• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2022
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: realistic

My Sister Lives on the Mantelpiece by Annabel Pitcher

10 Wednesday Nov 2021

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

british, dysfunctional family, english, fiction, grief, middle grade, popsugar RC 2021, realistic, religion, secondhand books, young adult

Judul: My Sister Lives on the Mantelpiece

Penulis: Annabel Pitcher

Penerbit: Little, Brown Books for Young Readers (2012)

Halaman: 214p

Beli di: Betterworldbooks.com (USD 6)

Rose memang sudah meninggal dunia, namun sepertinya kehadirannya tidak pernah meninggalkan rumah Jamie dan Jas. Malah, Rose seperti semakin nyata, karena bukan saja abunya menempati meja perapian dan bisa dilihat oleh semua orang, namun ayah mereka pun tetap menganggap Rose masih bersama mereka.

Untuk Jamie, yang masih terlalu muda saat Rose meninggal, Rose hanyalah semacam legenda dan mitos dalam hidupnya, sosok tak kelihatan yang memiliki peran penting dalam keluarga mereka. Sedangkan bagi Jas, saudara kembar Rose, kepergian Rose meninggalkan konflik hebat dalam dirinya, antara rasa kehilangan, namun juga kebencian karena kedua orang tuanya menganggap ia bukan sebagai Jas, namun sebagai kembaran Rose yang bertahan hidup.

Ketika ibu mereka memutuskan untuk pergi dari keluarga mereka, Jamie dan Jas harus hidup bersama ayah mereka yang masih dipenuhi kesedihan dan denial. Di tempat yang baru, mereka bertemu dengan teman baru, namun hal ini ternyata malah memicu kemarahan ayah mereka yang tidak suka dengan si teman baru. Apakah mungkin keluarga mereka akan utuh kembali dan menerima kenyataan kalau Rose sudah pergi?

My Sister Lives on the Mantelpiece merupakan buku middle grade/young adult dengan tema grieving. Meski topiknya serius, buku ini dipenuhi nuansa dark humor yang menggelitik, terutama karena naratornya adalah Jamie, anak laki-laki 10 tahun yang masih berusaha mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarganya, dalam kepolosan anak-anak yang menyegarkan namun tetap cerdas.

Buku ini juga bergumul dengan isu-isu yang tak kalah serius, seperti Islamophobia, perceraian, dan terorisme. Namun untungnya, tidak terjebak dalam narasi yang membuat overwhelming. Semuanya disampaikan dengan cukup sederhana, tapi tanpa oversimplified isu yang ada. Saya juga suka endingnya yang realistis, menyentuh namun tidak fairy tale. A recommended book for younger readers who have to deal with grief.

Rating: 4/5

Recommended if you want to read: British middle grade, book about grieving, honest-adorable narrator, serious issues with easier writing

Submitted for:

The book that’s been on your TBR list for the longest amount of time

On My Honor by Marion Dane Bauer

06 Thursday May 2021

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

america, children, classics, middle grade, newbery, popsugar RC 2021, realistic

Judul: On My Honor

Penulis: Marion Dane Bauer

Penerbit: Sandpiper (1986)

Halaman: 90p

Beli di: Bookdepository.com (Part of Newbery Boxset)

“On your honor?” Joel’s father said.

“You won’t go anywhere except the park?”

“On my honor,” Joel repeated.

Kisah yang sederhana ini memiliki kekuatan justru karena kesederhanaannya. Joel dan sahabatnya, Tony, berencana untuk bersepeda ke taman Starved Rock yang letaknya cukup jauh dari rumah mereka. Meski awalnya ragu, ayah Joel akhirnya mengizinkan mereka pergi, dengan catatan mereka berjanji hanya akan pergi ke taman tersebut, dan bukan tujuan lainnya. Joel pun berjanji “On my honor”, yang merupakan janji tertinggi yang bisa ia ucapkan.

