• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2023
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • Popsugar Reading Challenge 2022
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: science

Sapiens: a Graphic History, Vol 1 by Yuval Noah Harari

13 Monday Dec 2021

Posted by astrid.lim in non fiction

≈ Leave a comment

Tags

comic/graphic novel, funny haha, non fiction, popsugar RC 2021, science, series

Judul: Sapiens: a Graphic History, Vol 1 (The Birth of Humankind)

Penulis: Yuval Noah Harari

Ilustrator: David Vandermeulen, Daniel Casanave

Penerbit: Harper Perennial (2020)

Halaman: 248p

Beli di: Periplus.com (IDR 377k)

Yuval Noah Harari mungkin adalah salah satu penulis yang paling berpengaruh dan banyak disebut namanya selama satu dekade ini. Karya-karyanya, yang menerjemahkan peristiwa “kelahiran” manusia, asal usul bumi dan evolusi, serta perkembangan hingga dunia modern, ke dalam bahasa sehari-hari, menjadi perbincangan berbagai kalangan, dari mulai scientist hingga masyarakat awam.

Saya sendiri belum pernah membaca buku-bukunya, karena memang belum merasa tertarik saja. Apalagi, sepertinya butuh waktu yang cukup lama untuk melahap jenis buku yang ditulis oleh Harari. Namun, saat versi graphic history-nya muncul, saya jadi tergugah. Saya termasuk jarang membaca graphic novel, apalagi graphic non-fiction seperti Sapiens ini.

Ternyata, I enjoyed it a lot! Buku ini adalah seri pertama dari Sapiens versi graphic, yang fokus pada sejarah munculnya manusia berdasarkan teori evolusi biologi hingga kita menjadi makhluk yang survive saat ini. Namun, selain teori evolusi, Harari juga fokus pada konteks sejarah, yang melatarbelakangi mengapa pada akhirnya Homo Sapienslah yang mnejadi the last man standing di planet bumi. Sisi sosial spesies manusia ini dikupas habis oleh Harari, termasuk kebutuhan manusia untuk bersosialisasi, kecenderungan untuk hidup saling bergantung, hingga perkembangan teknologi yang menjadikan kita menjadi makhluk dengan teknik berkomunikasi paling canggih seplanet Bumi.

Tidak hanya temanya yang menarik dan dikemas dalam bahasa sehari-hari, tapi jalan ceritanya pun dibuat menggelitik, dengan Harari sendiri sebagai salah satu karakternya, yang kerap didampingi oleh keponakannya dan bersama-sama mencari tahu jawaban akan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan. Humornya pas, dan ilustrasinya juga seru, dengan gaya dan warna yang mengingatkan saya akan komik-komik Eropa yang marak diterjemahkan di era 80-an (Smurf, Tintin, Steven Sterk, dan teman-temannya).

Overall, puas banget dengan buku ini, dan definitely saya akan melanjutkan ke volume ke-2. Meski agak mahal, menurut saya buku versi graphic ini sangat layak dikoleksi, dan bisa juga dibaca bersama dengan anak-anak. Oiya, kalau ingin yang versi terjemahan bahasa Indonesia, setahu saya sudah diterbitkan juga oleh Gramedia 🙂

Rating: 4/5

Recommended if you like: history, graphic novel, European style comic books, science topics with understandable vocabs, witty humor

Submitted for:

Category: A book in a different format than what you normally read (audiobooks, ebooks, graphic novels)

A is for Arsenic by Kathryn Harkup

28 Wednesday Jul 2021

Posted by astrid.lim in non fiction

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, bargain book!, crime, ebook, english, non fiction, science

Judul: A is for Arsenic: The Poisons of Agatha Christie

Penulis: Kathryn Harkup

Penerbit: Bloomsbury Sigma (2015, Kindle edition)

Halaman: 320p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99, bargain!)

Salah satu metode pembunuhan yang paling sering dipakai oleh Agatha Christie dalam buku-bukunya adalah racun, dan hal inilah yang mengilhami Kathryn Harkup untuk menulis buku tentang racun-racun yang digunakan oleh Agatha Christie.

Premis buku ini sangat menarik, terutama untuk penggemar kisah Agatha Christie seperti saya. Harkup memilih beberapa racun menarik yang memang digunakan di lebih dari satu kisah-kisah Christie, lengkap dengan latar belakang ceritanya.

