• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2022
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: posbar

[Posbar BBI] Wishlist 2017

04 Wednesday Jan 2017

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ 10 Comments

Tags

2016, 2017, BBI, list, posbar, Posting Bareng BBI 2016, resolution, wishlist

2016-2017

Halooo all πŸ™‚ Balik lagi ke Posbar BBI terakhir di cycle 2016, yang kali ini temanya Wishlist 2017. Berhubung masih nyerempet-nyerempet wishlist, hari ini saya skip dulu Wishful Wednesday nya ya, tapi don’t worry, WW akan balik lagi mulai minggu depan, jadi tetep stay tuned yaaa πŸ˜€

Naaah, ngomongin soal wishlist, apa aja yaa, wishlist saya untuk 2017 ini menyangkut dunia perbukuan dan membaca? Berikut adalah yang kepikiran (sejauh ini, hihi):

Membabat at least 40 buku dariΒ timbunan πŸ˜€
Yea, yea, right. Ini impian setiap penimbun sepertinya, dan entahlah akan berhasil atau enggak. Yang pasti, saya sudah setting target Goodreads Challenge sebanyak 80 buku untuk 2017 ini, dan rasanya masih wajar lah ya kalau separonya adalah dari timbunan saya? Asal jangan langsung membeli buku dengan jumlah dua kali lipat saja, hahaha..

Mempunyai boxset Harry Potter

Nahhh ini dia nihhh yang dari dulu belum kesampaian. Sebagai Potterhead garis keras, saya malu karena belum punya a decent Harry Potter Box Set, baik edisi bahasa Inggris maupun terjemahan. Dari sekian banyak versi, banyak sih yang sudah bikin saya ngiler berat. Tapi ya itu… kepentok budget soalnya XD Mungkin 2017 adalah saat yang tepat untuk membuang segala alasan budget dan… finally get THIS FREAKIN BOXSET.

Membuat lebih banyak giveaway πŸ™‚

Iyaaa… tahun ini Wishful Wednesday agak-agak sering ngilang deh, berkat kesibukan yang suka sok-sok muncul dalam hidup saya XD Tahun 2017 ini semogaa bisa lebih rutin lagi WW nya, ditambah dengan giveaway yang juga lebih sering. Doain aja yaa… πŸ™‚

Lebih banyak membaca sama Yofel

Iya, tahun 2016 kemarin memang sempat membuat beberapa postingan [Reading With Yofel], tapi rasanya kok kurang banyak yaa… Saya kadang suka merasa bersalah juga sih karena lebih senang baca buku sendirian sementara Yofel biarin aja main game atau nonton TV, hahaha… what a bad parenting example XD Semoga tahun ini saya bisa meluangkan waktu lebih banyak lagi dengan Yofel untuk membaca bersama-sama..

Menyelesaikan at least satu challenge

Iya, masih ragu sihhh mau ikutan challenge nggak ya? Last year was so fun because I gotta choose books to read only based on my mood. No restrictions, no deadlines, no regulations… Tapi saya juga gatel untuk kembali mengasah adrenalin saya, reading outside my comfort zone… Karena it’s true, last year was laid back and cozy and all – but.. I missed the excitement as well. So… I decided to still take things lightly this year, but spice it up a bit with an easy challenge. Let’s see what I’d do ya πŸ™‚

Hmmm… sepertinya itulah beberapa wish saya untuk 2017. Sepertinya kok jadi lebih seperti resolusi ya? Hahaha… Mari kita lihat berapa yang benar-benar terkabul sepanjang 2017 ini.

Once again, happy new year, happy 2017, and let’s bring it on!!!

Submitted for:

Banner Posbar 2016

 

 

 

[Posbar BBI] Top Choice 2016

03 Tuesday Jan 2017

Posted by astrid.lim in list

≈ 4 Comments

Tags

2016, best books, list, posbar, Posting Bareng BBI 2016, top choice

2016-2017

Happy new year! Selamat tahun baru, semoga tahun 2017 ini lebih baik dalam segala hal untuk kita semua. Maaf ya, bulan Desember kemarin saya hectic sekali mengejar berbagai deadline sebelum cuti selama akhir tahun, jadilah blog cukup terbengkalai, termasuk postingan Wishful Wednesday yang sempat vakum. Biasanya, saya juga bikin postingan khusus A Year in Books yang rutin saya tulis dari tahun ke tahun, tapi karena kesibukan saya kemarin ini, saya memutuskan untuk menggabungkan rekap tersebut ke postingan ini saja deh πŸ˜€

Tapi… untungnya belum telat untuk ikut posting bareng alias posbar terakhir BBI yang dibagi dalam dua topik: BBI Top Choice 2016 dan BBI Wishlist 2017.