Namun di tengah jalan, saat melewati sungai Vermillion, Tony tergoda untuk berhenti, meski Joel sudah mengingatkannya akan bahaya sungai yang berarus deras tersebut. Seperti biasa, Tony yang memang suka menantang bahaya tidak menggubris peringatan Joel, malah mengajaknya balapan berenang ke tengah sungai. Joel yang tidak mau dicap sebagai penakut akhirnya mengikuti Tony, dan terlambat menyadari kalau Tony sebenarnya tidak bisa berenang.

On My Honor merupakan buku yang amat singkat, padat, dan to the point, dengan sasaran anak-anak seusia Joel dan Tony. Setting kisah tahun 1980-an terasa jelas di buku ini, di mana anak-anak masih bebas berkelana dan kadang mengambil keputusan tak bertanggung jawab yang akan mempengaruhi hidup mereka.

Buat saya, yang menjadi kekuatan buku ini mungkin bukan hanya pesan moralnya (yang tidak disampaikan dengan nada menggurui), namun justru agony, pergumulan Joel saat menyadari kesalahan besar yang ia lakukan, yang awalnya terasa hanya sekadar melanggar sebuah janji yang tak terlalu berarti, namun ternyata berkembang menjadi penyesalan seumur hidup.

Saya amat suka analisis Katherine Paterson di bagian awal buku, yang menelaah tentang pergumulan Joel dari sudut pandang “korban”. Korban perasaaan bersalah yang tidak akan pernah hilang seumur hidupnya. Dan memang, On My Honor, dengan segala kesederhanaannya, tetap terasda relevan sampai sekarang karena mengandung pesan moral yang timeless. No wonder buku ini menggondol Newbery Honor. Hanya saja, memang buku ini terasa amat singkat, dan saya berharap ada versi yang lebih panjang dari kisah perjalanan hidup Joel selanjutnya.

Rating: 3.5/5

Recommended if you want to read: classic middle grade books, Newbery book, straightforward story, one seating book, something to read with your kids

Submitted for:

Category: The book on your TBR list with the ugliest cover

Turtles All The Way Down by John Green

13 Thursday Dec 2018

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

borrowed, contemporary, english, fiction, mental health, popsugar RC 2018, realistic, sicklit, young adult

Judul: Turtles All The Way Down

Writer: John Green

Publisher: Dutton Books (2017)

Pages: 286p

Borrowed from: Essy

Di usianya yang 16 tahun, Aza memikirkan banyak sekali hal. Termasuk bakteri yang ada di dalam dirinya, kecemasannya akan terkena infeksi berbahaya akibat lupa mengganti band aid, kepanikannya saat menyadari kalau hidupnya tidak bisa ia kontrol sepenuhnya- ia bisa saja mati tiba-tiba dan melakukan hal-hal yang tidak ia inginkan dan akan membahayakan hidupnya.

Pemikiran yang berbelit-belit ini menyiksa hidup Aza, namun tidak ada yang bisa ia lakukan, kecuali mengikuti sesi terapi bersama psikiaternya. Untunglah Aza memiliki ibu dan sahabat yang suportif.

Hidup Aza bertambah ruwet saat kotanya dihebohkan dengan kasus hilangnya jutawan terkenal Russell Pickett, yang diduga kabur saat hendak ditahan polisi karena kasus korupsi besar. Polisi menawarkan reward yang cukup lumayan bagi siapapun yang memiliki petunjuk tentang keberadaan Pickett, dan tentu saja Daisy, sahabat karib Aza, tidak mau kehilangan kesempatan ini. Apalagi karena Aza memang mengenal anak Pickett, Davis, yang sempat ikut summer camp yang sama dengannya beberapa kali.

Namun di balik kehidupan Davis yang kaya raya, banyak hal yang baru Aza ketahui tentang dirinya. Dan kedekatan mereka yang awalnya terjadi karena kasus hilangnya ayah Davis, lama kelamaan berkembang menjadi persahabatan yang membawa warna baru di dunia Aza.

Saya tidak bisa dibilang fans berat John Green. Green bukanlah autobuy author yang buku-bukunya selalu saya beli dan baca segera setelah terbit. Saya menyukai Will Grayson, Will Grayson, tapi cukup kecewa dengan The Fault in Our Stars yang overhyped.