Dari mulai arsenik hingga sianida dan veronal, Harkup yang memang memiliki latar belakang kimia sangat fasih menjelaskan detail racun-racun tersebut, termasuk asal muasal racun, bagaimana racun itu bekerja, kasus di dunia nyata, dan tentu saja, cara Christie menerapkan keunikan racun tersebut ke dalam ceritanya.

Meski topiknya menarik, dan saya banyak mendapatkan fakta serta informasi baru, ada beberapa bagian di buku ini yang menurut saya terlalu dry, terutama ketika Harkup menjelaskan tentang bagaimana racun bekerja. Mungkin karena latar belakang science yang kental, di sini Harkup banyak menggunakan jargon kimia dan biologi yang membuat saya merasa seperti kembali ke bangku sekolah (dan menjalani ulang salah satu mata pelajaran dan kuliah yang paling saya benci: kimia organik!!). Meski Harkup berusaha menjabarkan bagian teknis ini dengan bahasa yang mudah dicerna, tetap saja beberapa bagian terasa sangat alot bagi saya XD

Hal lain yang saya kurang sreg adalah saat Harkup menyinggung kisah Christie yang berhubungan dengan racun yang ia bahas. Ia tampak ingin membuat bukunya spoiler free, tapi menurut saya malah terasa gantung, karena memang agak mustahil bisa membahas tuntas detail tentang penggunaan racun dan relevansinya dengan cerita yang dimaksud, tanpa membuka spoiler twist maupun pelaku pembunuhan di buku tersebut. Saya sendiri lebih prefer kalau Harkup sekalian saja memberi warning spoiler alert, dan membahas segalanya dengan tuntas. Bagaimanapun, kebanyakan target pembacanya pastilah fans Agatha Christie yang sudah membaca sebagian besar bahkan semua buku karrya the Queen of Crime.

Namun, secara keseluruhan A for Arsenic tetap merupakan buku yang menarik. Satu hal yang saya tangkap dari buku ini adalah pujian Harkup terhadap Christie, yang menurutnya cukup konsisten dalam menggunakan racunnya secara akurat. Christie, yang memang pernah bekerja di bagian farmasi di masa perang, melakukan risetnya dengan mendalam, dan hampir semua fakta serta teknik tentang racun yang ia gunakan dalam bukunya benar-benar akurat. Satu hal yang mengagumkan, mengingat jaman dulu belum ada Google ataupun sumber lain yang mudah diakses.

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: true crime, chemistry, science, Agatha Christie, poison!

Transcendent Kingdom by Yaa Gyasi

09 Tuesday Mar 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

african american, america, award, culture, dysfunctional family, immigrant, literature, mental health, race, science

Judul: Transcendent Kingdom

Penulis: Yaa Gyasi

Penerbit: Alfred A. Knopf (2020)

Halaman: 264p

Beli di: @Post_Santa (IDR 265k)

Gifty adalah seorang anak imigran dari Ghana yang sedang menyelesaikan studi PhD nya di bidang neuroscience. Fokus risetnya adalah tentang bagaimana otak tikus bekerja, dan apa hubungan antara reward-seeking behaviour dengan syaraf yang menyebabkan depresi dan adiksi. Terdengar ribet, tapi sebenarnya riset ini sangat berhubungan erat dengan kehidupan pribadi Gifty. Kakak laki-lakinya, Nana, meninggal akibat OD, gara-gara kecanduan opioid setelah cedera yang dialaminya. Padahal Nana adalah calon atlet basket yang masa depannya tampak begitu cemerlang. Sementara itu, ibu Gifty menderita depresi parah setelah ditinggal oleh anak laki-lakinya, dan bahkan memiliki kecenderungan suicidal.

Gifty yang berotak cemerlang bertekad akan menemukan jawaban scientific akan hal-hal yang dialami keluarganya, supaya orang lain terhindar dari tragedi yang sama. Saat penelitiannya hampir selesai, Gifty menerima kabar kalau ibunya lagi-lagi mengalami depresi, dan ia akhirnya meminta agar ibunya yang tinggal di Alabama sementara pindah ke apartemennya di California.

Yaa Gyasi did it again. Transcendent Kingdom memang tidak sepowerful Homegoing yang lebih kental unsur historical dramanya, tapi buku ini tetap meninggalkan kesan mendalam buat saya. Leave it to Gyasi to write any kind of topic and make it a beautiful read. Di Transcendent Kingdom, Gyasi lebih fokus pada isu imigran (orang tua Gifty adalah imigran dari Ghana yang menetap di Alabama) dengan segala tantangannya, dari mulai mencari pekerjaan, menghadapi isu rasisme, hingga usaha keras yang harus dilakukan untuk membuktikan kalau anak-anak imigran pun bisa sukses.

