• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2022
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: review15

Game of Thrones by George R.R. Martin

14 Monday Dec 2015

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 1 Comment

Tags

adventures, dramatic, dysfunctional family, english, fantasi, fiction, gore, high fantasy, movie tie in, review15, series

GoTJudul: Game of Thrones

Penulis: George R.R. Martin

Penerbit: Bantam Books Mass Market Movie Tie-in Edition (2013)

Halaman: 835p

Beli di: Periplus Soekarno Hatta (156k)

Saya belum menjadi fans serial fenomenal Game of Thrones dan tidak mengerti kehebohan yang ditimbulkan oleh serial ini. Dan saya, being a stubborn hipster as always, selalu merasa sulit menyukai sesuatu yang sudah menjadi mainstream atau lebih dulu digilai orang-orang (Sherlock, cough cough).

Jadi, saya memutuskan untuk membaca novelnya terlebih dulu sebelum menonton serialnya. Dan saya menantang diri saya untuk membaca versi bahasa Inggrisnya, sekadar untuk mendapatkan feel asli dari tulisan Bapak fantasi George R.R. Martin.

And what a ride.

Saya dibawa masuk ke realm The Seven Kingdoms dengan tokoh-tokoh dan konfliknya yang serba rumit. Berawal dari perkenalan dengan keluarga Stark, penguasa Winterfell di daerah utara, saya diajak menemui mereka satu per satu, mulai dari Ned Stark si kepala keluarga, istrinya Lady Catelyn yang anggun, serta anak-anak mereka: Robb, Sansa, Arya, Bran dan Rickon. Plus, si anak Haram alias bastard, Jon Snow, yang juga tinggal dengan keluarga itu.

Suasana mulai memanas akibat kunjungan sang Raja dari King’s Landing, Robert Baratheon, beserta rombongannya, permaisuri cantik namun kejam, Cersei Lannister, juga kedua adik Cersei, Jaime yang penuh pesona, dan Tyrion si kerdil.

Robert meminta Ned untuk menjadi tangan kanannya, karena kematian Jon Arryn yang sebelumnya menduduki posisi itu. Dan di sinilah awal mula segala konflik, perpecahan, pertempuran yang diikuti oleh perang besar antar keluarga dan kelompok di kerajaan tersebut.

Masing-masing memiliki tujuan yang sama, ingin menguasai kerajaan dan menduduki posisi puncak. Game of Thrones sangat cocok menjadi judul kisah ini, karena inti dari segala kerumitan konflik di sini adalah tujuan akhir para karakter untuk duduk di Iron Throne, atau singgasana besi yang menjadi lambang kekuasaan tertinggi.

Keluarga Lannister dengan intrik-intriknya berusaha menjatuhkan sang raja Baratheon, sementara keluarga Stark dipicu amarahnya karena salah satu anggota keluarga mereka menjadi korban keganasan keluarga Lannister. Sementara itu, keturunan terakhir penguasa sebelumnya, yaitu Daenerys Targaryens, mulai mengumpulkan kekuatannya sendiri dari seberang dunia, untuk mengklaim kembali haknya sebagai penerus tahta kerajaan yang sudah direbut paksa dari keluarganya.

Dan ternyata, kekisruhan tidak hanya terjadi di dalam kerajaan, tapi juga di luar Wall, tembok yang membatasi realm ini dengan dunia seram di luar sana. Makhluk-makhluk yang disebut The Others tampaknya muncul kembali, padahal mereka dikabarkan sudah punah dari ribuan tahun yang lalu. Pertanda apakah ini?

Seru banget. Itulah kesan saya selama membaca 835 halaman novel ini. Memang awalnya saya harus memicu memori saya supaya dapat mengingat puluhan nama karakterβ€Ž yang kadang mirip-mirip (mengingatkan saya dengan kisah The Lord of The Rings nya Tolkien yang juga banyak penggunaan nama yang mirip-mirip) sambil berusaha membayangkan realm ciptaan Martin. Namun tidak lama waktu yang saya butuhkan untuk bisa masuk ke dunia Game of Thrones. Pace nya yang cepat dan gaya bercerita Martin yang super mengalir membuat saya lupa kalau buku yang saya baca termasuk dalam genre high fantasy yang biasanya cukup membosankan untuk saya.