Jadi saya memang tidak terlalu punya ekspektasi apa-apa saat membaca Turtles All The Way Down, yang saya tahu hanyalah buku ini mengangkat isu mental health di kalangan young adult, dan memiliki rating serta review yang cukup bagus.

Satu hal yang saya seringkali tidak tahan dari buku- buku John Green adalah karakter-karakternya yang bisa dibilang amat pretensius, dengan dialog-dialog yang terlalu lebay untuk umurnya dan keseriusan memandang hidup yang berlebihan. Mungkin karena saya sudah melewati usia itu dan jadi kurang sabar menghadapi dialog-dialog yang pretensius tersebut.

Untunglah kisah Aza tidak termasuk dalam kategori itu. Sure, masih banyak dialog heboh seperti pengetahuan luar biasa Davis tentang tata surya atau kegemarannya membuat puisi dan mengutip buku-buku sastra. Tapi ini masih mendingan dibandingkan para tokoh dalam buku The Fault in Our Stars XD

Dan Aza cukup bisa membuat kita bersimpati, saya menghargai usaha Green yang cukup sukses untuk membawa kita menjelajahi pikiran Aza yang rumit, suram dan menakutkan, dan membuat kita lebih bisa mengerti apa yang dirasakan oleh orang-orang yang memiliki OCD. Isu mental health menjadi satu topik utama di sini, yang berhasil diangkat Green tanpa kesan menggurui melalui karakter Aza yang approachable meski kadang mengesalkan.

Saya juga suka dengan Daisy, sahabat Aza yang untungnya digambarkan tidak hanya sekadar sebagai sidekick tapi memilkki porsi yang cukup besar dan penting untuk perkembangan karakter Aza.

Overall, a great experience, membuat saya cukup berharap masih bisa menikmati buku-buku John Green lainnya.

Submitted for:

Category: A book about mental health

How To Look for a Lost Dog by Ann M Martin

27 Monday Nov 2017

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 1 Comment

Tags

america, animals, children, english, fiction, realistic, special needs

Judul: How To Look for a Lost Dog

Penulis: Ann M Martin

Penerbit: Usborne Publishing (2016)

Halaman: 234p

Beli di: The Book Depository (IDR 105,294)

Rose tinggal bersama ayahnya, Wesley Howard, di sebuah kota kecil di New York. Ibu Rose pergi meninggalkan mereka saat Rose masih kecil, dan Rose yang memiliki sindrom Asperger harus berusaha keras untuk tidak memancing kemarahan ayahnya yang bertemperamen tinggi. Untunglah ada Uncle Weldon, paman Rose yang tinggal tidak jauh dari rumahnya, dan selalu bersedia untuk menghabiskan waktu dengan Rose.

Suatu hari ayah Rose membawa pulang seekor anjing telantar yang Rose beri nama Rain. Rose amat bahagia karena kini ia memiliki teman bermain yang setia menemaninya ke manapun, bahkan Rain kerap menyambutnya sepulang dari sekolah.

Namun badai besar yang menyerang kota kecil mereka menimbulkan tragedi menyedihkan bagi Rose: Rain hilang! Dan banjir yang terjadi akibat badai membuat Rose dan ayahnya terisolasi dari dunia luar karena jembatan dekat rumah mereka amblas. Rose yang panik karena ayahnya tampak tak bisa berbuat apa-apa, akhirnya menyusun rencana untuk mencari Rain, dengan mendaftar tempat-tempat yang mungkin menampung anjing tersesat, meski itu berarti ia harus keluar dari comfort zone nya dan berbicara dengan orang-orang yang tidak ia kenal, sesuatu yang amat ia takuti.

Penyelidikan Rose membawanya ke suatu fakta yang lebih mengejutkan tentang Rain, yang mengancam persahabatan mereka dan membuatnya mungkin kehilangan anjing yang disayanginya itu.

