• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2022
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: serambi

The Candymakers by Wendy Mass

29 Tuesday Mar 2016

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

adventures, children, fiction, food, mystery, puzzle, serambi, terjemahan

candymakersJudul: The Candymakers

Penulis: Wendy Mass

Penerbit: Serambi (2011)

Penerjemah: Maria Lubis

Halaman: 556p

Gift from: Essy 🙂

Membaca buku tentang makanan memang menyenangkan, apalagi kalau makanannya berupa cokelat dan permen, my all time favorites!!

The Candymakers berkisah tentang empat orang anak berusia 12 tahun yang terpilih untuk mengikuti kompetisi menciptakan permen yang diadakan di pabrik permen Life Is Sweet. Namun ternyata, masing-masing finalis memiliki agenda pribadi dan latar belakang yang unik untuk mengikuti kompetisi tersebut, yang membuat kompetisi ini lebih dari sekadar perlombaan belaka.

Ada Logan, anak kandung pemilik pabrik yang berharap bisa meneruskan jejak kedua orang tuanya sebagai pembuat permen terbaik. Ada juga Milles, anak laki-laki pemurung yang masih saja dihantui oleh sebuah tragedi mengerikan yang pernah disaksikannya. April, satu-satunya peserta perempuan, tindak-tanduknya sangat mencurigakan. Sedangkan Philip yang berasal dari keluarga kaya raya memiliki sifat yang super menyebalkan.

Cerita bertambah rumit saat keempat anak ini mendengar sebuah rencana jahat untuk menutup pabrik Life Is Sweet. Siapa dalang rencana itu dan apakah mereka bisa bekerja sama menggagalkannya? Atau justru ada pengkhianat di antara mereka?

The Candymakers menggabungkan segala unsur yang mengasyikkan untuk menciptakan sebuah kisah anak-anak yang seru. Tema pabrik permen ala Willy Wonka hadir memanjakan segala fantasi kita tentang hidup di tengah aroma cokelat dan ratusan jenis permen. Sementara itu, kisah misteri, keping-keping puzzle dan sedikit unsur action juga berhasil diramu dengan baik, menghadirkan rasa tegang yang membuat buku tebal ini tidak terasa membosankan.

Namun yang menjadi favorit saya di sini adalah perspektif unik yang digunakan Wendy Mass dalam bercerita, terutama di separo pertama buku. Kita diajak menjalani hari kompetisi yang penting itu dari sudut pandang masing-masing peserta. Memang kesannya jadi mengulang-ulang adegan di hari yang sama berkali-kali, tapi hebatnya Wendy Mass berhasil membuat kisah ini tetap seru.

Salah satu kekuatannya memang ada pada detail. Jadi apa yang dilihat oleh Logan pada sosok April misalnya, ternyata bisa memiliki arti yang lain sama sekali ketika diceritakan dari sudut pandang Philip.

Taktik keren ini mengingatkan saya pada salah satu cerita Agatha Christie, Five Little Pigs, di mana setiap tersangka pembunuhan diminta untuk bercerita tentang hari naas terjadinya pembunuhan tersebut dari sudut pandang masing-masing. Teknik menulis seperti ini memberi kita kesempatan untuk mengenal lebih dalam setting cerita, karakter yang ada, dan tentu saja plot yang diciptakan penulis, sehingga di akhir buku, kita bisa merasa seolah-olah memang berada langsung di sana bersama para karakter tersebut.

Saya baru membaca sedikit saja buku-buku Wendy Mass (dan The Candymakers adalah buku pertamanya yang saya review di blog ini!), tapi sepertinya Mass bisa dibilang cukup konsisten menulis buku-buku middle grade yang bermutu, menggabungkan unsur teka-teki dan karakter berwarna dalam kisah-kisahnya. A writer to be looked out for!

 

The Einstein Girl by Philip Sington

02 Monday Feb 2015

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

bahasa indonesia, europe, fiction, historical, medical, mystery, psychology, science, serambi, sicklit, terjemahan

einstein girlJudul: The Einstein Girl

Penulis: Philip Sington

Penerjemah: Salsabila Sakinah

Penerbit: PT Serambi Ilmu Semesta (2010)

Halaman: 525p

Swap with: Desty

Dunia dikejutkan dengan munculnya surat-menyurat rahasia antara Albert Einstein dan istri pertamanya, Mileva Maric, 30 tahun setelah kematian Einstein. Dari surat-surat tersebut, terungkap keberadaan seorang anak yang lahir sebelum Einstein menikah dengan Mileva. Anak yang tak pernah diakui oleh pasangan tersebut, dan identitasnya tetap menjadi misteri.

Hal inilah yang menjadi inspirasi Philip Sington ketika menulis kisah fiksi sejarah The Einstein Girl.

Kisah dibuka dengan munculnya seorang gadis yang nyaris tewas di sebuah hutan di luar kota Berlin. Ketika sang gadis pulih dari koma, ia tidak ingat siapa dirinya sebenarnya. Satu-satunya petunjuk adalah secarik kertas yang ditemukan di dekat sosoknya, berisi pemberitahuan tentang kuliah umum oleh Albert Einstein. Maka publik pun menjuluki gadis tersebut sebagai The Einstein Girl.