Dan di sinilah kita disuguhi salah satu permasalahan kompleks namun sangat marak terjadi, termasuk di keluarga imigran: adiksi opioid, yang awalnya biasanya hanya diresepkan sebagai painkillers, namun karena mudah diakses, dengan cepat bisa menyebabkan kecanduan.

Gyasi banyak sekali membahas isu rumit dan kompleks di buku ini. Selain isu kecanduan opioid, juga ada isu mental health dan stigma depresi yang masih dipegang oleh budaya para imigran, termasuk keluarga Gifty. Dan tentu saja, sajian utama Transcendent Kingdom adalah penelitian Gifty sendiri, yang begitu kompleks namun terkait erat dengan permasalahan hidupnya.

Kalau dilihat sepintas, memang buku ini seolah ingin membahas terlalu banyak isu kompleks yang terancam akan membuat pusing pembacanya. Namun, sekali lagi saya ingin menegaskan pendapat saya, kalau Gyasi adalah penulis yang amat andal. Topik-topik tadi bisa dirangkum dengan begitu hati-hati, mengalir, dengan pemaparan karakter yang detail tapi tidak membosankan, dan membawa kita masuk ke dalam kehidupan Gifty dengan begitu mudah. Hingga buku ini berakhir, saya seolah sudah melakukan penelitian bersama-sama Gifty di labnya di Stanford XD

Can’t wait to see what Yaa Gyasi brings on next.

Rating: 4/5

Recommended if you like: immigrant story, science related topic, haunting prose, beautiful writing, realistic fiction

Washington Black by Esi Edugyan

14 Thursday May 2020

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

africa, bargain book!, british, canada, english, fiction, historical fiction, popsugar RC 2020, science, slavery

Judul: Washington Black

Penulis: Esi Edugyan

Penerbit: Knopf (2018)

Halaman:334p

Beli di: Periplus.com (IDR 100k, discount!)

Buku ini berkisah tentang perjalanan hidup seorang budak bernama George Washington Black, yang kerap dipanggil Wash, mulai dari masa kecilnya di perkebunan tebu di Barbados, hingga petualangan demi petualangan tak terduga yang terus mengikutinya sepanjang hidupnya.

Wash adalah karakter yang mudah untuk disukai. Keluguannya yang tanpa dosa diimbangi dengan beberapa flaws yang tetap menjadikannya karakter yang membumi dan realistis. Pertemuan Wash dengan adik majikannya, Christopher alias Titch, membelokkan hidupnya ke arah yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Titch adalah seorang naturalis yang amat mengidolakan ayahnya yang merupakan penjelajah alam legendaris. Titch bertekad akan melakukan suatu perjalanan fenomenal dengan balon udara yang membuat ayahnya bangga.

Ia meminta bantuan Wash, namun suatu kejadian mengejutkan membuat mereka harus melarikan diri dari perkebunan di Barbados dan bersembunyi dari orang-orang yang mengejar Wash. Perjalanan membawa Wash hingga ke daerah Kutub Utara yang dingin, Nova Scotia yang mempertemukannya dengan perempuan yang akan semakin mengubah hidupnya, hingga ke Inggris, tempat Wash berusaha menguak masa lalu dan jati dirinya.

Berkat Titch, Wash menemukan bakat menggambar yang menjadikannya seorang ilustrator andal yang mengkhususkan dirinya pada ilmu alam. Namun latar belakangnya sebagai budak, ditambah dengan dunia sains yang masih rasis, menyebabkan karya Wash belum bisa dihargai sepenuhnya.

Esi Edugyan adalah seorang pencerita yang baik. Dengan gaya bahasa yang deskriptif namun efektif, ia berhasil menggambarkan setting petualangan Wash dengan sangat hidup – perkebunan tebu yang panas, daratan Arctic yang dingin menggigit, hingga London di era 1800-an yang masih kuno dan kaku. Perjalanan Wash mencari jati dirinya, yang juga digambarkan seiring dengan perjalanannya mencari Titch – membuat kita mau tidak mau mendukungnya, berharap akan akhir yang bahagia.