Ann M Martin seperti biasa mampu meramu kisah yang sederhana dengan begitu memukau dan menyentuh. Menggabungkan unsur persahabatan antara anak perempuan yang memiliki sindrom Asperger dengan seekor anjing misterius, kisah Rose dan Rain dijamin akan membuat haru-biru, terutama untuk mereka yang menyukai cerita tentang binatang. Mau tidak mau saya jadi bersimpati pada Rose, karakter yang mudah disukai tapi tidak melodramatis dengan kekurangannya, dan berharap ada happy end untuknya dan Rain.

Martin sendiri menulis buku ini untuk mengenang anjingnya Sadie, jadi memang terasa sekali sentuhan personal dalam buku ini. Satu lagi yang unik adalah hobi Rose mengumpulkan kata-kata yang memiliki homonim, dan ini menjadi sempalan topik yang menyenangkan terutama untuk anak-anak yang ingin memperkaya vocabularynya.

Submitted for:

Kategori Children Literature

The Wednesday Wars by Gary D. Schmidt

13 Friday May 2016

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

america, children, fiction, historical fiction, new york, newbery, realistic, war

wednesday warsJudul: The Wednesday Wars

Penulis: Gary D. Schmidt

Penerbit: Sandpiper Books (2007)

Halaman: 264p

Part of: bundle Newbery (Bookdepository USD 25)

Ada buku-buku yang kita baca dengan ekspektasi tinggi, tapi diakhiri dengan perasaan kecewa. Namun ada juga buku-buku yang kita baca tanpa ekspektasi- dan ternyata resmi menambah daftar buku favorit kita!

Syukurlah, The Wednesday Wars masuk ke kategori kedua. Saya membacanya tanpa ekspektasi terlalu tinggi- selain cap Newbery Honor (tahun 2008) di sampul depannya -dan mendapat pengalaman yang sangat menyenangkan bersama karakater-karakternya.

Holling Hoodhood merasa kalau wali kelasnya di kelas 7, Mrs. Baker, tidak menyukainya. Kenapa? Tidak jelas juga alasannya, tapi yang pasti Holling selalu kena sasaran kesinisan atau kekejaman Mrs. Baker. Well, kejam menurut Holling, setidaknya. Hal ini diperparah juga karena setiap hari Rabu siang, saat teman-teman sekelasnya yang beragama Katolik pergi ke gereja untuk pelajaran katekisasi, sedangkan yang Yahudi pergi ke sinagoga untuk persiapan bar mitzvah, Holling harus tinggal di kelas bersama Mrs. Baker karena ia satu-satunya murid yang menganut aliran Presbyterian.

Awalnya, hari-hari Rabu selalu menyiksa dan diisi dengan perseteruan diam-diam antara Holling dan Mrs. Baker, namun perlahan-lahan tumbuh semacam hubungan persahabatan di antara guru dan murid ini. Mrs. Baker memperkenalkan Holling pada Shakespeare, dan Holling menemukan passionnya yang lain, berlari, juga karena bantuan Mrs. Baker.

Kisah sederhana ini menjadi lebih berkesan karena berlatar belakang Perang Vietnam di tahun 1967, dan saat itu, banyak opini mengenai perang tersebut dari para penduduk di kota kecil Long Island tempat Holling tinggal. Ada kakak Holling yang terpengaruh gerakan hippies, ada Mrs. Baker dan guru-guru lain di sekolah Holling yang suaminya dikirim ke medan perang, serta ada juga teman sekelas Holling, anak perempuan dari Vietnam yang menjadi refugee di Amerika.

Meski simple, The Wednesday Wars menjadi sangat menarik karena disajikan dengan lengkap: karakter yang membumi, jalan cerita yang realistis, dan humor di sana-sini yang diselingi oleh beberapa adegan mengharukan. Pokoknya benar-benar pas untuk ukuran buku middle grade. Tidak heran buku ini memboyong penghargaan Newbery pada tahun 2008. Yang pasti, Holling Hoodhood menjadi salah satu karakter remaja favorit saya, dan Mrs. Baker menurut saya berhak menggondol penghargaan guru terbaik (mungkin bersaing dengan Profesor Lupin dari Harry Potter, dan Ms. Honey dari Matilda) 🙂

Saya sendiri jadi ngefans berat dengan Gary P. Schmidt dan bertekad ingin membaca buku-bukunya yang lain, termasuk companion book dari Wednesday Wars yang berjudul Okay For Now, bercerita tentang salah satu teman sekelas Holling yang sempat sedikit disinggung di buku Wednesday Wars.