Mariii kita mulai dulu dari topik pertama, Top Choice 2016.

Selama tahun 2016 kemarin, saya sama sekali tidak ikut reading challenge apapun, kecuali Goodreads reading challenge yang hanya menentukan target jumlah buku yang dibaca. Saya memasang target 75 buku, dan syukurlah, tahun 2016 saya berhasil menamatkan 79 buku, sedikit di atas target.

Membaca tanpa harus memenuhi challenge apapun, kecuali ikutan posbar BBI setiap bulan, ternyata membuat saya lebih fresh setelah beberapa tahun berturut-turut selalu memaksakan diri ikut challenge ini-itu, bahkan sempat dua tahun menjadi host Lucky Number 14 & Lucky Number 15 Reading Challenge. Sepertinya saya memang sudah jenuh dengan segala jenis challenge yang justru terasa menghimpit dengan batasan-batasan dan ketentuan-ketentuan.

Ternyata, tahun 2016 kemarin terasa sangat liberating karena saya sama sekali tidak punya target bacaan. Saya membaca tergantung mood saja, kalau lagi pingin yang tegang, saya pilih misteri, kalau lagi pingin santai, saya pilih buku anak, kalau lagi pingin mikir, saya pilih buku pemenang award atau sastra klasik sekalian. Rasanya menenangkan sekaligus santai.

Dan dari segala ke-random-an membaca tanpa plan ini, saya akan share 5 buku terbaik versi saya tahun 2016 ini, bukan saja karena memang bukunya keren, tapi saya membacanya sesuai dengan mood dan keinginan saya – tanpa embel-embel target, tema, topik, genre, ataupun ketentuan lainnya. Here we go!

5. Americanah by Chimamanda Ngozi Adichie

americanah

Saya membaca buku ini selama perjalanan dinas ke Amerika, dalam suasana menghadapi anak-anak Amerika yang nantinya akan datang ke Indonesia di bawah program yang saya kelola. Dan buku Americanah, yang membahas masalah identitas yang menjadi topik krusial di Amerika saat ini, benar-benar menjadi background story yang sempurna selama perjalanan saya tersebut. Saya menghabiskan hampir seluruh perjalanan saya untuk menamatkan buku ini, tapi bukan karena bukunya lambat atau membosankan, tapi karena I was savoring every bit of it.

4. The Day The Crayons Quit by Drew Daywalt

crayons quit

Hilarious, kocak, lucu. Buku ini adalah satu dari sedikit buku yang sempat saya baca dengan Yofel tahun ini. Pas banget momennya memang kita lagi butuh yang seru-seru, hihi.. Salah satu resolusi tahun 2017 adalah lebih banyak membaca bersama Yofel, mudah-mudahan ketemu lagi buku-buku seru semacam serial Crayons ini.

3. A Storm of Swords by George R.R. Martin

a storm of swords

Buku ketiga serial A Song of Ice and Fire ini benar-benar seru bangeeet… dan membuat saya tidak sabar untuk membaca sekuel-sekuelnya (bring it on 2017!). Seperti biasa, membaca serial ini bikin geregetan, stress tapi addictive. Benar-benar sesuai dengan suasana hati saya saat membaca buku ini, yang butuh suntikan adrenalin tinggi πŸ˜€

2. Ready Player One by Ernest Cline

ready player one

Yes, this is one of the best books I’ve read in 2016, and perhaps, ever. Science fiction tapi nggak bikin pusing, young adult tapi nggak menye-menye, menyentuh segala isu masa kini mulai dari teknologi, media sosial, virtual reality, sampai identitas dan segala topik kekinian lainnya, tapi tanpa bernada menggurui. Plus, twist dan misterinya pas banget dengan unsur action dan suspensenya. Pokoknya, keren pake banget.