Psikiater yang menangani kasus ini, Martin Kirsch, bertekad ingin mengungkap identitas si Gadis Einstein. Penyelidikannya membawa Martin jauh melangkah ke masa lalu sang gadis, bahkan ke masa lalu Einstein yang rumit di Serbia dan Zurich. Ia juga sempat bertemu dengan Edward, anak laki-laki Einstein yang dirawat di rumah sakit jiwa, dan memegang kunci penting akan identitas si Gadis Einstein.

Buku ini ditulis dengan cukup teliti, riset yang dilakukan oleh Philip Sington terasa menyeluruh, baik mengenai kondisi Jerman menjelang kekuasaan Hitler (yang memaksa Einstein untuk kabur ke Amerika), teori Fisika Kuantum Einstein yang mengubah dunia, dan tentu saja, masa lalu pribadi Einstein yang rumit dan penuh desas desus.

Saya tidak tahu seberapa banyak dari kehidupan pribadi Einstein yang benar-benar nyata dalam buku ini, namun gaya bercerita Sington cukup bisa meyakinkan saya. Memang ada beberapa penjabaran mengenai teori fisika maupun psikiatri dasar yang menurut saya cukup bertele-tele, ditambah dengan terjemahan yang agak kaku, namun secara keseluruhan saya (surprisingly) lumayan menikmati kisah si Gadis Einstein.

Satu hal yang agak saya sayangkan adalah gaya penceritaan yang non linear tapi tidak diimbangi dengan detail yang jelas, membuat saya sempat kebingungan di beberapa bagian cerita.

Lalu, saya -yang tidak terlalu familiar dengan sejarah Jerman pra pemerintahan Hitler- juga agak tidak mengerti dengan subplot politik yang diselipkan Sington di pertengahan buku. Sington seolah mengasumsikan pembaca sudah mengerti benar apa yang ia bicarakan, sehingga merasa tidak perlu memberikan background yang terperinci. Sayangnya, beberapa bagian yang krusial justru terlewat begitu saja karena saya tidak merasa familiar dengan nama-nama yang terkait sejarah Jerman tersebut.

Overall, I quite enjoyed the story of the Einstein Girl, and recommend it for all hisfic lovers.

Submitted for:

Category "Name in the Title"

Category “Name in the Title”

In The Time of The Butterflies

17 Thursday Oct 2013

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 4 Comments

Tags

bahasa indonesia, gift, history, latin america, serambi, terjemahan, tragedy

in time of butterfliesJudul: In The Time of The Butterflies

Penulis: Julia Alvarez

Penerbit: Serambi (2012)

Penerjemah: Istiani Prajoko

Halaman: 571p

Gift from @HobbyBuku dan Penerbit Serambi

Apa kesamaan Indonesia dengan Republik Dominika? Sama-sama pernah diperintah oleh seorang diktator, dalam jangka waktu yang lama, yang menyaru sebagai Presiden.

Jenderal Rafael Trujillo berkuasa selama puluhan tahun di negeri tersebut, mengontrol kebebasan berpendapat, baik dari pers maupun masyarakat, memenjarakan dan bahkan membunuh orang-orang yang menentangnya, bahkan memiliki simpanan wanita muda di mana-mana.

Keluarga Mirabal terkena imbas kegilaan Trujillo juga, terutama setelah anak-anak perempuan keluarga tersebut terlibat dalam gerakan perlawanan bawah tanah untuk menggulingkan sang diktator. Mereka terkenal dengan nama sandi Mariposa, atau kupu-kupu.

Minerva yang cerdas dan selalu radikal, menjadi salah satu pemimpin dan simbol pergerakan yang melegenda dan dihormati di mana-mana. Patria yang alim dan sangat relijius mendapat panggilannya untuk ikut dalam pergerakan setelah melihat orang-orang terbunuh di hadapannya. Sementara Maria Teresa alias Mate, si bungsu yang awalnya aktif gara-gara bertemu laki-laki yang kelak menjadi suaminya, terus berjuang bahkan setelah ia menjadi seorang ibu. Hanya Dede, si anak tengah yang tidak ikut aktif di pergerakan, karena dilarang oleh suaminya yang dominan.

Buku ini mengulas dengan detail, lewat sudut pandang masing-masing saudari, tentang apa yang terjadi mulai tahun 1940-an hingga hari naas saat ketiga bersaudari tersebut ditemukan meninggal di dasar jurang. Penuturan Dede, satu-satunya saudari yang selamat dan harus menanggung hidup yang menyedihkan sepeninggal para Mariposa, juga disampaikan dengan begitu menyentuh. Perjuangan Mirabal bersaudari memang sangat mengagumkan, tapi apa yang terjadi dalam hidup Dede juga tak kalah mengenaskan.