The Meaning of Maggie by Megan Jean Sovern

25 Monday Jan 2016

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 3 Comments

Tags

children, contemporary, english, fiction, middle grade, realistic, sicklit

maggieJudul: The Meaning of Maggie

Penulis: Megan Jean Sovern

Penerbit: Chronicle Books (2015)

Halaman: 220p

Beli di: Barnes and Noble Washington DC (USD 6.99)

Maggie Mayfield kini berumur 11 tahun dan dunia seolah berada dalam genggamannya. Cita-citanya sebagai presiden Amerika Serikat didukung oleh nilai-nilainya yang selalu A, guru-guru yang menyukainya, dan segudang rencananya untuk kuliah di universitas terbaik.

Namun hidupnya menjadi jungkir balik saat penyakit ayahnya semakin parah, sehingga ibunya harus bekerja sebagai pencari nafkah utama, sementara ayahnya tinggal di rumah, di kursi rodanya. Belum lagi kakak-kakak Maggie yang semakin menyebalkan, dengan segala kegenitan masa remaja mereka.

Maggie merasa dikucilkan karena sepertinya semua orang mengetahui lebih banyak tentang penyakit ayahnya, dan menyembunyikan fakta-fakta penting dari hidupnya. Maggie bertekad untuk mencari tahu sebanyak-banyaknya tentang penyakit bernama Multiple Sclerosis itu, dan menambah sebuah cita-cita penting yang harus bisa dicapainya: memperbaiki ayahnya.

The Meaning of Maggie merupakan kisah keluarga berbalut sicklit dengan target pembaca middle grade. Sebuah perpaduan yang biasanya langsung membuat saya terkesima.

Namun ada sesuatu yang missing dari buku ini. Jangan salah, saya menyukai “suara” Maggie, yang dituangkan dalam bentuk “memoir” dalam buku ini. Kekocakannya yang merupakan gabungan sifat lugu, sok tahu namun humoris, cukup menyenangkan untuk diikuti. Tapi, ada beberapa bagian yang agak “kering”, humor yang terlalu “remaja”, dan plot yang agak menggantung, terutama karena saya berharap buku sicklit untuk middle grade ini bisa menyampaikan lebih detail tentang penyakit MS yang menjadi topik kisah Maggie.Ternyata sampai bagian akhir, tidak ada pencerahan tentang penyakit ini, juga apa penyebabnya dan bagaimana harus memperlakukan penderitanya. Semacam meraba-raba jadinya di sepanjang buku, padahal untuk buku anak, semestinya ada penjelasan yang lebih eksplisit untuk menghindari kesalahpahaman.

Selain itu, setting kisah yang menggunakan tahun 80an tidak terlalu terasa di buku ini, kecuali kenyataan kalau Maggie harus mengobrak abrik ensiklopedia dan bukannya mengetik di Google saat mencari fakta-fakta tentang penyakit MS. Tapi di luar itu, rasanya saya tidak menemukan relevansi setting 80an dalam buku ini- tidak seperti saya membaca Tell The Wolves I’m Home, misalnya.

Menurut saya buku ini menjadi serba nanggung- baik dari plot, karakter maupun setting. Sayang sebenarnya, karena premisnya sudah sangat menarik, dan covernya cantik banget!!