Satu hal yang amat saya sukai dari buku ini ialah pergantian karakter di tiap bab. Namun, karena tetap memakai sudut pandang orang ketiga, tidak ada yang membingungkan dari pergantian karakter ini di setiap babnya. Justru, saya merasa lebih bisa berempati dan memahami mereka satu per satu, sambil melihat konflik ruwet ini dari sudut pandang mereka masing-masing.

Dan sekarang, off to go to the bookstore to look for the second book please! πŸ™‚

 

Anak-Anak Liar by Enid Blyton

08 Tuesday Sep 2015

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 6 Comments

Tags

BBI, british, children, classic, Gramedia, posbar, review15, terjemahan

anak-anak-liarJudul: Anak-Anak Liar

Penulis: Enid Blyton

Penerjemah: Indri Hidayat

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (1991, cetakan ketiga)

Halaman: 235p

Beli di: Toko Gunung Agung Bandung (IDR 3500!!!)

Anak-anak keluarga Carlton: John, Margery dan Annette, selalu rapi, sopan, rajin dan penurut, akibat didikan ibu mereka yang disiplin dan agak snobbish; meski ayah mereka kerap merindukan anak-anak yang lebih seru dan berani.

Suatu hari, mereka kedatangan tetangga baru di sebelah rumah, keluarga Taggerty dengan anak-anak mereka: Pat, Maureen, dan Biddy, yang 180 derajat berbeda dengan mereka. Anak-anak Taggerty selalu kelihatan liar, kasar, nakal, namun seru. Permainan mereka selalu melibatkan teriakan, berkejaran, memanjat pohon, dan perkelahian.

Awalnya kedua keluarga ini selalu terlibat perselisihan dan masing-masing menganggap keluarga lainnya tidak menyenangkan dan tidak layak untuk dijadikan teman. Namun perlahan, berbagai kejadian mulai mendekatkan mereka, dan bahkan mereka mulai saling memengaruhi dengan cara-cara yang positif. Kemanjaan anak-anak Carlton mulai digantikan keberanian, sementara anak-anak Taggerty juga belajar tentang sopan santun dari kawan-kawan mereka.

Suatu kejadian besar benar-benar mengubah kehidupan kedua keluarga ini, dan menguji persahabatan yang baru saja terjalin.

Anak-anak Liar, atau The Dreadful Children dalam judul aslinya, merupakan salah satu buku yang termasuk dalam serial Family karangan Enid Blyton. Judul lain yang mungkin familiar misalnya Rumah Beratap Merah atau Rumah Di Ujung Jalan. Semuanya pernah diterjemahkan oleh Gramedia, meski belum ada versi baru yang dicetak ulang. Oya, buku ini asli koleksi saya dari masa kecil, lihat saja harganya yang masih IDR 3,500! Miris ya, membayangkan ada masa-masa 3000 perak bisa mendapatkan sebuah buku keren.

Saya sebenarnya suka kisah-kisah keluarga karangan Blyton, karena nuansa Inggris jadulnya benar-benar terasa. Lihat saja di buku ini, ada acara minum teh setiap sore, dengan kue-kue manis yang enak-enak. Lalu Ibu Carlton yang snob banget, tidak mengizinkan anak-anaknya bermain dengan tetangga yang dianggap “tidak berpendidikan”. Inggris banget kan? πŸ˜€

Tapi meski saya masih tetap suka buku ini, ada satu hal yang baru saya sadari ketika membaca ulang buku ini di usia saya yang sudah ibu-ibu. Ternyata buku ini lumayan preachy, alias mengkhotbahi pembaca tentang agama. Bahkan ada kata-kata “kafir” yang ditujukan pada anak-anak Taggerty yang tidak pernah berdoa atau ke gereja.

Lucu ya. Saya kok nggak ingat dulu buku ini penuh dengan khotbah tentang Kristen πŸ˜€ Tapi dipikir-pikir, jaman dulu, lumayan cuek juga Gramedia menerjemahkan yang berbau-bau doktrin religi begitu XD

Secara isi sih, saya tetap suka buku ini. Dan jadi kepingin baca ulang buku-buku tema keluarga karangan Enid Blyton yang lainnya πŸ™‚

Submitted for:

Baca Bareng Juli, Tema Anak Nakal (iyaaa telat banget emang, blame it to my crazy schedule lately!)

Baca Bareng Juli, Tema Anak Nakal (iyaaa telat banget emang, blame it to my crazy schedule lately!)