1. The One and Only Ivan by Katherine Applegate

one and only ivan

Buku Newbery selalu menjadi kelemahan saya, dan benar kaaan… The One and Only Ivan berhasil bikin saya termehek-mehek. Buku ini hadir di saat saya lagi craving baca buku yang sedih menyentuh hati, bittersweet dan tearjerker. Dan voilaaa… buku ini tepat sesuai harapan saya, bahkan exceed my expectation.

Dan itulah, 5 terbaik versi saya. Satu hal yang juga saya catat dari bacaan saya tahun 2016 lalu adalah, saya lumayan banyak membaca buku bertemakan buku, atau books about books, salah satu genre favorit saya. Rata-rata buku dengan genre ini selalu memuaskan sih, dan meski tidak ada yang saya masukkan di list Top Choice di atas, tapi sebenarnya hampir semua buku dari genre ini layak masuk ke daftar tersebut πŸ™‚

Nah… bagaimana dengan tahun 2017? Apa resolusi saya terkait buku dan membaca? Apa wishlist yang sangat saya harap-harapkan di tahun ini? Semuanya akan saya tulis di postingan berikutnya ya, BBI Wishlist 2017. See you there πŸ™‚

Submitted for:

Banner Posbar 2016

 

 

[Posbar BBI] Baca Di Mana Aja

02 Friday Dec 2016

Posted by astrid.lim in my story

≈ 4 Comments

Tags

BBI, my story, posbar, Posting Bareng BBI 2016

Okey. Dari sejarah per-posbar-an sepanjang tahun 2016 ini, bulan November adalah yang paling suliiit buat saya. Kalau sebelum-sebelumnya, baca bareng dengan tema apapun, saya jabanin deh. Malah kalau yang agak aneh, saya suka menganggapnya challenge aja, biar seru.

Tapi bulan ini memang terbukti cukup sulit. Ada dua tantangan yang saya hadapi:

  1. Nyari orang baca buku di tempat umum tuh udah susaaaaah banget. Rata-rata orang biasanya megang HP atau gadget lainnya kalau sedang duduk menunggu di tempat umum. Jadi memang menemukan orang yang baca buku secara random itu cukup sulit di Jakarta. Beda banget tuh sama segala macem Hot Dudes Reading di Instagram yang kayaknya tiap hari nemu aja cowok ganteng lagi baca buku di subway.
  2. Kalaupun sudah ketemu satu orang yang sedang baca buku di tempat umum, biasanya saya cukup jiper untuk nyamperin dan ngajak ngobrol-ngobrol. Selain karena merasa awkward, juga agak takut mengganggu karena saya sendiri sudah pernah merasakan diganggu orang saat baca di tempat umum dan bikin bete XD

Anyway.

Kedua tantangan tadi menyebabkan hasil posbar bulan ini memang kurang maksimal. Saya memang berhasil menangkap dua orang pembaca buku di tempat umum selama bulan ini, tapi pada akhirnya nggak sempat ngobrol-ngobrol dengan mereka, jadi memang kurang keren sih investigasinya, hahaha. Dan karena foto-fotonya saya ambil secara diam-diam ala paparazzi, terpaksa deh wajah-wajah yang bersangkutan saya sembunyikan ya…Daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan XD

posbar-nov1-edit

Korban pertama saya tangkap di airport Adisucipto, Yogyakarta, saat sedang menunggu pesawat kembali ke Jakarta. Kalau kamu sangka mencari orang yang baca buku di ruang tunggu airport yang super besar itu gampang, kamu salah banget! Karena dari ratusan orang yang berjejalan di sana, hampir semua sibuk dengan gadget masing-masing. Sampai akhirnya saya menemukan sesosok perempuan yang asik baca buku, tidak peduli dengan sekitarnya. Saya berusaha mengintip buku yang sedang dibacanya tapi nggak sukses. Yang pasti, bukunya novel berbahasa Inggris. Sampai sekarang, saya cukup nyesel juga kenapa saya nggak menyapa cewek ini. Siapa tau kan, tertarik jadi anggota BBI, ya! πŸ˜€

posbar-nov2-editKorban kedua, lebih random lagi. Saya lagi nungguin ujan brenti sore-sore di depan kantor, dan pas di jendela yang menghadap cafe di lobby, saya menangkap seorang cewek bule sedang ngopi sore sambil baca buku. Bukunya juga nggak jelas apaan karena waktu itu posisi saya di balik jendela cafe XD Ditilik dari ukurannya sih, seperti mass market paperback. (Sotoy)