The Circle by Dave Eggers

16 Wednesday Jul 2014

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

america, contemporary, english, fiction, mystery/thriller, realistic, review 2014, science

the circleTitle: The Circle

Author: Dave Eggers

Publisher/Edition: First Vintage Open-Market Edition (May 2014)

Pages: 497p

Bought at: Periplus Soekarno Hatta Airport (IDR 98k)

Mae Holland is very excited when she was hired to work for the Circle, the largest, most powerful internet company in the world. Not only that, she finds out that the Circle has the most fascinating workplace ever: huge campus with lots of entertainment, cool people doing cool stuff, and high technology workspace.

Mae starts as a consumer experience staff and she thrives there, making her one of the most valuable employees in the Circle. Meanwhile, Mae also thinks about her priorities. What seemed to be the most important things in her life (family, her dad who has multiple sclerosis, her kayaking hobby), turns out not so important anymore.

Now Mae has to dedicate herself more in the online world- creating networks as large as the world, posting her activities in social media, even sharing her thoughts, opinions, and life in general to the public. Because in the Circle, sharing is caring and privacy is theft.

But is it possible to share all your life without holding a secret? Is it really how the future should be? Where no boundaries between people and everyone else, and internet becomes so powerful it feels you don’t live in real world anymore.

The Circle is a thought provoking book, a page turner that guarantees you to force your eyes open at night just to know how the ending will be. Yes, the characters (including the main character, Mae) are quite one dimensional, a bit flat and sometimes you can’t relate to them well. And some of the conversations are too absurd even among the tech people.

But the plot itself is very engaging and real. Semi science fiction, semi dystopian and semi realistic story (people said The Circle was inspired by Google), Dave Eggers successfully engaged the readers until the end, and even made me forget some loopholes here and there.

The twist is not that surprising, and even though this book tries to become a thriller, it lacks of the real mystery and thrills. What makes this book a thriller is actually the feeling that it would be possible to happen in our world. When internet dominates the world and we would be just a bunch of names in the online world. Scary, huh?

Liar & Spy by Rebecca Stead

09 Monday Jun 2014

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 7 Comments

Tags

children, contemporary, english, fiction, middle grade, new york, realistic, review 2014

liar & spyJudul: Liar & Spy

Penulis: Rebecca Stead

Penerbit: Yearling (2012)

Pages: 180p

Beli di: Periplus Surabaya (IDR 82k) – thanks Mbak Maria 🙂

Georges (huruf S-nya tidak dibaca) sangat sedih ketika seluruh keluarganya harus pindah dari rumah mereka yang menyenangkan di Brooklyn, ke sebuah gedung apartemen tak jauh dari sana karena Ayahnya di PHK dari tempatnya bekerja sebagai arsitek. Karena masalah keuangan ini juga Georges jadi jarang bertemu dengan ibunya, seorang perawat rumah sakit yang terus-menerus bekerja malam.

Georges merasa kehidupannya di apartemen pasti akan membosankan, tapi ia tidak memperhitungkan kehadiran Safer, anak laki-laki penyendiri yang terobsesi dengan kegiatan mata-mata, serta keluarganya yang eksentrik. Safer mengangkat Georges sebagai staff mata-matanya, dan berdua mereka berusaha menyelidiki Mr.X, tetangga  di apartemen yang dicurigai memiliki kehidupan kriminal yang misterius. Namun kenekatan demi kenekatan Safer semakin membuat Georges ngeri, dan akhirnya ia bertanya-tanya sejauh apa ia mengenal Safer, dan apa yang sebenarnya diinginkan oleh teman barunya itu?

Liar & Spy adalah buku Rebecca Stead kedua yang saya baca setelah terkesan dengan When You Reach Me yang memenangkan Newbery. Masih bersetting kota New York, Rebecca kini memfokuskan ceritanya pada kehidupan di gedung apartemen. Saya sendiri sudah cukup lama tinggal di apartemen, dan meski amat berbeda dengan apartemen yang ditinggali Georges, namun tetap merasa familiar dengan settingnya.

Berbalut puzzle dan misteri, serta twist di bagian akhir, Rebecca Stead kembali mampu mengecoh pembacanya hingga akhir. Ada beberapa lubang-lubang yang ia buat namun tidak mencolok, sehingga pembaca tidak sadar akan kekosongan tersebut, hingga tiba-tiba, boom! Kita dikejutkan dengan maksud si penulis di bagian akhir cerita.

