• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2022
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: racism

Interior Chinatown by Charles Yu

22 Monday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, asian american, award winning, english, fiction, immigrant, national book award, racism

Judul: Interior Chinatown

Penulis: Charles Yu

Penerbit: Vintage (2020)

Halaman: 266p

Beli di: Post Santa (IDR 275k)

Willis Wu selalu menganggap dirinya bukan sebagai tokoh protagonis yang memorable. Dia hanyalah seorang Generic Asian Man, selalu mendapatkan peran-peran figuran yang amat mudah dilupakan dan digantikan oleh orang lain. Namun, ia tidak pernah berhenti berharap. Setiap hari, ia berangkat dari apartemen kecilnya di Chinatown SRO menuju restoran Golden Palace, yang menjadi setting TV series berjudul Black and White, dan menjalankan perannya dengan patuh.

Mimpi terbesar Willis adalah dinobatkan menjadi Kung Fu Guy – peran yang paling ditunggu-tunggu oleh setiap aktor Asia yang berkecimpung di dunia hiburan. Namun saat Willis secara tidak terduga berhasil meraih mimpinya, ia baru menyadari kalau hidup itu lebih dari sekadar peran. Willis dikenalkan ke dunia yang lebih luas, sekaligus menguak rahasia Chinatown dan keluarganya, yang membentuk hidupnya selama ini.

Interior Chinatown adalah kisah nyeleneh yang penuh dengan thought provoking issues. Latar belakang dunia hiburan yang menjadi metafora tentang sistem kelas dan rasisme di Amerika terasa amat cocok dengan tone keseluruhan buku. Willis adalah karakter naif yang mudah menarik simpati, we all easily root for him, namun ia juga punya banyak flaws yang membuat saya merasa gemas.

Saya belajar banyak tentang sejarah Asian American di buku ini, terutama dari sudut pandang dunia film dan hiburan yang masih jarang dikupas. Apakah hanya ada satu Bruce Lee di setiap era? Dan bahkan, sekelas Bruce Lee pun masih tidak bisa menyamai aktor kulit putih yang memiliki kelas lebih tinggi dan kesempatan lebih besar untuk sukses. Namun – apa artinya sukses??

Yang unik dari Interior Chinatown adalah penggunaan timeline, setting, dan media yang tidak konvensional, menggabungkan antara kisah fiksi dari naskah TV series yang dibintangi Willis, dengan kehidupan nyatanya sendiri di Chinatown, yang terasa sebagai setting juga, kali ini setting kehidupan Asian American di dunia yang tidak adil.

Kisah semacam ini, bila dituliskan dengan teledor, bisa menjadi amat membingungkan, chaotic, dan sulit untuk diikuti. Namun di tangan Charles Yu, buku ini dieksekusi dengan baik, mengombinasikan topik yang serius seperti identitas, rasisme, American dreams, dan industri hiburan, dengan humor yang segar dan penulisan yang kreatif. Tak heran buku ini berhasil menggondol National Book Award tahun 2020.

Rating: 4/5

Recommended if you like: unconventional writing, unique storyline, immigrant stories, entertainment setting, subtle humor

Such a Fun Age by Kiley Reid

18 Thursday Feb 2021

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ Leave a comment

Tags

african american, america, contemporary, ebook, popsugar RC 2021, race, racism, reese's book club, social issues, women

Judul: Such a Fun Age

Penulis: Kiley Reid

Penerbit: Putnam (Kindle edition, 2019)

Halaman: 320p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99, bargain!)

Membaca buku bestseller atau yang sudah menang berbagai penghargaan memang agak sulit, karena kita biasanya sudah terpengaruh bias yang ada. Kita jadi agak memaksakan diri untuk menyukai buku tersebut, meski mungkin dalam hati kita bertanya-tanya mengapa semua orang begitu memuja buku ini, sementara kita tidak merasakan hal yang sama? What is wrong with me? Terutama, kalau buku yang dimaksud mengupas hal-hal penting dan memang memiliki pesan yang relevan.