Anyway, begitulah perjalanan saya mencari para pembaca buku di belantara Jakarta (dan luar Jakarta). Ternyata tidak semudah yang dibayangkan, plus saya mesti lebih banyak latihan deh pokoknya. Salut sama adminnya akun-akun Instagram yang bisa dengan santai menyetop orang sana-sini dan mengobrol ria. Padahal, saya mantan wartawan lho! Tapi sepertinya skill untuk doorstop orang dan menginterview sudah mulai memudar. Hahahaha!

Submitted for:

Banner Posbar 2016

Posbar BBI: Reading Nooks

30 Friday Sep 2016

Posted by astrid.lim in my story

≈ 14 Comments

Tags

BBI, bookish, my story, posbar, Posting Bareng BBI 2016, reading nooks

Bulan September ini, tema Posting Bareng Blogger Buku Indonesia (BBI) adalah tentang “Tempat Baca”. Sebenernya saya kepingin sih posting tentang tempat baca keren-keren di Jakarta, seperti cafe, cafe buku atau tempat nongkrong lain yang serba asyik dan instagramable.

Tapi…. kalau ditanya tempat baca favorit, saya terpaksa harus mengakui kalau saya adalah.. anak rumahan. Iya, saya lebih suka ngadem di rumah untuk baca buku, selonjoran di sofa atau tempat tidur – dibanding pergi ke cafe sambil ngopi-ngopi cantik. Meski terkadang kalau lagi suntuk, saya suka juga sih bawa buku dan nongkrong di cafe ber AC, sambil nyeruput teh dan people watching juga. Tapi ya itu.. baca di cafe biasanya lebih banyak distraksi.. Merhatiin orang lewatlah, atau bolak-balik lihat HP dan foto-foto. Good for my instagram, but not for my reading progress. Apalagi kalau sambil duduk di cafe, badan rasanya lebih cepet pegel dan nggak bisa bebas selonjoran.

Jadi… untuk posbar kali ini, saya mau mengangkat tema home sweet home aja deh, alias reading nook favorit saya di rumah πŸ˜€

nook1Yang pertama adalah sofa di ruang tengah, yang letaknya memang berdekatan dengan rak dan lemari buku saya. Plusnya? Gampang kalau mau nyamperin rak buku untuk milih-milih bacaan atau sekadar mengagumi koleksi sendiri ;p Trus, deket juga sama dapur tempat saya bisa mengambil segala jenis camilan. Dan sofa ini juga lumayan nyamanlaah untuk baca lama-lama.

Minusnya? Saya harus rebutan sama Yofel, yang juga demen menggunakan sofa ini sebagai tempat nongkrongnya πŸ˜€ Lalu, letak sofa ini kurang mojok, jadi masih bisa keganggu orang lalu-lalang.

What I wish I had: armchair yang model wing dengan dudukan kaki ala-ala kursi Ikea yang sepertinya bakal nyaman banget untuk baca buku, dan bisa saya letakkan di bagian pojok ruangan, lebih dekat lagi dengan rak buku dan lebih privat posisinya.

Ikea my love :D

Ikea my love πŸ˜€

Lalu, tempat berikutnya yang jadi favorit saya adalah di teras depan rumah.

nook3

Plusnya: seger pemandangannya, hijau-hijau menyenangkan. Lebih sedap lagi kalau ditemenin minuman dingin kayak es cincau atau coca cola pakai es.

Minusnya: panas! Jadi kalau mau nyaman baca di sini, lebih baik pagi-pagi aja, atau sekalian bawa kipas angin portable buat nemenin baca biar adem πŸ˜€

What I wish I had: A swing porch! Udah cita-cita dari dulu tapi belum kesampean nih.. pasti asik banget buat jadi tempat baca, plus bisa sekalian ngadem juga…

swing-porch

Tapi dari semua tempat, favorit saya adalah… tempat tidur! Yeay πŸ˜€ Iya, saya emang kebo banget dan paling demen baca sambil tiduran. It’s not good for my eyes, sure. Tapi posisi paling enak emang baca sambil tiduran sih XD

nook2Plusnya: nyaman, simpel, praktis. Kalo ngantuk, ya tidur sekalian. Bangun tidur dan masih pingin nyantai, bisa sambil baca. Saya juga punya lampu baca Ikea yang bener-bener terang dan pas banget dipake di tempat tidur. So all’s set for me!