Tidak secerdas When You Reach Me memang, dan jalan ceritanya juga tidak se-complicated buku tersebut, tapi Liar & Spy lebih charming, kita mau tidak mau merasa simpati dengan Georges di tempat tinggalnya yang baru, sambil merasa sebal sekaligus penasaran dengan sosok Safer dan keluarga bohemianya. Sementara itu, buku ini juga menyimpan banyak adegan lucu yang terutama melibatkan penghuni apartemen Georges.

Misalnya saja anak kecil yang suka sekali menceritakan joke “Knock,knock”. Annoying tapi tetap mengundang senyum. Atau teman-teman Georges yang selalu menghinanya tentang namanya yang aneh (S nya tidak dibaca, oke?), tapi Georges merasa aman bermain dengan Safer dan Candy (adik Safer) karena mereka mempunyai nama yang lebih aneh lagi. Oh, dan tentu saja Dad, ayah Georges, arsitek filosofis yang kadang lupa kalau ia adalah orang dewasa.

Rebecca Stead is a master of building her characters. Can’t wait for her next books!

Some clever, witty quotes from the book:

“Life is really just a bunch of nows, one after the other.”

“Life is a million different dots making one gigantic picture. And maybe the big picture is nice, maybe it’s amazing, but if you’re standing with your face pressed up against a bunch of black dots, it’s really hard to tell.”

“It’s weird, because I know Mom is right about the big picture. But Dad is right too: Life is really just a bunch of nows, one after the other.
The dots matter.”

The Story of Edgar Sawtelle by David Wroblewski

27 Thursday Mar 2014

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 23 Comments

Tags

america, animals, BBI, dramatic, english, family, fiction, lucky 14, name challenge 2014, realistic, review 2014, special needs

edgar sawtelleJudul: The Story of Edgar Sawtelle

Penulis: David Wroblewski

Penerbit: Harper International Edition (2009)

Halaman: 611p

Beli di: Aksara, Pesta Buku Jakarta 2011 (IDR 50k, bargain price!)

Edgar Sawtelle lahir dan tumbuh besar di sebuah peternakan anjing di dekat hutan Chequamegon, Wisconsin. Sejak lahir, Edgar tidak bisa berbicara dan hanya berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Namun ia menikmati kehidupannya yang tenang bersama ayah dan ibunya, merawat dan melatih anjing-anjing mereka yang dikenal sebagai Sawtelle Dogs. Edgar juga bersahabat erat dengan salah satu anjing betina yang sudah menjadi teman setianya sejak kecil, Almondine.

Suatu hari, Claude, adik laki-laki ayahnya yang sudah lama pergi dari rumah, mendadak muncul kembali dalam kehidupan mereka. Dan kemunculannya ternyata membawa banyak tragedi dan misteri untuk Edgar. Ketika suatu kecelakaan terjadi, Edgar memutuskan untuk kabur dari rumah, membawa serta ketiga ekor anak anjing yang sedang ia latih, menyusuri hutan Chequamegon.

Edgar banyak belajar selama perjalanan itu, terutama untuk mengkonfrontasi ketakutannya, dan mengungkapkan kebenaran. Akankah Edgar berani pulang ke rumah untuk menghadapi resiko kehilangan hidupnya yang dulu?

Ketika BBI memutuskan untuk mengadakan posting bareng buku-buku Oprah, saya sangat excited, karena ternyata banyak buku di list Oprah yang ada di dalam timbunan saya 🙂 Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya mengambil keputusan untuk membaca buku Edgar Sawtelle ini, karena memang sudah cukup lama terkubur di dalam timbunan buku yang kian meninggi. Dan ternyata, saya cukup menyesali keputusan itu.

Kenapa?