Julia Alvarez berhasil menyusun kisah fiksi ini- yang berdasarkan sejarah nyata, dengan memukau. Detail dan fakta sejarah menyatu indah bersama bumbu-bumbu dramatis yang tidak berlebihan. Latar belakang Dominika juga digambarkan dengan sangat meyakinkan – ketakutan masyarakat, revolusi tak terkendali- segala yang dikhawatirkan oleh negara yang ingin bebas tapi belum tahu benar apa yang diinginkan. Seperti Indonesia di tahun 60-90-an akhir. Aku sangat relate dengan buku ini, dan penerjemahan yang cukup baik juga membantuku memahami lebih dalam tentang perjuangan Mirabal bersaudari- di tengah bangsa yang haus akan kemerdekaan.

TRIVIA

-Mirabal Sisters meninggal di usia 25-35 tahun, kecuali Dede Mirabal, yang hingga saat ini di usia yang mendekati 90 tahun, masih hidup di Republik Dominika, mengelola museum Mirabal di Salcedo, kampung halaman mereka dulu.

-Novel karangan Julia Alvarez ini pernah diangkat ke layar lebar di tahun 2001, dengan Salma Hayek memerankan Minerva Mirabal.

-Hingga Trujillo dibunuh tahun 1961, ia tidak pernah mau mengakui keterlibatannya terhadap pembunuhan Mirabal bersaudari. Meskipun Jenderal Pupo Roman mengaku ia tahu kalau para pembunuh Mirabal bersaudari adalah tangan kanan Trujillo sendiri.

 

The Known World

31 Wednesday Jul 2013

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 8 Comments

Tags

america, bahasa indonesia, BBI, borrowed, dramatic, fiction, history, serambi, terjemahan

known worldJudul: The Known World

Penulis: Edward P Jones

Penerbit: Serambi (2006)

Halaman: 653p

Pinjam dari: Helvry

Bersetting di sebuah kota kecil di Virginia akhir abad ke-19, Edward P Jones mengangkat sebuah tema yang jarang diketahui orang banyak: perbudakan terhadap orang kulit hitam oleh keluarga kulit hitam.

Henry Townsend, sang tuan tanah kulit hitam sebenarnya terlahir sebagai budak yang melayani tuannya yang berkulit putih, William Robbins. Namun ayah Henry, Augustus yang juga budak Mr. Robbins, membeli kemerdekaannya sendiri, dan memerdekakan Henry serta ibunya Mildred. Dengan bantuan Robbins, Henry berhasil menjadi salah satu dari segelintir tuan tanah berkulit hitam di Virginia, dan bersama istrinya Caldonia, membawahi puluhan budak kulit hitam yang mengelola pertanian mereka.

Namun setelah Henry meninggal, kekacauan mulai melanda keluarga dan pertanian mereka. Beberapa budak menghilang, seorang kepala budak jatuh cinta pada Caldonia, orang tua Henry tercerai-berai, dan perasaan panik orang-orang kulit putih terhadap pemberontakan para budak (yang nantinya akan memicu Perang Saudara Amerika), membuat suasana terasa gelisah, tidak pasti, dan menimbulkan tragedi-tragedi menyedihkan yang sebagian menghilang ditelan padatnya kisah sejarah negara tersebut.

The Known World hanya merupakan sepenggal kisah kecil dari sejarah Amerika Serikat yang panjang dan kaya, namun disampaikan dengan sangat kuat. Plotnya yang sebenarnya sederhana disajikan dengan banyak selipan subplot lain, terutama tentang kehidupan satu per satu para budak kulit hitam. Awalnya ini merupakan hal yang menarik, namun lama kelamaan padatnya cerita membuatku cenderung merasa lelah. Belum lagi nama-nama yang begitu banyak, kadang hanya muncul sekali di sepanjang buku, sehingga susah untuk diingat dan dimengerti relevansinya terhadap keseluruhan cerita.

Ada bagian-bagian yang terasa sangat menyentuh, terutama yang menyangkut perlakuan orang-orang kulit putih terhadap orang kulit hitam – bagaimana diskriminasi masih sangat kental, bahkan bagi para kulit hitam yang sudah merdeka. Para budak tak lebih dari sekadar barang belaka, yang diperjualbelikan dengan bebas, dipukuli dan dihukum, bahkan diculik dari tengah jalanan untuk dijual.

Namun selebihnya, banyak subplot yang terasa terlalu trivial dan memusingkan bagiku. Ibarat masakan, The Known World merupakan hidangan yang kaya bumbu- saking kayanya malah jadi terasa berlebihan. Gaya penceritaan Jones mengingatkanku akan Salman Rushdie dalam Midnight Children- maju mundur sesuka hati, kadang menyelipkan satu fakta penting tentang seorang tokoh dan nasibnya di masa depan, tanpa menjelaskan seberapa penting arti subplot tersebut, membuat kita melupakannya, kemudian memunculkannya kembali di bagian belakang buku, saat tokoh tersebut sudah tenggelam di balik puluhan kisah tokoh lainnya.