 

Number The Stars by Lois Lowry

20 Monday Jul 2015

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

bargain book!, challenge 15, children, english, europe, fiction, gentle spectrum, middle grade, newbery, review15, secondhand books, world war

number the starsTitle: Number The Stars

Writer: Lois Lowry

Publisher: Dell Publishing (1989)

Pages: 137p

Bought at: Betterworldbooks (USD 5.48, bargain price!)

Annemarie Johansen lived peacefully in her hometown, Copenhagen – at least before the war came. But it’s now 1943 and the Nazi soldiers marching in her lovely town. They start to arrest the Jews, relocate them to unknown places that sound really horrible.

Annemarie’s world become impacted when her best friend, Ellen Rosen, has to be pretended as her sister and lives with her family, because Ellen is a Jew, and her family has to hide somewhere without her. The safest place for Ellen is to blend with Annemarie’s family.

To save Ellen’s life, Annemarie must embark on a very difficult and dangerous journey, and she must rethink her most important things and priorities in life. Will all of these things she’ll do worth her and her family’s lives? Will saving people become the most important priority in her life now?

Number The Stars is one of the books that discussed World War II from a different perspective for younger audience. The story from Copenhagen captured the contrast between a peaceful, lovely city and the dark, cruel life in a wartime.

I haven’t read the story about the joint forces of Scandinavian people to save their people (non Jewish helping their Jewish neighbors) and it is pretty amazing. No wonder Scandinavian countries still become some of the most peaceful places to live until now. The people have been very helpful to each other even during the harsh days of WW II.

The only thing that bothers me a little bit about this book is it’s too short!! Just like Lowry’s previous book that I’ve read, The Giver, it lacks of the depth of characters and the solution of the conflict itself is too simplified.

But maybe because this book is targeted to younger readers, then the stories actually fit. To teach about bravery, friendship, making the right decisions and prioritize what’s important, I have to admit that this book has successfully done so.

Submitted for:

Space category

Space category

 

The Voyages of Doctor Dolittle by Hugh Lofting

05 Friday Jun 2015

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

adventures, challenge 15, children, classic, english, fiction, NARC2015, newbery, review15

voyages dr dolittleJudul: The Voyages of Doctor Dolittle

Penulis: Hugh Lofting

Penerbit: Yearling (1988) -first published in 1922

Halaman: 316p

Beli di: Gramedia Mal Taman Anggrek (IDR 69k, disc 50%- bargain!)

Kehidupan Tommy Stubbins berubah total saat ia bertemu dengan Doctor John Dolittle. Dr. Dolittle dapat berkomunikasi dengan binatang, dan hidupnya pun ia dedikasikan untuk ilmu alam. Ia berkeliling dunia untuk mengungkap rahasia alam yang paling dalam, dan salah satu cita-citanya adalah bisa berbicara dengan shellfish, golongan hewan tertua yang ia yakin dapat bercerita tentang sejarah kehidupan dunia.

Tommy, yang awalnya hanya seorang pengagum Dr. Dolittle, lama kelamaan diangkat menjadi asisten sang doktor. Bahkan, ia mendapat kehormatan untuk ikut berangkat dengan rombongan Dr. Dolittle menuju Spidermonkey Island di belahan dunia selatan.

Berbagai petualangan seru mereka alami bersama, sampai suatu badai membuat kapal mereka kandas, dan mereka terdampar di sebuah pulau terapung yang misterius. Dan bukan Dr. Dolittle namanya kalau tidak menemukan rahasia aneh tentang alam di manapun ia berada. Termasuk di pulau tersebut, yang memungkinkan ia bertemu dengan Great Glass Sea Snail, makhluk paling tua yang hidup di dasar laut dan bisa bercerita banyak tentang misteri kehidupan.

The Voyages of Dr. Dolittle merupakan satu dari 12 buku tentang sang doktor yang ditulis oleh Hugh Lofting dan diterbitkan sejak tahun 1920. The Voyages meraih penghargaan Newbery Medal di tahun 1923, sedangkan keseluruhan kisah Dr. Dolittle menjadi buku klasik yang terkenal di seluruh dunia, bahkan sudah diangkat ke layar lebar.