Meski masih mengangkat tema slavery dan rasisme, Washington Black tidak sesuram Underground Railroad atau beberapa buku lain sejenisnya. Jadi kalau memang masih belum tahan membaca buku yang bikin ngilu seperti Underground Railroad, saya merekomendasikan kalian untuk memulai dari Washington Black saja dulu 🙂

Submitted for:

Kategori: A bildungsroman

Wishful Wednesday [167]

23 Wednesday Sep 2015

Posted by astrid.lim in meme

≈ 1 Comment

Tags

agatha christie, meme, non fiction, science, wishful wednesday, wishlist

wishful wednesdayHappy Wednesday! And happy Idul Adha for those who celebrate! 🙂

Entah yang akan long wikenan atau yang bakal hari kejepit-an (me!), mari kita menghibur diri dengan bermimpi tentang buku-buku.

Jadi… minggu lalu adalah peringatan ulang tahun Agatha Christie, the one and only. Saya ngefans berat sama beliau sudah sejak bertahun-tahun lalu, dan Christie adalah salah satu alasan kenapa saya jadi suka membaca.

Sepertinya hampir semua buku Agatha Christie sudah saya baca (atau at leas timbun, hehe). Tapi saya selalu suka menambah koleksi saya dengan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Entah biografi, homage, atau apapun lah.

Makanya waktu kemarin melihat buku berikut ini di salah satu akun Instagram, saya langsung penasaran berat.

A is For Arsenic: The Poison of Agatha Christie (Kathryn Harcup)

People are fascinated by murder. The popularity of murder mystery books, TV series, and even board games shows that there is an appetite for death, and the more unusual or macabre the method, the better. With gunshots or stabbings the cause of death is obvious, but poisons are inherently more mysterious. How are some compounds so deadly in such tiny amounts?

A is Arsenic

Agatha Christie used poison to kill her characters more often than any other crime fiction writer. The poison was a central part of the novel, and her choice of deadly substances was far from random; the chemical and physiological characteristics of each poison provide vital clues to the discovery of the murderer. Christie demonstrated her extensive chemical knowledge (much of it gleaned by working in a pharmacy during both world wars) in many of her novels, but this is rarely appreciated by the reader.

Written by former research chemist Kathryn Harkup, each chapter takes a different novel and investigates the poison used by the murderer. Fact- and fun-packed, A is for Arsenic looks at why certain chemicals kill, how they interact with the body, and the feasibility of obtaining, administering, and detecting these poisons, both when Christie was writing and today.

Seru bangeeeet…. sepertinya banyak spoiler sih ya, jadi pastikan dulu sudah baca buku-buku Christie yang akan dibahas di sini, daripada nanti kecele sendiri karena kena spoiler, hehehe.. Covernya juga menggoda sangat deh!!!

Share WW mu juga yuuuks!

  • Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  • Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) atau segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan bookish kalian, yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku/benda itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  • Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  • Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

 

Remarkable Creatures by Tracey Chevalier

05 Thursday Mar 2015

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

british, english, fiction, history, review15, science, women

remarkable creaturesJudul: Remarkable Creatures

Penulis: Tracy Chevalier

Penerbit/edisi: Harper Paperback Edition (2010)

Halaman: 352p

Beli di: Kinokuniya Nge Ann City (SGD 17.12)

Tracy Chevalier seolah tak pernah kehabisan ide. Meski saya tidak selalu sreg dengan eksekusi tulisannya, tapi tidak dapat dipungkiri, Chevalier adalah salah satu penulis historical fiction terbaik di generasinya. Kali ini, berbeda dari buku-buku sebelumnya yang lebih banyak berkutat di seputar isu sosial, budaya dan agama, Chevalier dengan berani menyinggung topik science dan evolusi yang jarang diangkat oleh para novelis.

Berkisah tentang sepasang sahabat yang berbeda latar belakang, Remarkable Creatures mengambil setting di sebuah desa nelayan di pesisir Inggris, Lyme Regis.

Mary Anning adalah seorang remaja dengan hobi tak biasa, yaitu mengumpulkan fosil di tepi pantai, yang tersapu dari lautan dan terkubur berjuta tahun lamanya. Elizabeth Philpot, seorang wanita dari London yang tinggal di Lyme Regis bersama saudara-saudara perempuannya, juga terpikat pada hobi ini, suatu hal yang tidak biasa untuk perempuan yang hidup di tahun 1820-an. Saat itu, arkeologi dan paleontologi belum menjadi ilmu yang krusial, dan keterlibatan perempuan belum dianggap penting.