Minusnya: mata cepet rusak pastinyaaa… Dan memang lebih cepet ngantuk, terutama kalau baca buku menjelang tidur.

What I wish I had: Bedside table yang merangkap bookshelf. Praktis banget dan keren buat aksesori kamar pastinyaa πŸ™‚

bookshelf-bedside

Ada yang juga punya reading nook favorit di rumah?

Submitted for:

Banner Posbar 2016

[Posting Bareng BBI] Readcation!

13 Wednesday Jul 2016

Posted by astrid.lim in event, list

≈ 3 Comments

Tags

BBI, list, posbar, Posting Bareng BBI 2016

Halo! Selamat datang bulan Juli πŸ™‚ Bulan yang identik dengan liburan, apalagi karena pas ada libur Hari Raya Idul Fitri, dtambah dengan libur anak sekolah juga. Seru πŸ™‚

Bulan ini tema posting bareng BBI adalah #BBIHoliday, di mana para member sharing dan membuat review buku-buku yang dibaca selama liburan di bulan Juli ini, lengkap dengan latar belakang suasana liburannya sendiri.

Berhubung saya tidak pergi yang jauh-jauh, jadi tema liburan saya lebih seperti staycation yang digabungkan dengan membaca, makanya saya memberi judul postingan ini Readcation.

Berikut daftar buku yang rencananya saya baca dan (mudah-mudahan) review untuk posting bareng bulan ini:

  1. Peter Nimble and His Fantastic Eyes (Jonathan Auxier)
  2. I’ll Give You The Sun (Jandy Nelson)
  3. Book Scavenger (Jennifer Chambliss Bertman)
  4. Istanbul (Orhan Pamuk)
  5. TheΒ BFG (Roald Dahl)

Nantikan update link reviewnya di akhir bulan ini ya πŸ™‚

Submitted for:

Banner Posbar 2016

[Posting Bareng BBI] Balada Bakar Buku

26 Thursday May 2016

Posted by astrid.lim in my story

≈ 16 Comments

Tags

book burning, hari buku nasional, my story, my thoughts, opini, posbar, Posting Bareng BBI 2016

beware of book

Yes, books are dangerous. They should be dangerous – theycontain ideas. – Pete Hautman

Buku identik dengan ide. Dan terkadang (atau seringkali) ide-ide ini membuat pihak-pihak tertentu merasa terancam, takut, dan terpojokkan. Pihak-pihak ini sadar, bahwa buku dapat menjadi senjata yang lebih berbahaya dibandingkan pistol atau bom.

Karena sudah terpojok, kadang pihak-pihak tersebut mulai melakukan segala cara untuk bisa meredam ketakutan mereka akan tersebarnya ide-ide yang dianggap berbahaya. Ide-ide ini bisa berupa kebebasan berekspresi yang dinilai terlalu berlebihan (misalnya penggunaan kata-kata kasar atau adegan seksualitas yang terlalu eksplisit), atau bisa juga berupa ideologi maupun kepercayaan yang dianggap tidak cocok dengan situasi dan kondisi masyarakat di daerah tertentu (paham komunisme atau ateisme bisa masuk ke dalam kategori ini, setidaknya untuk negara kita tercinta).

Dan cara-cara yang ditempuh memang cukup ekstrim, dari mulai melarang peredaran buku di daerahnya, menggolongkan suatu buku ke dalam kategori “banned books” atau buku terlarang, bahkan yang paling ekstrim adalah membakar buku-buku yang dianggap berbahaya, dengan tujuan memusnahkannya sekaligus.

Books Burning

Books burning, atau pembakaran buku, sering juga disebut sebagai librisida, memiliki sejarah yang panjang. Menurut catatan, ritual pembakaran buku bahkan sudah terjadi di jaman Perjanjian Lama Alkitab, saat saat Raja Jehoiakim membakar teks Nabi Yeremia.

