai kasus yang dihadapinya, kita juga akan dibuat terpesona oleh perkembangan gaya menulis Agatha Christie sendiri.

Awalnya, terlihat Christie sangat terinspirasi dengan gaya penulisan Conan Doyle dalam buku-buku Sherlock. Dimulai dari narasi Hastings (yang tak dapat dipungkiri mengingatkan saya dengan Watson), gaya deduksi Poirot, serta kemunculan Inspektur Japp (Lestrade!), semuanya berkiblat pada gaya klasik kisah detektif di Era Victoria.

Namun, semakin ke belakang, Christie juga lebih berani berekspresi- tidak hanya dari jenis-jenis kasus yang ditangani Poirot, namun juga dari gaya penceritaan serta karakter pendamping yang berevolusi. Salah satunya adalah Miss Lemon, sekretaris seperti mesin efektif tanpa imajinasi, yang menjadi asisten Poirot saat Hastings sudah tersingkir ke Amerika Selatan. Atau juga kisah-kisah dalam Labour of Hercules, yang bermain-main dengan simbol mitologi Yunani di dunia modern.

Saya sendiri lebih suka kisah-kisah awal buku ini saat Hastings menjadi Narator, namun memang setelah membaca beberapa kisah berturut-turut, gaya penuturannya menjadi monoton. Mungkin karena itulah Christie juga bosan dengan Hastings dan menyingkirkannya untuk sementara.

Saya juga suka dengan beberapa setting eksotik yang dipakai Christie di sini, misalnya di Timur Tengah atau bahkan pegunungan Swiss. Tidak sedetail yang ditampilkan di novel-novelnya, namun tetap memberi kesan yang berbeda.

Christie sendiri mengakui kalau ia pernah menyesali keputusannya menciptakan tokoh detektif seperti Poirot, yang terlalu tua bahkan setelah kemunculannya yang pertama. Namun apapun penyesalannya, Christie tetap bertahan dengan Poirot sampai akhir ๐Ÿ™‚

Satu lagi ciri Khas Christie yang dituangkannya dalam kisah-kisah Poirot adalah plot penuh melodrama dan romansa kehidupan, satu hal yang kurang bisa ditemui dalam kisah-kisah Sherlock Holmes. Mungkin karena Chrstie adalah penulis perempuan yang haus drama, maka kasus-kasus yang dihadapi Poirot rata-rata bersifat personal, penuh dengan bumbu kehidupan dan sifat manusia yang beraneka ragam.

Inilah beberapa kisah favorit saya dalam buku ini:

  1. The Chocolate Box: kegagalan Poirot yang pertama dan terakhir, kisah unik yang menurutnya menjadi pelajaran penting dalam kariernya. Senang rasanya melihat Poirot yang sombong sesekali harus mengakui kelemahannya.
  1. The Adventure of the Egyptian Tomb: berlatar belakang kutukan piramida Mesir, ditambah gaya bercerita Hastings yang penuh drama, menjadikan kasus ini sebagai salah satu yang paling juicy dalam sejarah kisah-kisah Poirot.
  1. The Mystery of the Spanish Chest: tanpa Hastings yang penuh imajinasi, Poirot berusaha memecahkan kasus sensasional yang melibatkan cinta dan dendam ini, dengan bantuan asistennya yang seperti robot, Miss Lemon.
  1. The Third-Floor Flat: kisah yang tak terduga-duga dialami oleh sekelompok anak muda dalam sebuah bangunan flat. Keterlibatan Poirot yang hanya di bagian akhir juga merupakan kejutan yang luar biasa.
  1. Four-and-Twenty Blackbirds: sederhana namun mengena, Poirot berhasil memecahkan kasus yang berawal dari kisah biasa di sebuah restoran. Hanya karena instingnya!

Lucunya, ada beberapa cerpen dalam buku ini yang mengingatkan saya dengan novel-novel Poirot berikutnya. Mungkin memang Christie mengembangkan plot novelnya dari kisah pendek yang sudah lebih dulu ditulisnya. Seperti The Plymouth Express yang mengingatkan saya dengan Mystery of Blue Train, โ€ŽProblem at Sea sedikit mengingatkan dengan Murder on the Nile, dan Triangle at Rhodes membuat saya berpikir tentang Evil Under The Sun.

Hampir dua minggu waktu yang saya butuhkan untuk menyelesaikan buku ini, tapi saat-saat bersama Poirot membuatnya menjadi worth it ๐Ÿ™‚

Baca juga fangirling saya terhadap Papa Poirot di sini.

 

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other subscribers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Spooktober Read (2): The Turn of the Screw by Henry James
    Spooktober Read (2): The Turn of the Screw by Henry James
  • The Rainmaker by John Grisham
    The Rainmaker by John Grisham
  • A Dance with Dragons by George R.R. Martin
    A Dance with Dragons by George R.R. Martin
  • The Best of Nancy Drew, Classic Collection Vol.1
    The Best of Nancy Drew, Classic Collection Vol.1
  • The Secret History
    The Secret History

Recent Comments

Puddin’ by Jul… on Dumplin’ by Julie M…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...