Kehidupan Mary dan persahabatannya dengan Elizabeth berubah total saat Mary dan kakak laki-lakinya menemukan fosil makhluk yang tak pernah ada sebelumnya- makhluk seperti monster laut yang belakangan dikenal sebagai Ichthyosaurs. Orang-orang membanjiri Lyme Regis yang biasanya sepi dan demam fosil pun melanda daerah tersebut.

Namun tantangan sesungguhnya bagi kedua sahabat ini datang dalam wujud Kolonel Birch, pria yang tertarik untuk menemukan fosil, sekaligus berhasil memikat hati mereka. Apakah kecintaan kedua perempuan ini terhadap fosil bisa mengalahkan ancaman yang dapat memecahkan persahabatan mereka?

Buku ini menarik bagi saya karena Chevalier berhasil mengangkat sepotong sejarah yang sebelumnya tidak saya ketahui. Penemuan ichthyosaurs pertama oleh Mary Anning merupakan fakta kecil di dunia paleontologi yang jarang diangkat sebelumnya. Ditambah lagi, karena Yofel adalah fans berat dinosaurus, saya cukup familiar dengan makhluk misterius ini, termasuk sosok Ichthyosaurs si monster laut.

Fosil si monster laut

Fosil si monster laut

Yang juga menarik adalah tema evolusi yang memang masih merupakan konsep baru di masa itu, di mana ajaran agama masih memegang peranan penting dan orang-orang tidak berani memikirikan teori mengapa ada makhluk aneh jutaan tahun lalu, yang kini sudah lenyap dari muka bumi? Dari mana fosil-fosil tersebut berasal dan apakah benar tak ada lagi makhluk purba yang tersisa? Apa peranan Tuhan dalam semua ini?

Yang saya kurang suka dari buku ini- yang diceritakan bergantian lewat sudut pandang Mary dan Elizabeth- adalah karakter-karakternya yang sulit mengundang simpati (terutama Mary Anning).

Lagi-lagi, kelemahan Chevalier yang juga saya temui di buku-buku seblumnya, yaitu senang menciptakan karakter utama yang sulit disukai. Karakter Elizabeth lebih lumayan, dan saya sempat berharap kisah ini diceritakan oleh sudut pandangnya saja.

Namun, dibandingkah beberapa buku Chevalier lainnya, Remarkable Creatures bisa dibilang salah satu yang paling saya sukai.

The Einstein Girl by Philip Sington

02 Monday Feb 2015

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

bahasa indonesia, europe, fiction, historical, medical, mystery, psychology, science, serambi, sicklit, terjemahan

einstein girlJudul: The Einstein Girl

Penulis: Philip Sington

Penerjemah: Salsabila Sakinah

Penerbit: PT Serambi Ilmu Semesta (2010)

Halaman: 525p

Swap with: Desty

Dunia dikejutkan dengan munculnya surat-menyurat rahasia antara Albert Einstein dan istri pertamanya, Mileva Maric, 30 tahun setelah kematian Einstein. Dari surat-surat tersebut, terungkap keberadaan seorang anak yang lahir sebelum Einstein menikah dengan Mileva. Anak yang tak pernah diakui oleh pasangan tersebut, dan identitasnya tetap menjadi misteri.

Hal inilah yang menjadi inspirasi Philip Sington ketika menulis kisah fiksi sejarah The Einstein Girl.

Kisah dibuka dengan munculnya seorang gadis yang nyaris tewas di sebuah hutan di luar kota Berlin. Ketika sang gadis pulih dari koma, ia tidak ingat siapa dirinya sebenarnya. Satu-satunya petunjuk adalah secarik kertas yang ditemukan di dekat sosoknya, berisi pemberitahuan tentang kuliah umum oleh Albert Einstein. Maka publik pun menjuluki gadis tersebut sebagai The Einstein Girl.

Psikiater yang menangani kasus ini, Martin Kirsch, bertekad ingin mengungkap identitas si Gadis Einstein. Penyelidikannya membawa Martin jauh melangkah ke masa lalu sang gadis, bahkan ke masa lalu Einstein yang rumit di Serbia dan Zurich. Ia juga sempat bertemu dengan Edward, anak laki-laki Einstein yang dirawat di rumah sakit jiwa, dan memegang kunci penting akan identitas si Gadis Einstein.

Buku ini ditulis dengan cukup teliti, riset yang dilakukan oleh Philip Sington terasa menyeluruh, baik mengenai kondisi Jerman menjelang kekuasaan Hitler (yang memaksa Einstein untuk kabur ke Amerika), teori Fisika Kuantum Einstein yang mengubah dunia, dan tentu saja, masa lalu pribadi Einstein yang rumit dan penuh desas desus.