Petualangan, rahasia alam, bahaya dan kejadian tak terduga, adalah formula klasik namun tetap memukau, yang digunakan Lofting untuk memikat para pembaca muda. Tokoh Dr. Dolittle yang misterius namun bersahaja adalah daya tarik utama serial ini, sementara Tommy Stubbins- yang bercerita tentang petualangannya bersama sang doktor- merupakan narator yang menyenangkan. Beberapa kawan setia Dr. Dolittle, seperti Polynesia si burung beo dan Chee-Chee si monyet, turut memeriahkan petualangan mereka.

Yang cukup menarik bagi saya dari buku ini adalah kata pengantar dari Christopher Lofting, anak Hugh Lofting, yang bercerita tentang proses cetak ulang buku-buku Dr.Dolittle. Karena ditulis hampir 100 tahun yang lalu, ada konteks dan isu dalam serial tersebut yang saat ini dianggap sudah ketinggalan jaman- bahkan beberapa ilustrasi dan topik yang diangkat dapat dianggap rasis dan tidak sensitif.

Banyak diskusi yang dilakukan tentang apakah sebaiknya bagian-bagian ini harus diubah atau dihilangkan; atau tetap dibiarkan begitu saja karena sudah dianggap sebagai karya klasik.

Akhirnya, keputusan pun diambil- dengan mempertimbangkan Hugh Lofting sendiri, yang semasa hidupnya merupakan orang yang selalu menghargai kehidupan dan sesama – dan bagian-bagian yang kontroversial tersebut akhirnya dihapus atau diubah, sehingga lebih sesuai dengan konteks masa kini.

Saya jadi penasaran juga seberapa sensitifnya isu yang sempat diangkat Hugh Lofting di versi original serial ini, dan saya jadi berpikir, apakah 100 tahun yang akan datang, ada buku-buku yang terbit saat ini yang juga akan mengalami perlakuan yang sama?

Submitted for:

Kategori Genre 101: Adventure

Kategori Genre 101: Adventure

The Lake of Dreams by Kim Edwards

04 Thursday Jun 2015

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

bargain book!, challenge 15, dramatic, english, family, fiction, history, review15, WIN2015

lake of dreamsTitle: The Lake of Dreams

Writer: Kim Edwards

Publisher: Penguin Books (2011)

Pages: 473p

Bought at: Periplus Bazaar FX (IDR 20k, bargain price!)

Lucy Jarrett is at a crossroads in her life: she still can’t accept the fact that her father has died mysteriously a decade earlier, she doesn’t know where her current relationship with her boyfriend Yoshi will take her, and her mother has been in an accident- that finally brings her back to her hometown, The Lake of Dreams.

Lucy leaves behind her worries and her adventures abroad, and tries to find herself in the last place she would ever consider to search: her home.

Back at home, Lucy encounters a secret compartment that leads her to her family’s history and past, that involves the beginning of The Lake of Dreams. Lucy delves into the past, encounters a mysterious church, secret meaning of glass art, eccentric artist, and even her old boyfriend, Keegan. By unearthing the secret of her family and hometown, Lucy tries to find what’s the best for her and her future. And sometimes, the answer about life is not what we think it would be.

I’ve actually read this book quite some time ago but haven’t got a chance to review it. And apparently, this book didn’t leave a strong impression for me, since it’s hard for me to remember what it’s all about. The only thing that I still remember clearly is Yoshi, Lucy’s Japanese- British boyfriend who is so adorable πŸ™‚ Lucy and Yoshi met while they worked for some NGOs in Jakarta, and this little fact sparked my interest quite a bit. Kim Edwards seems to do her research well, because this part of story about Indonesia blended nicely into the book, and feels pretty in touch with the reality.

But the rest of the story is quite so-so. Lucy is too weak for a heroine who has to solve a mystery from long time ago in order to find who she truly is. And although the combination of history, art, and feminist issues are pretty interesting, its execution didn’t go well- they feel a bit flat to me. The setting of The Lake of Dreams- with the massive lake and forgotten past- is a nice touch, with quite vivid details that enlivened the story.

Some parts of the book are pretty slow and make it a bit boring, but luckily the ending (at least) is still appropriate.

So far (for me) Kim Edwards doesn’t live to my expectation yet- but I still have her other book, Memory Keeper’s Daughter in my TBR list, so let’s see if she can impress me more through that one.