To tell you the truth, I didn’t enjoy reading this book. Dan saya cukup kaget, karena menilik dari daftar buku-buku pilihan Oprah yang sudah saya baca, rata-rata mendapat rating 3-4 bintang dari saya. Dan sejujurnya, saya memang berharap lebih dari si Edgar Sawtelle. Apalagi ada premis kisah tentang anjing-anjing, yang merupakan topik yang selalu menarik bagi saya.

Penuturan yang lambat adalah salah satu alasan utama mengapa saya tidak bisa menikmati buku ini. Mungkin untuk menegaskan kesunyian dunia Edgar yang tanpa suara, David Wroblewski sengaja membuat kisah didominasi oleh narasi berkepanjangan dari sisi Edgar, meski tidak menggunakan sudut pandang orang pertama. Terkadang, untuk mendeskripsikan suatu tempat atau suasana, Wroblewski bisa menghabiskan satu halaman sendiri.

Sebenarnya banyak hal yang bisa membuat kisah ini menjadi menarik, salah satunya adalah detail saat Edgar melatih anjing-anjingnya. Proses bagaimana ia membuat mereka percaya, lalu menurut padanya, awalnya terasa menarik, mengingatkan saya pada acara TV Cesar Milan si ahli anjing. Tapi saat adegan ini diulang-ulang dengan deskripsi detail yang sama seolah baru pertama kali diceritakan, saya jadi merasa bosan dan kehilangan minat.

Wroblewski seakan-akan terjebak dalam keasyikannya menulis sepanjang dan selama mungkin, tanpa memperhatikan perasaan para pembaca. Buat saya, jumlah 611 halaman bukanlah kisah yang singkat. Namun bila menilik isi buku ini, sepertinya Wroblewski bisa memangkas setengah panjang buku tanpa kehilangan esensi yang berarti.

Kelemahan lain Wroblewski yang sangat suka dengan deskripsi tempat dan suasana adalah kurangnya penggambaran karakter yang kuat. Saya cukup kesulitan untuk merasa relate dengan Edgar sang protagonis, dan membenci Claude si antagonis. Buat saya, tidak ada bedanya siapa protagonis dan antagonis dalam kisah ini, saking tidak jelasnya karakterisasi yang digambarkan oleh Wroblewski. Kalau tujuannya ingin membuat pembaca menabak-nebak ke arah mana cerita akan dibawa, untuk kemudian memberikan twist besar di akhir cerita, bagi saya usaha Wroblewski ini gagal total. Yang ada, saya hanya bisa merasa kebingungan dengan inti keseluruhan cerita.

Kisah yang berpotensi penuh drama pun tidak berhasil mewujud dengan baik, karena terlalu banyak narasi bertele-tele yang digunakan. Bahkan endingnya pun tidak berhasil membuat saya terharu atau tersentuh atau apapun yang dimaksudkan oleh sang penulis.

Oprah’s Book Club pertama kali dibentuk oleh Oprah Winfrey tahun 1996, di mana ia memilih buku (biasanya novel) untuk didiskusikan dalam acara talk shownya. Sampai show tersebut berakhir tahun 2011, Oprah’s Book Club telah merekomendasikan 70 buah buku. The Story of Edgar Sawtelle adalah pilihan Oprah untuk bulan September 2008. Tahun 2012, Oprah kembali membentuk Oprah’s Book Club 2.0, di mana interaksinya dengan pembaca buku dilakukan melalui online. List lengkap buku pilihan Oprah bisa dilihat di sini.

Submitted for:

Posbar Tema Oprah's Book Club bulan Maret 2014

Posbar Tema Oprah’s Book Club bulan Maret 2014

aname-1

Category: It's Been There Forever

Category: It’s Been There Forever

 

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,037 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • A Feast for Crows by George R.R. Martin
    A Feast for Crows by George R.R. Martin
  • Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
    Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
  • Five Little Pigs
    Five Little Pigs
  • Station Eleven by Emily St.John Mendel
    Station Eleven by Emily St.John Mendel

Recent Comments

When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…
The Case of the Pecu… on The Case of the Left-Handed La…
astrid.lim on Lorong Waktu by Edward Pa…
nina on Lorong Waktu by Edward Pa…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,037 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...