Saya tidak tahu seberapa banyak dari kehidupan pribadi Einstein yang benar-benar nyata dalam buku ini, namun gaya bercerita Sington cukup bisa meyakinkan saya. Memang ada beberapa penjabaran mengenai teori fisika maupun psikiatri dasar yang menurut saya cukup bertele-tele, ditambah dengan terjemahan yang agak kaku, namun secara keseluruhan saya (surprisingly) lumayan menikmati kisah si Gadis Einstein.

Satu hal yang agak saya sayangkan adalah gaya penceritaan yang non linear tapi tidak diimbangi dengan detail yang jelas, membuat saya sempat kebingungan di beberapa bagian cerita.

Lalu, saya -yang tidak terlalu familiar dengan sejarah Jerman pra pemerintahan Hitler- juga agak tidak mengerti dengan subplot politik yang diselipkan Sington di pertengahan buku. Sington seolah mengasumsikan pembaca sudah mengerti benar apa yang ia bicarakan, sehingga merasa tidak perlu memberikan background yang terperinci. Sayangnya, beberapa bagian yang krusial justru terlewat begitu saja karena saya tidak merasa familiar dengan nama-nama yang terkait sejarah Jerman tersebut.

Overall, I quite enjoyed the story of the Einstein Girl, and recommend it for all hisfic lovers.

Submitted for:

Category "Name in the Title"

Category “Name in the Title”

The Circle by Dave Eggers

16 Wednesday Jul 2014

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

america, contemporary, english, fiction, mystery/thriller, realistic, review 2014, science

the circleTitle: The Circle

Author: Dave Eggers

Publisher/Edition: First Vintage Open-Market Edition (May 2014)

Pages: 497p

Bought at: Periplus Soekarno Hatta Airport (IDR 98k)

Mae Holland is very excited when she was hired to work for the Circle, the largest, most powerful internet company in the world. Not only that, she finds out that the Circle has the most fascinating workplace ever: huge campus with lots of entertainment, cool people doing cool stuff, and high technology workspace.

Mae starts as a consumer experience staff and she thrives there, making her one of the most valuable employees in the Circle. Meanwhile, Mae also thinks about her priorities. What seemed to be the most important things in her life (family, her dad who has multiple sclerosis, her kayaking hobby), turns out not so important anymore.

Now Mae has to dedicate herself more in the online world- creating networks as large as the world, posting her activities in social media, even sharing her thoughts, opinions, and life in general to the public. Because in the Circle, sharing is caring and privacy is theft.

But is it possible to share all your life without holding a secret? Is it really how the future should be? Where no boundaries between people and everyone else, and internet becomes so powerful it feels you don’t live in real world anymore.

The Circle is a thought provoking book, a page turner that guarantees you to force your eyes open at night just to know how the ending will be. Yes, the characters (including the main character, Mae) are quite one dimensional, a bit flat and sometimes you can’t relate to them well. And some of the conversations are too absurd even among the tech people.

But the plot itself is very engaging and real. Semi science fiction, semi dystopian and semi realistic story (people said The Circle was inspired by Google), Dave Eggers successfully engaged the readers until the end, and even made me forget some loopholes here and there.

The twist is not that surprising, and even though this book tries to become a thriller, it lacks of the real mystery and thrills. What makes this book a thriller is actually the feeling that it would be possible to happen in our world. When internet dominates the world and we would be just a bunch of names in the online world. Scary, huh?

The Shining Girls by Lauren Beukes

05 Monday May 2014

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 1 Comment

Tags

america, chicago, english, fiction, mystery/thriller, review 2014, science, secondhand books, serial killer, time travel

shining-girlsJudul: The Shining Girls

Penulis: Lauren Beukes

Penerbit/Edisi: Harper/Paperback edition (2013)

Halaman: 416p

Beli di: @BaliBooks (IDR 40k)

Pertama kali Kirby bertemu dengan Harper adalah tanggal 17 Juli 1974, saat Harper menghadiahinya sebuah boneka kuda. Dan Kirby bertemu kembali dengan Harper tanggal 23 Maret 1989, saat Harper berusaha membunuhnya.