Submitted for:

Category: Body of Water

Category: Body of Water

Station Eleven by Emily St.John Mendel

01 Monday Jun 2015

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

canada, dystopia, fantasy, gift, post apocalypse, review15

station eleven1Judul: Station Eleven

Penulis: Emily St.John Mendel

Penerbit: Picador (2014)

Halaman: 333p

Beli di: Kinokuniya Nge Ann City (SGD 19.94)- thanks @thatharetha!

Cerita tentang post-apocalypse selalu bisa membuat saya merinding, ngeri, stress, tapi juga… menikmati. Semacam memenuhi kebutuhan masochistic saya :p Namun tentu saja tidak semua kisah menjadi masuk akal, berkesan, dan brilian. Tapi untungnya, Station Eleven berhasil memenuhi harapan saya.

Kisah diawali di sebuah teater di Toronto, saat aktor terkenal Arthur Leander meninggal mendadak di atas panggung ketika memerankan drama King Lear. Di malam yang sama, virus flu mematikan mulai menyebar ke seluruh dunia, dan beserta dengannya- dimulailah apa yang dikenal sebagai akhir zaman.

Dua puluh tahun berselang, segelintir orang yang bertahan hidup (baik karena mengisolasikan diri dari dunia luar saat wabah flu menyerang, atau karena memiliki kekebalan tubuh luar biasa) berusaha memulai kembali peradaban manusia yang telah runtuh. Salah satu kelompok tersebut menamakan diri mereka The Travelling Symphony, yang rutin berkeliling benua Amerika Utara untuk mementaskan drama Shakespeare di permukiman penduduk yang mereka lewati. Dan meski bertahan hidup merupakan prioritas manusia yang tersisa, Travelling Symphony memiliki moto tambahan: Because survival is insufficient.

Tanpa internet, tanpa iPod, tanpa TV dan film yang merekam semua peninggalan buatan manusia- seni dan budaya sudah nyaris punah. Peninggalan manusia hampir hilang, dan dengan modal seadanya, mengais-ngais sejumput sisa budaya yang tertinggal, Travelling Symphony bertekad menyebarluaskan apa yang mereka miliki ke generasi berikut- yang lahir setelah peradaban runtuh.

Kirsten, aktris anggota kelompok Travelling Symphony yang nyaris tidak ingat apa-apa tentang masa sebelum wabah flu, menemukan komik berjudul Station Eleven yang membuatnya berpikir tentang kehidupan manusia di masa lalu, tentang seni, keindahan, mimpi dan segala hal yang melampaui kehidupannya saat ini. Yang membuatnya berharap bahwa ada kesempatan kedua bagi manusia untuk membangun kembali peradabannya.

Namun keinginan Kirsten- dan kelompoknya- terancam oleh kehadiran seorang nabi, yang ditakuti oleh sebagian besar orang karena bisa meramalkan nasib peradaban manusia- dan nabi ini akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah peradaban kembali dibangun. Karena menurutnya, akhir dunia adalah takdir manusia.

Station Eleven merupakan sebuah kisah rumit tentang akhir peradaban manusia- yang dibalut unsur fantasi namun terasa amat dekat dengan realita saat ini. Buku ini adalah jenis buku yang mengharuskan kita untuk berpikir, bagaimana bila kejadian ini benar-benar menimpa kita? Sejauh mana ribuan tahun peradaban akan bertahan dari akhir dunia? Apa yang akan terjadi dengan lagu, film, buku, lukisan, pemikiran, teknologi, yang sudah susah payah diciptakan oleh manusia?

Station Eleven ditulis dengan alur maju-mundur (sebelum dan sesudah peradaban runtuh)- dengan mengedepankan tokoh yang berbeda-beda di setiap babnya, yang nantinya akan terhubung satu sama lain, dan pada akhirnya membentuk satu kesatuan puzzle yang utuh (agak mengingatkan saya dengan buku Cloud Atlas-nya David Mitchell).

Station Eleven berbeda dari buku dystopia atau post apocalyptic lainnya karena -bukannya fokus pada bagaimana cara bertahan hidup- namun membuat kita berpikir satu langkah lebih jauh, tentang apa yang akan kita tinggalkan untuk generasi masa depan. Apakah peradaban yang kita ciptakan saat ini dapat bertahan? Apakah worth it untuk ditinggalkan?

Because you may realize too, that survival is insufficient.