Membaca buku ini membutuhkan kesabaran tersendiri untuk membolak balik halaman sambil mengingat-ingat. Sebenarnya akan lebih menyenangkan kalau Jones mengemas kisah yang menarik ini dengan gaya yang lebih ringan, misalnya fokus pada satu tokoh tertentu, misalnya seorang budak kulit hitam, dan menjadikannya protagonis yang bisa relate dengan pembaca. Tapi, kalau begitu, mungkin buku ini hanya menjadi sekadar buku biasa yang tidak akan memperoleh penghargaan Pulitzer!

Edward P Jones lahir di Washington, DC dan menempuh pendidikan di University of Virginia. Buku-bukunya kebanyakn bercerita tentang perjuangan kaum kulit hitam di Amerika Serikat, baik di era abad ke-20 seperti di buku pertamanya, The Lost City, maupun saat perbudakan masih marak seperti di The Known World, yang memperoleh penghargaan Pulitzer untuk fiksi di tahun 2005.

Posting ini disubmit untuk posting bareng Blogger Buku Indonesia bulan Juli dengan tema historical fiction. Makasih buat Helvry yang sudah rela meminjami bukunya, hasil berkunjung dan mengubek-ngubek perpustakaan pribadinya yang bikin ngiler!

Little Women

16 Tuesday Jul 2013

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 14 Comments

Tags

bahasa indonesia, children, classic, family, fiction, FYE challenge, readalong, serambi, terjemahan, women

little womenJudul: Little Women

Penulis: Louisa May Alcott

Penerbit: Serambi (2009)

Halaman: 489p

Borrowed from: Althesia

Usia kelayakan baca: 10 yo and up

Little Women berkisah tentang keluarga March, yang meski miskin namun hidup bahagia. Keluarga ini terdiri dari ayah yang sangat dicintai, ibu yang bijaksana, dan keempat anak perempuan yang memiliki sifat berbeda-beda. Meg yang keibuan namun selalu mendambakan hidup dalam kemewahan, Jo yang pemarah namun baik hati, Beth si pemalu yang tak pernah mementingkan diri sendiri, dan Amy, anak bungsu keluarga yang manja dan sedikit sombong.

Ketika ayah mereka harus bertempur di Perang Saudara Amerika, keempat anak ini berusaha membantu ibu mereka menjalani hidup sehari-hari yang keras, sambil mengatasi sifat-sifat terburuk mereka yang seringkali masih muncul ke permukaan. Kehadiran tetangga sebelah, Pak Laurence tua yang kaya dan baik hati, serta cucu laki-lakinya yang bandel dan menjadi sahabat mereka, Laurie, semakin memeriahkan hari-hari yang dilalui oleh keluarga March. Meski ada saat-saat suram di mana mereka merasa cobaan terlalu berat, namun mereka selalu saling menopang satu sama lain dan berusaha meringankan beban masing-masing.

Louisa May Alcott mengaku menulis Little Women berdasarkan kehidupannya sendiri, mungkin itulah sebabnya karakter yang ada di dalam buku ini terasa begitu nyata. Sifat masing-masing digambarkan dengan sangat believable, terutama Jo yang merupakan cerminan karakter Louisa. Pengalaman sehari-hari yang mengajarkan tentang kehidupan juga dituturkan dengan effortless, tidak dibuat-buat dan terasa dekat dengan kenyataan.

Meg yang berteman dengan keluarga kaya dan menemukan bahwa kekayaan bukan berarti kebahagiaan, Beth yang berusaha mengatasi sifat pemalunya dan berteman dengan Pak Laurence tua, serta Jo yang malang, yang selalu terlibat kesulitan dan berusaha mengatasi amarahnya yang suka muncul ke permukaan. Sosok Ibu March juga dihadirkan dengan porsi yang cukup, kebijakannya tidak berlebihan dan tetap seorang manusia biasa yang bisa cemas, marah dan khawatir.

Satu hal yang agak mengganjal mungkin karena aku tidak menyadari kalau buku Little Women ini tidak sama dengan buku Good Wives – yang sebenarnya merupakan bagian kedua atau sekuel dari Little Women. Gara-garanya adalah aku dulu pernah membaca buku Little Women terjemahan Gramedia, yang isinya diangkat ke film berjudul sama (dengan pemeran antara lain Susan Sarandon, Winona Ryder dan Claire Danes). Jadi Little Women yang ada di benakku itu ya yang kisahnya sampai anak-anak perempuan ini berkeluarga.

Makanya aku sedikit bingung (dan kecewa juga) saat menyadari buku Little Women versi Serambi ini (yang sebenarnya merupakan versi asli tanpa sekuel yang digabungkan) berakhir tepat sebelum Meg melangkah ke pernikahan. Yang membuat sedikit kecewa justru karena aku masih ingat jelas adegan di buku sekuel yang memang lebih banyak klimaksnya, termasuk tragedi yang sangat memancing emosi dan menguras air mata. Makanya ketika aku menutup buku ini, kok ya agak gantung gitu, rasanya. Apalagi karena aku tidak punya buku sekuelnya! Hahaha…

Anyway, versi terjemahan Serambi ini cukup enak untuk dibaca kok. Bahasanya masih mengalir, meski ada beberapa istilah yang aku kurang sreg. Misalnya nih ya, kata “priayi”. Sepertinya diterjemahkan dari kata “gentleman”. Memang sih, nggak ada padanan Bahasa Indonesia yang pas untuk istilah gentleman, tapi rasanya priayi kok kurang oke ya. Kuno banget gitu lho.