Awalnya Kirby tidak tahu kalau dia adalah korban Harper satu-satunya yang selamat, berkat pertolongan tak terduga dari anjing peliharaannya. Namun pengalamannya yang traumatis itu membuat Kirby terus berusaha mencari tahu tentang Harper, siapakah sosok misterius tersebut dan bagaimana cara untuk menangkap si pembunuh berantai. Dibantu oleh Dan, wartawan senior di Chicago Sun-Times, Kirby berusaha melacak jejak Harper yang seolah bisa lenyap ditelan bumi. Betapa kagetnya mereka saat menyadari kalau Harper mustahil ditangkap- karena ia bisa berjalan melintasi waktu!

Shining Girls merujuk pada gadis-gadis korban Harper- gadis dari segala zaman yang memiliki “sinar” masing-masing, yang hidupnya penuh semangat dan menginspirasi orang lain, sekaligus menjadi tanda bagi Harper untuk memusnahkan mereka. Buku ini adalah jenis buku yang tidak bisa direview dengan menyeluruh, saking banyaknya hal yang bisa menjadi spoiler. Yang perlu dilakukan adalah membaca dan menikmatinya, mencermati tiap keping puzzle hingga membentuk satu jawaban utuh di bagian akhir- yang akan membuatmu menggeleng-gelengkan kepala – bisa jadi karena kagum atau justru frustrasi dengan endingnya. Iya, endingnya memang memaksa kita untuk mengintrepretasikannya sendiri. Jadi kalau tidak suka dengan buku yang “menggantung”, lebih baik hindari buku ini 😀

Satu hal yang saya suka dari buku ini adalah settingnya yang mendetail. Mengambil setting kota Chicago, Lauren Beukes berhasil menghadirkan suasana kota ini dari masa ke masa- mulai dari zaman depresi di tahun 30-an sampai ke era modern 90-an.
Menggabungkan unsur misteri dengan science fiction, Beukes cukup teliti dalam menyusun perjalanan para tokohnya- terutama Harper- menyusuri satu zaman ke zaman lain. Mengingatkan saya akan ketelitian Audrey Niffenegger dalam Time Traveler’s Wife, yang juga berhasil bermain-main dengan tema time traveling. Tanggal-tanggalnya yang melompat-lompat cukup tepat dan menyisakan jawaban akhir- meski ada beberapa hal yang tetap menjadi tanda tanya besar.

Yang agak kurang mendapat perhatian menurut saya adalah karakter-karakter dalam buku ini. Kirby lumayan meyakinkan sebagai tokoh utama yang tough-meski kadang sedikit annoying. Tapi hubungannya yang tidak begitu jelas dengan Dan yang jauh lebih tua agak mengganggu juga. Sementara karakter Harper -entah sengaja atau tidak- malah tidak digali terlalu dalam. Apapun yang menjadi alasannya membunuhi sinar para gadis korbannya, tidak ada jawaban yang memuaskan untuk itu. Untunglah, Beukes memberikan porsi yang cukup pada korban-korban Harper – The Shining Girls – memberikan kita kesempatan untuk melihat sendiri kilau mereka.

If you love a good mystery with a hint of sci-fi, twisted ending and uncommon plot, this one is for you. Ini adalah pengalaman pertama saya mencicipi karya Lauren Beukes, dan saya cukup menikmatinya.

TRIVIA

MRC dan Appian Way, production company milik Leonardo DiCaprio, telah membeli hak televisi untuk Shining Girls. Yeay!

The Age of Miracles

31 Thursday Oct 2013

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 15 Comments

Tags

bahasa indonesia, BBI, fantasi, fiction, Gramedia, science, terjemahan

age of miraclesJudul: The Age of Miracles (Yang Pernah Ada)

Penulis: Karen Thompson Walker

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2013)

Penerjemah: Cindy Kristanto

Halaman: 344p

Beli di: Gramedia Grand Indonesia (IDR 55k)

The Scary Plot
Banyak hal dalam hidup yang diterima begitu saja oleh kita, manusia, tanpa pernah benar-benar bersyukur. Salah satunya adalah kenyataan bahwa bumi berputar pada porosnya selama 24 jam dengan kecepatan yang tetap, memberikan sinar mentari hangat di pagi hari dan bulan yang sendu di waktu malam.

Dalam kisah post apocalyptic ini, Karen Thompson Walker menawarkan sebuah skenario yang mengerikan: bagaimana bila rotasi bumi semakin melambat tanpa sebab yang jelas, dan satu hari pun memanjang menjadi 26 jam, 30 jam dan bahkan 70 jam? Gaya gravitasi berubah, lingkungan hidup mulai sekarat, tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik di bawah sinar mentari yang menyengat, yang diselingi dengan kegelapan panjang. Orang-orang pun harus menyesuaikan diri: tetap berpegang pada waktu yang lama, atau mengikuti pola waktu yang baru? Bagaimana rasanya pergi sekolah ketika kegelapan merajalela, atau mencoba tidur dengan sinar matahari yang terik mengintip dari balik tirai jendela?