Itulah sekelumit yang saya rasakan saat membaca Such a Fun Age, buku yang sudah membuat saya penasaran sejak terpilih jadi salah satu bacaan Reese’s Book Club, dan menggondol berbagai jenis penghargaan. Premisnya sangat menarik: Emira Tucker, perempuan kulit hitam berusia pertengahan 20-an, tinggal di Philadelphia dan bekerja paruh waktu sebagai baby sitter keluarga Alix Chamberlain yang berkulit putih. Suatu malam, saat keluarga tersebut mendadak mengalami kejadian tak terduga, Emira diminta untuk sejenak membawa keluar Briar, anak perempuan Alix, ke supermarket dekat rumah mereka, Tapi karena sudah hampir tengah malam, dan Emira -yang baru pulang dari pesta- memakai baju yang tidak seperti babysitter, kehadiran mereka mulai mengundang kasak-kusuk, dan memuncak ketika seorang ibu kulit putih memanggil security untuk memastikan Emira tidak menculik Briar.

Things are escalating quickly setelah kejadian itu – Emira yang panik jadi bersikap defensif, dan ada seorang laki-laki (yang sedang belanja) sibuk merekam kejadian tersebut dengan kameranya. Sementara itu, sang security dan si ibu yang curiga menginterogasi Emira tanpa sebab yang jelas (well, sebabnya jelas bagi mereka – Emira yang berkulit hitam bersama dengan Briar, anak perempuan kulit putih dari keluarga kaya – mengundang kecurigaan besar).

Setelah adegan yang emosional dan sarat akan makna ini, saya bersiap untuk menghadapi perjalanan panjang bersama Emira untuk mencari makna racial equality. Dan memang, berbagai isu terkait rasisme di dunia modern Amerika Serikat banyak dibahas dalam buku ini. Casual racism, prejudice, white fragility, racial fetishism, adalah beberapa hal yang sehari-hari dialami oleh Black people di sana, dan sudah dianggap sebagai makanan sehari-hari. Bagaimana Alix yang bermaksud baik (namun dengan motivasi yang patut dipertanyakan) ingin menolong Emira, namun tanpa benar-benar memahami dari mana Emira berasal dan apa yang dialaminya sehari-hari.

Ada juga Kelley Copeland, cowok kulit putih yang tertarik dengan Emira, namun ternyata masa lalunya menyimpan rahasia yang tidak disangka-sangka.

Buku ini ingin menggambarkan bahwa rasisme bisa terjadi bahkan dari hal paling kecil sekalipun, dari setitik joke tak berdosa atau lirikan spontan yang mengandung prejudice dari alam bawah sadar. Rasisme sudah menyatu dengan diri kita, dan terutama orang-orang kulit hitam (di Amerika) yang selalu menjadi korbannya. Saya mengerti pesan yang ingin disampaikan buku ini, dan menurut saya sangat relevan dengan kenyataan yang ada di Amerika, terutama saat dan setelah masa pemerintahan Donald Trump.

Tapi, menurut saya, buku ini ditulis dengan agak berantakan – banyak sekali momen-momen awkward dan selingan tak penting yang muncul di antara isu-isu penting yang dibahas. Entah karena memang seperti itu gaya menulis Kiley Reid (ini adalah novel debut nya, jadi tidak ada buku lain yang bisa dijadikan perbandingan), atau karena ia ingin kita benar-benar masuk ke dalam dunia Emira sehingga mengedepankan beberapa detail yang terasa kurang perlu? Entahlah, tapi saya merasa agak lelah membaca buku ini, karena gaya penulisannya menurut saya kurang sesuai dengan isu yang ingin disampaikan.

Satu hal lain adalah tidak adanya karakter yang bisa membuat saya simpati. Bahkan Emira pun, dengan segala permasalahannya, membuat saya sebal, karena ia sebenarnya memiliki potensi untuk membuat perubahan dalam hidupnya (teman-temannya yang PoC semuanya memiliki karier dan kehidupan yang lebih memuaskan), tapi memang karakternya tidak ingin berkembang, membuat saya menjadi gemas setengah mati. Dan ending buku ini benar-benar membuat saya memutar bola mata XD

Anyway, ini bukan pertama kalinya saya merasa pandangan saya berbeda dengan pandangan mayoritas pembaca buku. Saya mengalami kesan serupa saat membaca Little Fires Everywhere, dan saya bahkan sempat membahas hal ini dengan detail saat mereview buku Me Before You. It’s ok to feel different, it’s ok to not like what everyone else likes. You don’t need validation for your opinions and feelings of a book 🙂

Rating: 2.5/5

I’d still recommend this book if you’re looking for books about: social issues, racism in America, debut novel with different topic, complicated take on casual racism, Reese’s Book Club pick

Submitted for:

Category: A book about a social justice issue

Queenie by Candice Carty-Williams

18 Monday Jan 2021

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ Leave a comment

Tags

british, contemporary, dysfunctional family, mental health, popsugar RC 2021, racism, women