Kisah Little Women masih membuaiku seperti saat aku membacanya dulu. Tokoh favoritku tentu saja masih Jo, yang pemarah, kutu buku, suka nulis, tomboy tapi baik hati. Rasanya setiap bookworm pasti bisa merasa relate dengan Jo. Yang agak nyebelin masih tetap Amy, si bungsu yang manja dan kekanak-kanakan. Agak sebel juga kalo mengingat nantinya Amy akan memperoleh happy ending yang jauh lebih mudah dibandingkan saudara-saudaranya yang lain. Apa memang anak bungsu selalu begitu ya? (curcol).

Little Women adalah kisah klasik yang tak lekang oleh waktu, terbukti dari kesan mendalam yang masih aku rasakan, meski sudah pernah membacanya lebih dari 10 tahun yang lalu. Cari filmnya lagi ah! 🙂

Review ini diikutsertakan juga dalam event Back Into Children’s Classic Literature, Read-along Books by Louisa May Alcott, serta Fun Year Event with Children Literature. Semuanya di host oleh Mbak Maria Hobby Buku dan Bzee dari Bacaan Bzee.

back to children lit

Come join the event!

Come join the event!

 

readalong louisa

The Hunchback of Notre Dame

27 Thursday Jun 2013

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 20 Comments

Tags

bahasa indonesia, bargain book!, BBI, classic, europe, fiction, serambi, terjemahan

notre dameJudul: The Hunchback of Notre Dame

Penulis: Victor Hugo

Penerbit: Serambi (2010)

Halaman: 570p

Beli di: Pesta Buku Jakarta 2012 (IDR 25k, bargain price!)

Kisah dimulai di Paris tahun 1482, berputar di sekitar sosok gadis gipsi cantik yang misterius, La Esmeralda. Esmeralda dicintai oleh banyak orang, terutama laki-laki, dengan cara yang berbeda-beda. Pierre Gringoire- pujangga kota Paris yang gagal- mencintainya karena merasa berutang budi telah diselamatkan oleh si gadis gipsi. Phoebus-perwira gagah yang dikagumi Esmeralda- pura-pura mencintainya demi memperoleh kenikmatan yang sudah ia cita-citakan. Frollo- wakil uskup yang dibutakan oleh nafsunya, mencintai Esmeralda dengan posesif dan dipenuhi oleh rencana gila. Sementara Quasimodo, pemukul lonceng di gereja Notre Dame yang buruk rupa dan selalu menjadi bahan celaan masyarakat, mengasihi dan mencintai Esmeralda dengan tulus dari jauh, karena ia tahu cintanya tak akan terbalaskan.

Di tengah suasana Paris yang masih penuh kekacauan, sebuah konspirasi terjadi sehingga Esmeralda dituduh melakukan pembunuhan dan terancam hukuman mati. Apakah peran dari masing-masing pria yang mengaku mencintainya itu? Adakah yang bisa menyelamatkannya, atau mereka malah akan menjerumuskannya?

Ini adalah pertama kalinya aku membaca karya Victor Hugo, sebagai bagian dari Posting Bareng BBI bertema Sastra Eropa. Edisi terjemahan Serambi ini cukup enak untuk diikuti, meski ada beberapa ganjalan di sana-sini. Ganjalan terbesar tentu datang dari judulnya: kenapa juga Hunchback of Notre Dame diterjemahkan menjadi Si Cantik dari Notre Dame? Jelas-jelas judulnya mengacu pada Quasimodo, si Bungkuk dari Notre Dame yang menjadi anomali dalam kisah ini- keburukan fisik dan kebaikan hatinya yang luar biasa, sangat berbeda dengan karakter lain dalam buku yang penuh dengan muslihat serta kedengkian.

Lalu satu lagi, kenapa covernya sangat mengecilkan hati ya? Padahal setting Notre Dame bisa dijadikan cover yang gothic, atau anggun, atau misterius, sesuai tone dari buku ini. Tapi, Serambi malah mengubah covernya menjadi berbau-bau horror nggak jelas :p Sayang banget. Beberapa org yg kukenal malah mengaku malas membeli buku ini karena covernya yang tidak berselera.

Mengenai gaya bertutur Hugo, aku cukup suka mengikutinya. Tidak terlalu bertele-tele seperti Dickens misalnya, tapi justru banyak disisipi humor gelap yang kadang membuatku tersenyum-senyum sendiri (misalnya tentang Gringoire yang terobsesi dengan kambing Esmeralda). Setting Paris terutama Notre Dame juga digambarkan dengan cukup detail dan memenuhi imajinasiku dengan unsur gothicnya yang kental. Namun tokoh Esmeralda menurutku masih terlalu klise- gadis cantik yang disukai semua orang dan malah memilih pria yang salah. Meh.