Di tengah situasi yang serba tidak pasti ini, Julia yang berusia 11 tahun berusaha untuk memahami perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Bukan saja dari lingkungan sekitar, tapi juga dari kehidupan pribadinya. Orang tuanya yang semakin menjauh satu sama lain, sahabatnya yang seolah tidak ingin mengenalnya lagi, dan bahkan kedekatannya dengan seorang anak laki-laki yang membuatnya melihat dunia dengan cara berbeda. Di tengah ketidakpastian ini, rotasi bumi semakin melambat, dan Julia bertanya-tanya sampai kapan ia bisa bertahan.

My Thoughts
Membaca buku dengan genre dystopia atau post apocalyptic mungkin lebih mengerikan dibandingkan membaca buku tentang hantu atau makhluk jadi-jadian. Karena semuanya begitu real, begitu nyata dan sangat mungkin terjadi. Termasuk kisah dalam buku ini.

Perubahan bumi yang tak bisa dijelaskan oleh science, dan usaha manusia untuk bertahan hidup, dipaparkan oleh Karen Thompson Walker dengan sangat meyakinkan. Perubahan yang terjadi tidak langsung bersifat drastis,membuatnya terasa semakin dekat dengan hidup sehari-hari. Udara yang semakin panas, orang-orang yang bepergian untuk mencari kehidupan yang lebih baik, teman dan keluarga yang menjauh. Semuanya meninggalkan kesan yang mencekam tanpa harus terlihat berlebihan.

Walker juga dengan lihai memasukkan segala problema remaja dalam kisah ini, yang terlihat kontras dan trivial dibandingkan dengan masalah kelangsungan hidup umat manusia, namun toh terasa sangat pas sebagai subplot pendukung. Bagaimanapun, Julia yang introvert hanyalah seorang remaja normal (walaupun kalau melihat dari masalah pribadi yang dihadapinya dan teman-temannya, aku cenderung berharap usia mereka dibuat sedikit lebih tua, mungkin 14 atau 15 tahun, karena terasa terlalu dewasa untuk usia 11 tahun).

Karakter Julia yang mudah untuk disukai, ditambah ending cerita yang terasa sangat believable, menambah poin plus buku ini. Terjemahannya terbilang enak dibaca, tidak ada keluhan yang bisa kuungkapkan di sepanjang buku.

The Debut Verdict
The Age of Miracles sedikit mengingatkanku dengan serial Life As We Knew It, menggambarkan ketidakberdayaan dan ketidaktahuan manusia tentang bumi dan alam semesta. We’re very insignificant compare to the great universe. Buku yang merupakan debut Karen Thompson Walker ini mampu membuat kita berpikir ulang tentang kehidupan dan betapa kita seringkali lupa untuk bersyukur. Nuansa kelam di sepanjang buku sangat mendukung keseluruhan cerita, mampu membuatku speechless saat menutup lembar terakhir. A very recommended debut, and I do hope Walker will write more in the future.

Masih mengherankan bagiku betapa sedikitnya yang benar-benar kita ketahui…. Kita menunjukkan segala bentuk keajaiban… Namun, yang tidak diketahui tetap lebih besar daripada yang diketahui (p 330-331)

Karen Thompson Walker lahir dan besar di San Diego, California, yang juga menjadi setting buku pertamanya ini. Lulus dari UCLA, Walker sempat bekerja di sebuah surat kabar di San Diego, sebelum akhirnya melanjutkan studi ke Columbia University. Saat bekerja sebagai editor di Simon & Schuster, Walker mulai menulis buku debutnya. Saat ini Walker tinggal bersama suaminya di Brooklyn, NY.

This post is submitted for Posting Bareng Blogger Buku Indonesia bulan Oktober 2013 dengan tema Buku Debut.

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other subscribers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Spooktober Read (2): The Turn of the Screw by Henry James
    Spooktober Read (2): The Turn of the Screw by Henry James
  • The Rainmaker by John Grisham
    The Rainmaker by John Grisham
  • The Secret History
    The Secret History
  • A Dance with Dragons by George R.R. Martin
    A Dance with Dragons by George R.R. Martin
  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston

Recent Comments

Puddin’ by Jul… on Dumplin’ by Julie M…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...