Judul: Queenie

Penulis: Candice Carty-Williams

Penerbit: Trapeze (Paperback 2020 edition)

Halaman: 387p

Beli di: Periplus (IDR145k)

Queenie bukanlah karakter yang mudah disukai. Itu kesan pertama saya saat membaca buku ini. Sebagai karakter utama sekaligus narator yang juga menjadi judul buku ini, kita diajak melihat kehidupan Queenie secara detail. Namun kadang susah sekali bersimpati padanya, terutama karena keputusan-keputusan buruk yang diambilnya, yang membuat hidupnya tak terkontrol.

Tapi untuk bisa memahami Queenie, kita harus memahami situasinya terlebih dahulu. Dan inilah menurut saya yang menjadi kekuatan utama buku ini. Kita diajak menelusuri latar belakang kehidupan Queenie yang membentuknya menjadi pribadi yang sulit percaya dengan orang lain, selalu berpikiran negatif, self destruct, dan selalu mengambil keputusan yang buruk.

Queenie adalah keturunan imigran dari Jamaica yang bermukim di London. Meski sudah lahir di Inggris, Queenie tetap tidak pernah merasa “belong”, dan selalu mengalami diskriminasi, baik yang terang-terangan ataupun tersembunyi. Banyak orang yang masih menganggapnya warga kelas dua, tidak layak mendapat perlakuan yang sama dengan orang-orang kulit putih, dan bahkan di tempat kerjanya pun Queenie sering dimasukkan kategori “pemenuh kuota”, tanpa dianggap serius oleh bosnya.

Hidup Queenie semakin tak terkendali setelah ia berpisah dengan pacarnya, Tom, dan meyadari kalau ia tidak bisa menghadapi kesendirian. Ia banyak terlibat dengan cowok-cowok hasil bertemu di dating apps, dari mulai yang tidak jelas sampai yang abusive. Queenie seperti membenarkan pendapat semua orang yang menganggap ia tidak layak mendapatkan kebahagiaan, sehingga ia perlahan-lahan menghancurkan hidupnya sendiri.

Buku ini memiliki banyak tema yang ingin diangkat, dari mulai diskriminasi, casual racism, Black Lives Matter, abusive relationship dan sexual harassment, hingga mental health dan bagaimana budaya konvensional masih memandang aneh terapi. Beberapa bagian buku ini terasa cukup real, membuat saya bertanya-tanya apakah memang dialami sendiri oleh sang penulis, tapi ada beberapa bagian yang terasa agak dipaksakan dan hanya menjadi sempalan belaka, misalnya saat Queenie tiba-tiba menjadi woke dan ikut serta marching Black Lives Matter, tapi tidak jelas juga apa siginifikansinya terhadap keseluruhan cerita.

Saya suka beberapa karakter di buku ini, terutama Darcy, teman Queenie yang super naive, serta Diana, sepupu Queenie yang amat gen-Z. Yang juga saya suka adalah penggambaran kehidupan POC di London, yang meski sedikit mirip kondisinya dengan di Amerika, tapi lebih jarang diekspos dan dibahas lebih lanjut. Casual racism lebih banyak terjadi, di mana orang-orang masih denial tentang isu rasisme di negara tersebut.

Sepertinya Queenie sedikit banyak merupakan penggambaran hidup Candice Carty-Williams, setidaknya dari sisi profesi, latar belakang budaya dan usia – jadi saya rasa memang banyak kisah yang diambil dari kejadian nyata yang dialami langsung oleh Carty-Williams. Namun kadang beberapa isu yang dipaksakan tadi agak membuat buku ini kehilangan fokus, dan banyaknya keputusan buruk yang diambil oleh Queenie membuat kita makin sulit relate dengannya, karena – when will enough be enough? Banyak adegan cringey yang membuat saya ingin menskip beberapa halaman saking sebalnya dengan Queenie.

Tapi bagaimanapun, this is a good book, written pretty well even though a bit all over the place, dan yang pasti, memberikan sudut pandang yang cukup segar tentang isu rasisme dan immigrant live di Inggris.

Rating: 3.5/5

Recommended if you want to read about: racism in London, modern relationship, own voice story, British dry humor, disaster dating stories, insight Black culture.