Dari masa ke masa, pembakaran buku selalu menjadi bagian dari sejarah, baik di tengah perang yang berkecamuk, pendudukan suatu kelompok di atas kelompok lainnya, atau saat ada paham dan ajaran baru yang diperkenalkan ke dalam masyarakat.

Salah satu puncak ritual pembakaran buku terjadi di era Perang Dunia II, atau saat Nazi berkuasa. Saking parnonya dengan ide-ide yang mengancam kekuasaan mereka, hampir semua buku -kecuali yang officially diakui oleh pemerintahan Hitler saat itu- dibakar habis. Razia buku pun menjadi satu hal yang rutin dilakukan, dan siapapun yang memiliki buku lain di luar buku yang diizinkan saat itu, dianggap nekat atau memang memiliki privilege luar biasa.

Topik pembakaran buku juga cukup sering diangkat ke dalam novel, beberapa yang terkenal dan sudah pernah saya baca misalnya Fahrenheit 451 dan Book Thief. Tema pembakaran buku sangat dekat dengan pembaca, karena pembaca pada umumnya adalah orang-orang yang mencintai buku lebih dari (hampir) apapun, dan bersedia menjadi guardian angel dari buku-buku yang ada di dunia πŸ™‚

_U5B5860March 27, 2013.cr2

salah satu adegan dari film The Book Thief

Indonesia?

Posting Bareng BBI bulan Mei ini mengambil tema Hari Buku Nasional yang jatuh tanggal 17 Mei lalu. Dan menurut saya, topik bakar-membakar buku cukup relevan dengan kondisi dunia perbukuan di Indonesia saat ini, mengingat banyaknya berita mengenai pembakaran buku “aliran kiri” yang akhir-akhir ini marak terjadi, bahkan lembaga edukasi semacam Perpustakaan Nasional sempat membuat kontroversi saat menyatakan kalau mereka juga mendukung pemusnahan buku aliran kiri.

Rupanya, di era setelah reformasi ini, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, masih juga memilih untuk mengambil jalan pintas saat dihadapkan dengan isu yang dianggap bisa mengancam keutuhan negara. Isu yang sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengedukasi generasi muda penerus bangsa tentang salah satu era kelam namun penting dalam sejarah bangsa Indonesia, sayangnya justru langsung diberangus dan dicap sebagai “bahaya laten”.

Apakah memusnahkan buku-buku dan memberangus ide-ide berarti kita sudah melakukan sesuatu yang berjasa bagi anak-anak kita, misalnya dengan menjauhkan mereka dari “bahaya aliran kiri?” Menurut saya sih tidak ya. Karena justru dengan mengedukasi anak-anak kita tentang sejarah bangsalah, maka kita sudah berbuat adil pada mereka. Membakar dan memusnahkan buku malahan merampas hak generasi penerus untuk belajar dan mengerti benar mengenai suatu paham dan ide, dan memutuskan secara sadar mana yang bahaya dan mana yang tidak.

Saya sendiri khawatir kalau anak saya dibesarkan di dalam lingkungan yang menutup aksesnya terhadap ketersediaan informasi apapun, nantinya pemikiran dan ide-idenya justru akan terkungkung begitu saja, bahkan malah membatasi dunianya dengan alasan yang salah.

Burned, But Not Dead

Di masa kini, pembakaran buku seringkali bukan dimaksudkan untuk memusnahkan buku secara keseluruhan, terutama karena teknologi memang mempermudah pembaca untuk mengakses buku dalam banyak bentuk (digital, audio, dan sebagainya). Namun gerakan membakar buku masih terus-menerus dilakukan, lebih sebagai simbol perlawanan dan kebencian terhadap suatu ideologi atau ide tertentu.

Matt Fishburn, dalam bukunya Burning Books, menyatakan bahwa fenomena membakar buku dari masa ke masa sebenarnya lebih sebagai “kontrol”, untuk menegaskan “kekuasaan dan kepercayaan dari suatu rezim”.

Beberapa motif yang juga terkenal untuk pembakaran buku adalah motif religius, yang didasari pada pandangan sempit terhadap suatu kepercayaan tertentu. Yang cukup terkenal misalnya saat Pastor Terry Jones berniat untuk membakar Al Quran saat peringatan peristiwa 9/11 di Amerika.