Satu lagi yang perlu diperhatikan: bagi siapapun yang sudah menonton Hunchback versi Disney, bersiaplah untuk menghadapi cerita yang sama sekali berbeda, karena Disney-seperti biasa- telah memorak-porandakan kisah klasik ini menjadi dongeng happily ever after. Jangan kaget kalau endingnya tidak seindah yang ditawarkan oleh Disney!

the happy fairy tale

the happy fairy tale

Tentang Victor Hugo

Victor Hugo adalah penyair dan penulis yang lahir di Perancis tanggal 26 Februari 1802. Hunchback of Notre Dame adalah novel panjangnya yang pertama. Setelah Hunchback, novel Hugo yang paling terkenal sepanjang masa adalah Les Miserables. Tulisannya merupakan kritik terhadap Perancis – konservasi Notre Dame di Hunchback, dan ketidakadilan sosial di Les Miserables. Selain menulis, Hugo juga merupakan seorang pelukis dan memproduksi sekitar 4000 lukisan sebelum meninggal dunia tahun 1885.

Tentang Notre Dame

Notre Dame de Paris (atau Our Lady of Paris) merupakan salah satu katedral paling terkenal di dunia. Arsitekturnya bergaya gothic Peranics, dan dilengkapi dengan patung gargoyle serta kaca jendela buram yang khas. Sekitar tahun 1790, bangunan ini mengalami kerusakan di tengah Revolusi Perancis, di mana banyak bangunan religius dihancurkan dan dirusak. Terdapat 5 buah lonceng besar di Menara Notre- Dame (yang di novel Hugo dibunyikan oleh Quasimodo), yang paling besar dinamakan Emmanuel, dengan berat sekitar 13 ton! Tidak heran Quasimodo dikisahkan menjadi tuli akibat membunyikan lonceng ini selama bertahun-tahun.

Yang ini, BUKAN si cantik dari Notre Dame :p (Paris, 2006)

Yang ini, BUKAN si cantik dari Notre Dame :p (Paris, 2006)

Middlesex

02 Thursday Feb 2012

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 10 Comments

Tags

culture, fiction, pulitzer prize, serambi, TBR challenge, terjemahan

Title: Middlesex

Writer: Jeffrey Eugenides

Publisher: Serambi (2007)

Pages: 811 p

Gift from Serambi

This is an epic story about a Greek family, and how a decision in the past could follow the life of the next generation. Calliope Stephanides was born in 1960 as a girl, and raised as a sweet little girl by her loving mother and very busy father. Calliope is not an ordinary girl though, because when she grew up, she found something unusual in her body (her female part, to be exact). Lacking of certain chromosome due to a family history, Calliope was finally reborn as a man named Cal when she (or he?) turned 14.

Cal brought us back to 1922, tracing his (okay, I’m gonna use HE for Cal from now on) grandparents life from Turkey until they became immigrants in the U.S. We could see  how they coped with the strong Greek roots, struggled in new country during the Depression era, and created the new generation with fear of their old sin.

Cal lead us into his story with beautiful sentences, until we could enter his mind and heart, feel his ache and sorrow, his fear and confusion as an outcast. This is a very long book, but strangely, I didn’t feel the length. Every page was beautifully written, especially we can see the cleverness of Eugenides when he changed the narration from Calliope to Cal. From the soft, naive and hesitant little girl, the narrator was transformed into a cooler, distant version of a man who had an unforgettable metamorphosis. The transformation is so perfect, I felt like I’ve known Calliope and Cal for the rest of my life when I finished the book. And although this book has a really heavy sexual content, it doesn’t feel erotic or sexy at all. It just feels scientific =) No wonder Middlesex won a Pulitzer.

Since I read the translated version, I also want to give appreciation to the translator (Berliani Nugrahani), who did an excellent job translating this poetic yet difficult book into a still beautiful (and feels like effortless) Bahasa Indonesia.

I am so totally gonna check more Eugenides books!!!

ps: if you wondered why I wrote in more English lately, well it’s because of the TBR Challenge!!! I actually missed writing in Bahasa Indonesia. But I need to write in English in order to submit my review (and have a chance to win the prize!). So please bear with me, and wish me luck okay! =)

Pope Joan

21 Friday Oct 2011

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 10 Comments

Tags

bahasa indonesia, bargain book!, fiction, history, serambi, terjemahan

Judul: Pope Joan

Penulis: Donna Woolfolk Cross

Penerbit: Serambi (2007)

Halaman:736 p

Beli di: Pesta Buku Jakarta 2011 (IDR 17k, bargain price!)

Legenda, seperti halnya mitos, memiliki batas yang amat tipis dengan fakta dan sejarah. Itulah yang membuat historical fiction begitu menyenangkan untuk dibaca. Tak kecuali dengan sosok Pope Joan, yang merupakan legenda (atau sejarah??) mengenai satu-satunya Paus perempuan yang pernah ada.

