Judul: Lean In: Women, Work, and the Will to Lead
Penulis: Sheryl Sandberg
Penerbit: WH Allen (2015)
Halaman: 230p
Beli di: The Book Depository (IDR 128,102)
Non fiction is not my forte. Saya selalu stress duluan kalau disuruh baca buku non fiksi, karena sudah terbayang akan merasa bosan, harus berpikir keras, berusaha mencerna kalimat-kalimat yang monoton.
Tapi saya tahu, reading non fiction will bring some good for me- at least to push me outside my comfort zone and learn something new. Karena itulah saya bersyukur dengan hadirnya reading challenge yang memaksa saya membaca buku-buku di luar zona nyaman saya. Tak terkecuali Popsugar Reading Challenge yang memasukkan buku tentang career advice ke dalam salah satu kategorinya.
Saya sudah berkecimpung di dunia kerja dan meniti karier hampir 15 tahun, hingga akhirnya berada di posisi yang sekarang. Tapi memang saya merasa kurang mau belajar untuk mengembangkan soft skill saya melalui buku-buku pengembangan diri atau self help serta buku-buku bisnis secara umum. Mungkin karena saya merasa waktu saya lebih baik digunakan untuk membaca buku-buku yang saya suka.
Tapi ternyata, ketika saya memilih Lean In sebagai buku untuk Popsugar Reading Challenge, saya menyadari kalau buku non fiksi tidak selamanya berat dan membosankan, terutama yang ditulis oleh praktisi seperti Sheryl Sandberg. Perempuan yang namanya selalu masuk ke dalam daftar nama perempuan paling berpengaruh ini mampu menyajikan pandangannya tentang perempuan bekerja tanpa terkesan menggurui dan jauh dari membosankan, meski banyak dilengkapi oleh footnotes dan referensi hasil riset.
Sandberg kini menjabat sebagai Chief Operating Officer di Facebook, sekaligus tangan kanan Mark Zuckerberg, namun sebelumnya telah malang melintang di dunia bisnis, termasuk membantu membesarkan Google dan pernah bekerja sebagai konsultan di perusahaan bergengsi McKinsey.
Sandberg menggunakan pengalamannya yang ekstensif terutama dalam sudut pandang sebagai perempuan, dan bagaimana memaknai perbedaan gender untuk mengatasi tantangan yang kerap dihadapinya. Ia membahas fakta-fakta tentang mengapa perempuan tidak terlalu berambisi seperti laki-laki (sehingga menyebabkan minimnya jumlah pemimpin perempuan di dunia), selalu duduk di belakang dan jarang beropini kalau sedang mengikuti rapat, dan bagaimana menghadapi kenyataan kalau perempuan yang sukses biasanya dijauhi dan tidak disukai, baik oleh laki-laki maupun sesama perempuan.
Sandberg juga membahas beberapa karakter penting yang ia kembangkan dan membantunya meniti sukses seperti sekarang ini, termasuk bagaimana bersikap jujur apa adanya, bijak dalam menentukan pilihan, dan menerima kenyataan kalau kita memang tidak bisa mendapatkan segalanya.
Karena Sandberg juga seorang istri dan ibu, ia membagi pengalamannya tentang berusaha menjaga keseimbangan antara karier dan keluarga. Untungnya ia tidak menampilkan sosoknya sebagai perempuan super yang bisa melakukan segalanya, karena ia secara jujur mengungkapkan kelemahan dan kegagalannya yang membuat kita sebagai pembaca bisa lebih terhubung dengannya.
Salah satu bagian favorit saya adalah ketika Sandberg menggambarkan hubungannya dengan kolega dan atasannya yang kebanyakan laki-laki, terutama Mark Zuckerberg. Seru juga membayangkan dua orang yang memiliki otak brilian dan karakter kuat bekerja sama dalam organisasi sebesar Facebook. Bagaimana Sandberg yang adalah perempuan dan berusia lebih tua mampu menempatkan dirinya sebagai staff sekaligus teman Mark, dan bagaimana kebijakan-kebijakan yang diusulkan Sandberg pada akhirnya berhasil mengubah Facebook menjadi salah satu perusahaan terkuat di dunia.
Memang ada beberapa bagian dalam buku ini yang secara eksklusif menggambarkan privilege Sandberg sebagai perempuan kulit putih kelas menengah di negara maju Amerika Serikat. Untungnya Sandberg masih sensitif untuk menyinggung hal ini dan bahkan meminta maaf karena menyadari bahwa kondisinya sangat berbeda dan mungkin bahkan tidak applicable untuk perempuan-perempuan yang termasuk dalam kategori minoritas, ekonomi lebih rendah, atau hidup di negara berkembang. And I appreciate her for that.
Inspiratif, menarik dan eye opening, buku ini membuat saya banyak berpikir tentang peran perempuan di era milenial dan betapa bersyukurnya hidup di zaman ini. Di kantor tempat saya bekerja sekarang, 3 dari 4 kepala divisi adalah perempuan, dan lebih dari 50% staff juga merupakan perempuan. Sandberg juga memberikan ide pada saya tentang bagaimana saya bisa lebih memberdayakan rekan-rekan dan staff yang kebanyakan perempuan, tanpa harus berseberangan dengan laki-laki, dan bagaimana menjadi feminis tanpa bersikap terlalu sinis atau sarkastik 🙂
Notes:
Dalam buku Lean In, Sheryl Sandberg banyak menggambarkan hubungannya dengan suaminya, Dave Goldberg yang juga berkecimpung di industri internet. Menurut Sandberg, suaminya adalah partner sekaligus faktor terpenting yang bisa membuat dirinya seperti sekarang.
Karena itu, saya sangat terkejut saat browsing tentang Sandberg setelah membaca buku ini, dan mendapati berita kalau Dave Goldberg sudah meninggal dunia karena serangan jantung dua tahun yang lalu, di usia yang masih muda, 47 tahun. Peristiwa ini begitu mendadak dan mengejutkan, sehingga Sandberg juga tidak membuka dirinya kepada publik hingga awal tahun ini, saat ia menerbitkan memoir tentang kehilangannya dan perjuangannya mengatasi rasa duka mendalam, yang berjudul Option B: Facing Adversity, Building Resilience and Finding Joy.

Submitted for:

Category: A book with career advice

Kategori: Self Improvement & Self Help