Namun apakah membakar buku masih efektif untuk menghancurkan berkembangnya ide dan intelektualitas? Apakah membakar buku masih relevan di zaman yang serba terbuka dan penuh ide-ide baru seperti sekarang ini?

Salah satu quote yang saya paling suka datang dari seorang aktivis buku dan pemilik toko buku The Bookshop di Skotlandia, Shaun Bythell:

Anyone who has tried to burn books to wipe out ideologies has always failed. It is a pointless exercise. Ideas exist beyond the book. You are ridiculing the idea that you can destroy ideas by burning books. You can’t.

Jadi – buat apa membakar buku? Karena ide-ide di kepala manusia tidak semudah itu untuk dibakar. Dan yang pasti, jangan biarkan praktek pembakaran buku -seheboh apapun itu- mempengaruhi cara kita memandang suatu ide, dan meneruskannya kepada anak-cucu kita.

Selamat hari buku nasional!

“A word to the unwise.
Torch every book.
Char every page.
Burn every word to ash.
Ideas are incombustible.
And therein lies your real fear.”
― Ellen Hopkins

Tulisan ini adalah opini pribadi yang dilengkapi dengan keterangan dari berbagai sumber.

Submiited for:

Banner Posbar 2016

[Posting Bareng BBI] A Little Life by Hanya Yanagihara

31 Thursday Mar 2016

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 16 Comments

Tags

BBI, drama, english, fiction, literature, man booker, new york, posbar, Posting Bareng BBI 2016

a little lifeJudul: A Little Life

Penulis: Hanya Yanagihara

Penerbit: First Anchor Books Edition (2016)

Halaman: 814p

Beli di: Periplus (IDR 158k)

Bulan Maret ini, acara Posting Bareng BBI yang digagas Divisi Event emang seru banget, karena kita diajak untuk ngetweet proses membaca buku pilihan kita selama bulan ini, dan mereviewnya bersama-sama di tanggal 31 Maret.

Saya memilih buku A Little Life (Hanya Yanagihara), yang memang sudah membuat saya cukup penasaran akibat ratingnya yang luar biasa tinggi di Goodreads (di atas 4 bintang!), dan juga berbagai penghargaan dan nominasi yang disabetnya. Saya membeli buku ini dengan penuh perjuangan (karena ada system error saat pembayaran) di Periplus online, ketika ada diskon yang lumayan banget di sana.

Dan inilah sekelumit tweet saya di @pippopu yang diikutkan dalam #BBILagiBaca:

twit1

twit2twit3

 

 

 

 

 

 

 

 

twit4

twit5twit6

 

 

 

 

 

 

 

 

twit7

twit8

 

 

 

 

 

 

 

 

Maafkan picturenya yang berantakan, karena saya nggak berhasil embed chirpstory maupun storify ke wordpress XD

A Little Life bercerita tentang hubungan antara empat sahabat yang dipertemukan saat mereka berbagi tempat tinggal ketika kuliah di sebuah universitas di daerah Boston. Persahabatan tersebut terus berlanjut setelah mereka lulus dan bertemu kembali di kota New York, menapaki jalan menuju masa depan yang tampak agak suram dan tak pasti.

Willem, yang paling ganteng di antara mereka, bercita-cita menjadi aktor dan terus berusaha mencari celah supaya bisa tampil di panggung Broadway, meski harus sambil bekerja menjadi pelayan restoran.

Malcolm, yang lahir dari keluarga kaya kulit hitam New York, bermimpi menjadi arsitek sukses, sekalipun tampaknya apa yang ia lakukan tidak pernah berhasil membanggakan ayahnya.

JB, artis berbakat yang paling cuek, ceplas ceplos dan apa adanya di antara keempat sahabat ini, bertekad akan menjadi pelukis yang paling dibicarakan di abad ini.

Dan Jude, yang vulnerable, yang paling introvert, yang memiliki masa lalu misterius- berusaha bertahan hidup di tengah luka-luka hatinya, mencari keamanan di antara para sahabatnya- dan tidak berniat sedikitpun membuka diri di depan mereka.