The Corpse Exhibition and Other Stories of Iraq by Hassan Blasim

29 Friday May 2015

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 7 Comments

Tags

BBI, english, fantasi, fiction, middle east, posbar, review15, satire, short stories, war

corpse exhibitionJudul: The Corpse Exhibition and Other Stories of Iraq

Penulis: Hassan Blasim

Penerjemah: Jonathan Wright

Penerbit: Penguin Books (2014)

Halaman: 196p

Gift from: Doug Clark

Apa rasanya dilahirkan dan hidup di negara yang terus berperang seperti Irak? Hassan Blasim, penulis dan aktivis asal Irak yang karya-karyanya banyak diboikot di Timur Tengah, menuangkan kisah dari negara tersebut melalui ke-14 cerita pendek di buku ini.

Yang unik, Blasim menggabungkan unsur fantasi dan magical realism dengan kisah nyata dan realita yang terjadi selama Irak berperang. Dalam kisah The Corpse Exhibition, diceritakan tentang para pembunuh yang memanfaatkan perang sebagai ajang mereka berkarya, menganggap nyawa manusia tak ada harganya dan pembunuhan adalah salah satu bentuk karya seni.

The Green Zone Rabit bercerita tentang sepasang pembunuh dalam grup teroris yang ditugaskan membunuh seorang target, yang pada akhirnya malah membuat mereka terkena serangan balik.

Salah satu kisah favorit saya dalam buku ini adalah A Thousand and One Knives, tentang sekelompok orang di Irak yang memiliki kemampuan khusus menyangkut pisau, dan berusaha mencari tahu mengapa mereka memiliki kemampuan tersebut dan apa hubungannya dengan negara tempat mereka hidup, yang selalu berada dalam kekacauan.

Saya juga merinding berat waktu membaca The Crosswords, kisah separuh fantasi yang bercerita tentang korban selamat dari pengeboman, yang hidupnya menjadi tidak tenang karena ia merasa dirasuki oleh arwah polisi yang menyelamatkan hidupnya.

Sedangkan dalam The Nightmares of Carlos Fuente, seorang penduduk Irak malu dengan negaranya yang dicap sebagai sarang teroris dan pencinta perang, sehingga ia kabur jauh ke Belanda dan mengubah identitas dirinya. Namun ia lupa, deep down inside, Irak tetaplah identitasnya.

The Corpse Exhibition and Other Stories of Iraq cukup fenomenal ketika diterbitkan pertama kali, karena merupakan buku pertama karya penulis Irak yang bercerita langsung tentang perang menahun yang melanda negara tersebut. Hassan Blasim menyinggung perang dengan negara Iran, dilanjutkan dengan Kuwait, dan terakhir rezim diktator Saddam Husein yang mengundang penyerbuan Amerika Serikat.

Perang sudah menjadi bagian dari kehidupan rakyat Irak, sampai-sampai kadang mereka sudah mati rasa melihat pengeboman, aksi jihad, pembunuhan oleh teroris dan penyerbuan oleh negara lain. Mereka hanya berusaha bertahan hidup, menjalankan keseharian di tengah kekacauan negara tempat mereka lahir tersebut.

Ada yang pada akhirnya bergabung dengan kelompok fanatis karena tidak ada pilihan lain, atau karena terpaksa mengikuti jejak keluarga. Ada yang memanfaatkan keadaan negara dan menjadi preman di daerahnya, ada juga yang berusaha lari dari kenyataan yang mendera.

Buku ini berhasil menangkap kengerian, kegilaan, dan kekacauan hidup di negara yang menjadikan perang sebagai bagiannya. Terkadang kita lupa, rakyat Irak hanyalah orang biasa. Dan di balik segala berita mengerikan tentang kematian dan bencana, ada sekumpulan orang yang -lebih dari segalanya- hanya ingin bertahan hidup.

Submitted for:

Baca Bareng Mei, Tema Hak Asasi Manusia

Baca Bareng Mei, Tema Hak Asasi Manusia

Pilate’s Wife by Antoinette May

26 Tuesday May 2015

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

bahasa indonesia, challenge 15, Gramedia, historical, religion, review15, terjemahan, WIN2015

pilates wifeTitle: Pilate’s Wife

Writer: Antoinette May

Translator: Ingrid Dwijani Nimpoeno

Publisher: Gramedia Pustaka Utama (2011)

Pages: 544p

Bought: Vixxio (IDR 25k)

There’s something magical about the life of Romans in the past. I always love reading about their history, because they were involved so much in shaping the current world we live in now. Antoinette May tried to capture the life of Claudia, Pontius Pilate’s wife, who more or less had been mentioned in the Bible during the court and crucifixion of Jesus Christ.