Joan dilahirkan di abad ke-9, ayahnya seorang kanon yang sangat kolot, dan ibunya adalah perempuan Saxon yang masih percaya (meski sembunyi-sembunyi) terhadap dewa pagannya. Hidup sangat sulit bagi Joan yang sebenarnya sangat cerdas, namun tidak didukung oleh kondisi saat itu yang menganggap perempuan sebagai kaum kelas dua, bahkan dikucilkan bila memiliki hasrat belajar tinggi seperti Joan.

Jalan yang ditempuh Joan akhirnya membawanya pergi dari rumah, untuk mengejar cita-citanya yang saat itu sepertinya mustahil untuk dicapai: menjadi seorang akademisi perempuan. Namun, nasib berbicara lain saat kakak laki-lakinya meninggal, dan suatu ide cemerlang terbersit di kepala Joan. Ia mengambil identitas kakaknya dan nekat masuk ke pertapaan sebagai Bruder John Anglicus. Di sanalah segalanya berawal, Joan serasa memiliki kesempatan kedua saat sebagai laki-laki, bakat dan kemampuannya justru dikagumi, bahkan membawanya hingga ke Roma. Di sanalah Joan berkenalan dengan dunia politik dan agama yang keras. Sampai di satu titik ia berhasil menjabat sebagai Paus, posisi tertinggi di dunia Kristen Barat, meski hanya dua tahun.

Yang menarik dari buku ini, selain ceritanya yang kontroversial, adalah sosok Joan sendiri yang sangat-sangat humanis. Di tengah ambisinya untuk terus belajar, Joan tidak dapat mengingkari takdirnya sebagai seorang perempuan, yang bertemu dengan laki-laki yang dicintainya. Hal inilah yang melembutkan cerita secara keseluruhan, karena sesungguhnya latar belakang kisah ini cukup kelam, terutama saat menggambarkan kekejaman bangsa Viking, kekasaran kaum laki-laki terhadap perempuan, bahkan sejarah gelap dari agama Kristen yang ternyata penuh intrik politik dan kekerasan.

Secara keseluruhan, buku yang sangat berbau feminisme ini masih enak untuk diikuti, apalagi bagi penggemar fiksi sejarah. Ow, dan ternyata Pope Joan pun sudah difilmkan tahun 2009 kemarin, dengan sang penulis novel sebagai salah satu penulis skenarionya. Interesting!

 

The Janissary Tree

01 Monday Aug 2011

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 6 Comments

Tags

bahasa indonesia, fiction, mystery/thriller, serambi, swap, terjemahan

Judul: The Janissary Tree

Penulis: Jason Goodwin

Penerbit: Serambi (2008)

Halaman:479 p

Swapped with Ferina

Novel ini mengambil setting Istanbul, Turki, di akhir tahun 1800-an. Masyarakat Istanbul dikejutkan dengan pembunuhan yang menimpa empat orang prajurit Garda Baru, yang merupakan pasukan pengamanan Turki di masa itu. Pembunuhan dilakukan dengan sadis. Pemimpin Garda Baru akhirnya meminta tolong Yashim, seorang kasim yang merupakan salah satu orang yang paling diandalkan di istana sultan.

Yashim punya askes untuk keluar masuk ke semua tempat, termasuk ke dalam harem sultan yang sebenarnya terlarang bagi kaum laki-laki. Karenanya, ketika horor di Istanbul berlanjut dengan dibunuhnya salah seorang selir sultan, Yashim jugalah yang ditunjuk untuk menyelidiki kasus tersebut.

Penyelidikan Yashim membawanya ke sejarah pasukan Yenicheri, pasukan penjaga Turki di masa lampau yang terkenal brutal dan penuh kekerasan. Apakah memang pasukan ini ingin bangkit kembali? Lalu, siapa dalang yang menyebabkan terjadinya pembunuhan demi pembunuhan itu? Yashim terpaksa mengorek-ngorek masa lalu, sambil tersandung beberapa intrik politik, rencana kudeta, dan tokoh-tokoh penting seperti duta besar Rusia dan istrinya yang cantik.

Buku ini sebenarnya cukup menarik, dengan latar belakang sejarah Turki yang memang selalu bikin penasaran. Membayangkan kota Istanbul di tengah-tengah perubahan besar yang terjadi di negara tersebut adalah satu hal yang menjadikan buku ini lebih hidup. Sayangnya, misteri pembunuhannya sendiri kurang greget, dan tokoh-tokoh di dalamnya, selain Yashim dan sahabatnya si duta besar Polandia, kurang diekspos dengan menarik. Begitu pula kisah sejarah yang terkesan diceritakan sepotong-sepotong. Mungkin maksudnya agar cerita lebih terasa misterius, tapi akhirnya malah kurang nyambung satu sama lainnya.

Kalau ada satu hal yang sukses dilakukan buku ini terhadap pembacanya, itu adalah niat untuk melihat kota Istanbul yang digambarkan begitu menarik dan mempesona =) Oya, dan tentunya merasakan mandi Turki yang terkenal itu!