Submitted for:

Category: A book whose title starts with “Q”, “X”, or “Z”

The Hate U Give by Angie Thomas

06 Thursday Sep 2018

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 1 Comment

Tags

african american, america, borrowed, fiction, Gramedia, popsugar RC 2018, race, racism, terjemahan, thought provoking, young adult

Judul: The Hate U Give (Benci yang Kautanam)

Penulis: Angie Thomas

Penerjemah: Barokah Ruziati

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2018)

Halaman: 488p

Borrowed from: Ferina

The Hate U Give Little Infants Fucks Everybody. THUG LIFE.  (Tupac Shakur)

Tupac adalah kebenaran. Itulah yang dipercayai oleh Khalil, dan ia sampaikan pada Starr Carter, sahabatnya dari kecil. Khalil dan Starr tumbuh besar di lingkungan  yang keras di Garden Heights, tempat penduduknya mayoritas berkulit hitam dengan tingkat kemiskinan dan kriminalitas tinggi, dan para gang saling menembak.

Suatu malam, Starr menjadi saksi ketika Khalil ditembak oleh seorang polisi kulit putih saat mereka pulang dari suatu pesta. Padahal Khalil tidak bersenjata. Kejadian ini membuat heboh dan memicu gerakan pro dan kontra, yang bahkan berkembang menjadi kerusuhan.

Berita-berita simpang siur, mulai dari yang menyebut Khalil pengedar narkoba hingga kriminal berbahaya, membuat peristiwa ini semakin menarik perhatian. Hanya Starr-lah yang bisa menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi namun ia terlalu takut untuk mengungkapkannya- bukan saja karena apa yang ia sampaikan bisa menghancurkan lingkungannya, tapi bahkan membuatnya terbunuh.

Starr sendiri beruntung karena orang tuanya menyekolahkannya di sekolah bagus yang terletak di luar Garden Heights, namun keadaan ini juga menimbulkan tantangan lain, di mana Starr harus bisa memisahkan antara kehidupannya di rumah dan di sekolah yang berbeda 180 derajat, termasuk menyembunyikan perannya sebagai saksi kasus Khalil dari teman-teman dan pacarnya di sekolah.

The Hate U Give (THUG) adalah salah satu buku Young Adult fenomenal yang terus dibicarakan di mana-mana sejak terbit setahun yang lalu. Temanya sangat relevan (rasisme, diskriminasi, kekerasan oleh polisi), dan memang ditujukan sebagai pengingat banyaknya tragedi serupa Khalil yang dialami oleh orang kulit berwarna di Amerika Serikat.

Starr adalah sosok yang amat mudah terhubung dengan pembaca- caranya bercerita membuat kita langsung merasa berperan sebagai sahabatnya. Di beberapa bagian (terutama yang berhubungan dengan plot kisah cintanya), memang Starr kadang agak menjengkelkan, tapi lagi-lagi ini mungkin karena opini pribadi saya terhadap kisah romans ala YA 😀

Yang pasti, kekuatan utama cerita ini adalah narasi Starr, yang disampaikan dengan amat baik oleh Angie Thomas, terutama pergumulannya dalam menemukan keseimbangan identitasnya di lingkungan rumah dan sekolah yang amat berbeda.

Jarang ada kisah YA yang mampu menyampaikan tema yang amat relevan (dan real) dengan kuat tanpa terkesan pretensius, dan THUG sukses membawakannya dengan  menyelami kehidupan Starr di Garden Heights. Tak heran buku ini menerima berbagai penghargaan yang sangat layak didapatkan oleh penulisnya.

THUG: The Movie

Saking fenomenalnya, baru setahun setelah dirilis, THUG sudah langsung dibeli haknya untuk diadaptasi menjadi film layar lebar. Rencananya, film ini akan dirilis bulan Oktober 2019 dengan sederet bintang kulit hitam, seperti Amandla Stenberg, Algee Smith, Lamar Johnson, serta Common, dan disutradarai oleh George Tillman Jr. Can’t wait!

Submitted for:

Category: A past Goodreads Choice Awards winner

 

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • Heartless by Marissa Meyer
    Heartless by Marissa Meyer
  • The Secret History
    The Secret History
  • Circe by Madeline Miller
    Circe by Madeline Miller
  • The False Prince by Jennifer A. Nielsen
    The False Prince by Jennifer A. Nielsen

Recent Comments

When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…
The Case of the Pecu… on The Case of the Left-Handed La…
astrid.lim on Lorong Waktu by Edward Pa…
nina on Lorong Waktu by Edward Pa…

Create a free website or blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...