Of course, one major rule if you want to enjoy this kind of book is, don’t confuse the historical fiction with your religious beliefs. I am a Christian and I believe in Jesus Christ, but I know that sometimes, to enjoy a book, I have to try to forget just for a while on what I truly believe in.

So, this book told a story of Claudia, a gifted child who can forsee the future through her dreams or mind. Claudia was a daughter of the Caesar’s family, and her father was the military leader of Germanicus. Claudia longed for a god/goddess that can guide her and understand her life, and since a young age, Claudia had been a follower of the goddess Isis.

The politics in Rome was pretty chaotic, with Livia (Tiberius’s grandmother), ruled Tiberius with her spiteful tactics, and Germanicus, the real lovable leader, had to suffer from Tiberius’s envy and jealousy.

Claudia and her family followed her father wherever he was sent for his duty, usually assisting Germanicus to inspect Rome’s other colonies.

Claudia’s life was totally changed when she met with Pilate, and later got married to him. They were assigned to Judea and this is where the stories took off. At the time, the country was still confused on the rising of a charismatic leader called Jesus. Claudia thought that Jesus was harmless, but she couldn’t convince her husband to feel the same way.

Antoinette May took many events from the Bible but changed it loosely to fit with her story. For example, she said that Jesus got married with Mary Magdalene, a theory that also raised by Dan Brown in his book The Da Vinci Code. Also, from a historical point of view, Jesus was only another charismatic person. Of course no sane, logical person would believe him as the son of God.

And does this kind of book ruin my faith? Change my beliefs?

I think it takes more than a novel to make me lose my faith. This kind of book makes me rethink everything in a different point of view, but can’t really shake anything I’ve believed. I quite enjoyed it though, the story flows nicely and the descriptions are marvelous.

The ending is predictable, of course, but still pretty good. All in all, a decent historical fiction with some biblical reference. It can be better, but it’s decent enough πŸ™‚

Submitted for:

Category: Familial relation

Category: Familial relation

Mrs. Frisby and The Rats of NIMH by Robert C. O’Brien

10 Friday Apr 2015

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

animals, BBI anniversary, children, CL/YA, classic, english, fable, fiction, NARC2015, newbery, review15

mrs frisbyJudul: Mrs. Frisby and the Rats of NIMH

Penulis: Robert C. O’Brien

Penerbit: Aladdin Paperbacks (1986), first published in 1971

Halaman: 233p

Beli di: Bras Basah (thanks to Dewi)

Mrs. Frisby, seekor tikus ladang yang tinggal di dekat pertanian Mr. Fitzgibbon, sedang panik. Musim semi sudah di ambang pintu, yang berarti, ia harus membawa keluarganya pindah ke rumah musim panas mereka di hutan, agar tidak ikut diterjang traktor Mr. Fitzgibbon yang akan mulai musim tanamnya.

Namun, anak laki-laki Mrs. Frisby, Jeremy, terkapar lemah karena pneumonia, dan membawanya pindah rumah selama ia masih sakit, sama saja dengan mengancam nyawanya. Mrs. Frisby berusaha memecahkan masalah ini, apalagi setelah Mr. Frisby meninggal, ia harus mengurus keempat anaknya sendirian.

Untunglah, lewat beberapa kenalan, akhirnya Mrs. Frisby terhubung dengan koloni tikus besar dari NIMH yang tinggal di kebun keluarga Fitzgibbon. Konon, tikus-tikus ini memiliki kecerdasan luar biasa dan mampu memecahkan segala masalah.

Namun, ketika masuk ke koloni tersebut, Mrs. Frisby tidak menyangka kalau ternyata ia juga akan menguak masa lalu suaminya, dan mengetahui asal muasal para tikus jenius tersebut. Sebenarnya, di mana NIMH berada, dan mengapa tikus-tikus itu begitu cerdas sampai ingin membangun peradaban baru sendiri?

Buku ini adalah buku yang menyenangkan, fabel yang berisi banyak sekali isu menarik namun tetap bisa dikemas dengan ringan, sesuai dengan target pembacanya, para middle graders.