The Day of The Jackal

29 Friday Jul 2011

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 14 Comments

Tags

bahasa indonesia, BBI, fiction, mystery/thriller, politics, serambi, terjemahan

Judul: The Day of The Jackal

Penulis: Frederick Forsyth

Penerbit: Serambi (2011)

Halaman:609 p

Beli di: Mbak Truly (IDR 41,5k)

Novel ini bersetting di Perancis tahun 1963. Saat itu Perancis dipimpin oleh presiden Charles DeGaulle, seorang jenderal yang memiliki track record panjang di dunia militer. Seperti layaknya setiap pemimpin besar, tidak semua setuju dengan keputusan yang diambil oleh sang Jenderal. Termasuk sebuah organisasi pemberontak yang dikenal sebagai OAS, yang sangat menentang kebijakan DeGaulle untuk melepaskan Aljazair dari Perancis.

Beberapa percobaan pembunuhan telah dilakukan oleh komplotan ini, namun selalu saja gagal, entah akibat ketatnya penjagaan sang presiden, informan-infroman andal yang ditempatkan dalam organisasi tersebut, atau sekadar masalah keberuntungan belaka. Yang pasti, OAS mulai gerah, dan sebagian kecil petingginya memutuskan untuk mengambil tindakan sendiri. Marc Rodin, dibantu dua orang anggota OAS, Rene Montclair dan Andre Casson, mengambil langkah drastis dengan menyewa seorang pembunuh bayaran profesional. Setelah menimbang-nimbang, pilihan jatuh kepada seorang laki-laki Inggris berambut pirang yang misterius, dengan nama samaran Jackal (yang diterjemahkan secara agak janggal menjadi “jakal”).

Mulailah Frederick Forsyth membawa kita menyusuri lika-liku persiapan sang Jackal untuk melaksanakan tugasnya. Dari mulai memesan senjata, memalsukan paspor, mempersiapkan penyamaran, sampai survey tempat, semua diceritakan dengan detail. Alur cerita semakin seru ketika pemerintah Perancis berhasil mencium rencana busuk OAS, dan menugaskan detektif terbaik mereka dari kepolisian, Komisaris Claude Lebbel, untuk menyelidiki siapakah sebenarnya sang Jackal.

Adu cerdik antara Jackal dan Lebbel lah yang membuat buku ini sangat menarik untuk disimak. Apalagi ditingkahi dengan intrik politik dalam pemerintahan Perancis, karakter DeGaulle tidak mau terlihat lemah di hadapan publik, sampai kebocoran informasi ke pihak musuh.

Awalnya buku ini terasa amat lambat, sampai aku agak bingung apa yang menyebabkannya bisa bertengger sebagai salah satu novel kriminal terbaik sepanjang masa. Apalagi saat Forsyth dengan bertele-telenya menceritakan sejarah perpolitikan Perancis sampai ke unsur-unsur organisasi pemerintahannya, dengan istilah yang asing di telinga. Tapi untungnya, alur berubah menjadi cepat ketika terjadi kejar-kejaran antara Jackal dan Lebbel.

Forsyth sendiri termasuk penulis yang sangat detail, terbukti dari langkah demi langkah pemalsuan paspor sampai perakitan senjata yang dituturkan dengan sangat terperinci. Tak heran, novel ini dikabarkan menjadi inspirasi terjadinya peristiwa penembakan PM Israel Yitzhak Rabin. Kalau dibandingkan dengan novel konspirasi kriminal sejenis, seperti karya-karya Tom Clancy, Forsyth masih lebih serius, meski kalah dari sisi adrenalin, namun intrik yang disajikan terasa lebih nyata dibandingkan kisah Clancy yang seringkali terkesan pretensius.

Oya, satu hal lagi yang cukup menyesatkanku. Tadinya, sebelum membaca novel ini, aku begitu yakin kalau isi novel inilah yang dijadikan acuan pembuatan film The Jackal yang dibintangi oleh Bruce Willis akhir dekade 90-an lalu. Ternyata ini salah besar, karena film tersebut berbeda 100% jalan ceritanya dari buku ini. Persamaan keduanya hanyalah pemakaian istilah Jackal untuk menggambarkan sang pembunuh bayaran. Jackal sendiri adalah sejenis anjing liar yang memang merupakan salah satu hewan pemburu andal. Cocok lah, untuk menggambarkan sosok pembunuh bayaran, terutama si pirang misterius dari Inggris =)

PS: buku ini adalah proyek baca bareng BBI untuk bulan Juli. Diselesaikan dalam waktu yang sangat mepet =)

 

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,037 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Lima Sekawan - The Series
    Lima Sekawan - The Series
  • The Picture of Dorian Gray by Oscar Wilde
    The Picture of Dorian Gray by Oscar Wilde
  • Circe by Madeline Miller
    Circe by Madeline Miller
  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • Matilda
    Matilda

Recent Comments

When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…
The Case of the Pecu… on The Case of the Left-Handed La…
astrid.lim on Lorong Waktu by Edward Pa…
nina on Lorong Waktu by Edward Pa…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,037 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...