Beberapa yang menurut saya menarik dan layak menjadi pembahasan bersama anak-anak:

  1. Percobaan laboratorium. Meski settingnya di tahun 70-an, O’Brien mampu mengangkat isu science/sosial yang akan semakin marak di dekade berikutnya. Sejauh apa manusia bisa menggunakan hewan (termasuk tikus) dalam percobaannya? Seberharga apa nyawa hewan dibandingkan dengan kebutuhan umat manusia tentang ilmu pengetahuan?
  2. Peradaban baru. Sedikit menyinggung tentang teori evolusi kaum kera yang bisa “naik kelas” menjadi manusia, O’Brien dengan berani mengajukan teori tentang kecerdasan tikus yang sebenarnya di atas rata-rata- namun karena gaya hidup yang malas dan biasa mencuri, tikus pun kalah dengan kera di dalam seleksi alam. Namun sekelompok tikus yang berpikiran maju, bertekad untuk membangun peradaban baru, meninggalkan gaya hidup tikus yang identik dengan mencuri.
  3. Feminisme- tokoh Mrs. Frisby merupakan contoh menarik tentang peran perempuan- single parent- membesarkan anak-anak dan mengurus keluarganya sendiri. Untuk buku yang ditulis di tahun 70-an, kisah Mrs. Frisby ini cukup progresif.

Saya sendiri menganggap buku ini seperti Animal Farm untuk level middle grade. Latihan yang baik untuk anak-anak dalam mengenal fabel atau alegori. Tak heran buku ini sukses menggondol penghargaan Newbery Medal di tahun 1972.

Submitted for:

banner 13 days cl-ya

Kategori Genre 101: Children

Kategori Genre 101: Children

Just as Long as We’re Together by Judy Blume

06 Monday Apr 2015

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 2 Comments

Tags

challenge, CL/YA, fiction, gentle spectrum, Gramedia, review15, terjemahan, young adult

as long as were togetherTitle: Just as Long as We’re Together

Writer: Judy Blume

Translator: JE Retno Dwiastuti

Publisher: Gramedia Pustaka Utama (2004), first published in 1987

Pages: 360p

Swapped at IRF 2013

The thing about Judy Blume’s books is, they’re always tell honest stories about sensitive issues- even though the targets are young adults. She wrote about religions, ethnicity, cultural differences, divorce, family problems, although in the 70s-80s, people didn’t really care about “diversity in YA books”. I love how she wrote simple stories with deep meanings and memorable characters.

Just as Long as We’re Together told a story of three friends: Stephanie, Rachel, and the newcomer Alison. Despite their differences (Stephanie is an extrovert, cheerful girl, Rachel is a total genius, and Alison is an artsy, pretty girl from California), they fought their way together in the middle school dangerous fields- complete with bullies, popular girl cliques and handsome crush all over their way.

But their friendship has been tested with the problems they faced at home: Stephanie’s parents were in the middle of “separating phase”, Rachel’s brother kept on getting into troubles, and Alison was feeling torn as an adoptive daughter of a famous actress.

I love how Judy Blume wrote the story in a light, flowing kind of way. This book was taking me back into my teenage days, growing up in the midst of family issues, ups and downs of friendship stages and of course the murky, unclear future in front of me.

One thing I noticed in Judy Blume’s books is the crappy parents. Seriously, I can’t hate any parents more than I do with Stephanie’s selfish parents. They are separating but telling nothing to the kids, and the first time the kids had to accept the fact is when they were introduced to their father’s new girlfriend. Sucks!

That’s why I think Judy’s books are as important to the parents as they are to the children, since they remind us how to avoid being selfish, inconsiderate, and childish parents to our kids! πŸ™‚

The companion book, Here’s To You, Rachel Robinson, tells the story from Rachel’s point of view. Too bad, after the second book, Judy didn’t continue with another sequel.

Submitted for:

Cheerful category

Cheerful category

banner 13 days cl-ya

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,037 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • A Feast for Crows by George R.R. Martin
    A Feast for Crows by George R.R. Martin
  • Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
    Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
  • Five Little Pigs
    Five Little Pigs
  • Station Eleven by Emily St.John Mendel
    Station Eleven by Emily St.John Mendel

Recent Comments

When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…
The Case of the Pecu… on The Case of the Left-Handed La…
astrid.lim on Lorong Waktu by Edward Pa…
nina on Lorong Waktu by Edward Pa…

Create a free website or blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,037 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...