Awalnya, A Little Life tampak seperti kisah coming of age yang innocent, yang akan penuh dengan pelajaran hidup penuh warna di tengah semaraknya kota New York. Namun kesan tersebut langsung pupus setelah kita diajak masuk ke dalam hidup Jude.

Jude memang menjadi sentral cerita di buku ini, yang kehadirannya membentuk keseluruhan kisah perjalanan keempat sahabat tersebut. Meski awalnya kita diberi kesempatan untuk mengenal keempatnya dengan porsi yang cukup seimbang, tidak terlalu lama sampai saya menyadari kalau fokus cerita akan jatuh pada Jude dan Willem.

Sayang memang karena sebenarnya saya lebih suka dengan karakter Malcolm dan JB yang menurut saya justru lebih asyik untuk dieksplorasi ketimbang Jude dan Willem yang sebenarnya agak tipikal.

Satu hal yang membuat saya agak susah relate dengan buku ini adalah konsep waktu-nya yang terlalu fluid. Hanya Yanagihara tidak menyebutkan periode tertentu sebagai setting bukunya, sehingga agak susah membayangkan dengan akurat suasana yang terjadi saat itu. Meski banyak adegan yang mencerminkan era 80an, namun kontradiksi pemakaian handphone dan alat teknologi lainnya membuat aura vintage tersebut terasa kurang pas. Belum lagi format kisah yang maju-mundur dengan terlalu fluid tanpa ada batasan jelas antara masa lalu, masa kini, atau masa yang baru saja lewat, membuat saya kurang bisa menikmati cerita secara keseluruhan akibat sering diajak melompat-lompat saat dengan khusyuk merenungi satu momen tertentu.

Yang juga terasa kurang sreg bagi saya adalah believability para karakternya. Yes, mereka sangat mudah untuk diselami, karakter masing-masing pun digambarkan sangat kuat. Yang cuek, yang introvert, yang sosial, yang ramah, dan lain sebagainya. Tapi bahwa keempatnya digambarkan memiliki kesuksesan luar biasa- baik sebagai artis, aktor, arsitek maupun pengacara- kok kayaknya terlalu mengada-ngada. Terlalu tidak mungkin untuk terjadi di dunia nyata. Apalagi kerap diiringi dengan acara liburan ke Eropa, Asia sampai Afrika.

Yang paling tidak masuk akal menurut saya adalah Willem. Yang digambarkan sebagai aktor super terkenal sekelas Leonardo DiCaprio, namun tidak pernah ada paparazzi β€Žmengikutinya, seaneh apapun hal yang sedang ia lakukan saat itu.

Lalu, saya juga kurang suka dengan bagaimana Jude digambarkan di sini. Ya, dia memang korban sexual abuse dan ya, dia memiliki luka batin yang luar biasa parah. Tapi masa sih dari sekian banyak sahabat dan orang-orang yang peduli padanya (termasuk dokternya sendiri) tidak ada yang mau mengakui bahwa ia memiliki kelainan mental yang perlu ditangani? Plus, Jude sendiri buat saya tak lebih dari karakter yang kerap disebut sebagai Mary Sue- meski ia adalah seorang laki-laki.

Lantas, setelah berkeluh kesah panjang lebar, kenapa saya masih memberikan bintang 4 untuk buku ini? *garukgarukkepala*

Well, yang pasti karena persistensi Hanya Yanagihara yang menurut saya patut diacungi jempol. Ia bertekad akan membahas isu-isu penting seperti sexual abuse, child abuse, discrimination, sexual orientation fluidity, sampai mental illness- dan ia benar-benar membahasnya, bahkan kadang terasa sampai sesak napas membacanya. Dan menurut saya, kekonsistenannya itu yang layak dihadiahi sebagai finalis National Book Award maupun Man Booker Prize.

Ditambah lagi, Hanya memang piawai memadukan setting- terutama kota New York yang sudah seperti halaman bermainnya sendiri. Dan menurut saya, ini saja sudah layak disemati sebuah bintang πŸ™‚

Apapun kekecewaan saya terhadap buku ini, saya tetap berpendapat kalau buku ini memang buku yang penting untuk dibaca. Memang tragis, vulgar, dan kadang terlalu pretensius. Tapi memang dunia seperti itu jugalah yang kita tinggali saat ini.

Submitted for:

Banner Posbar 2016

 

[Posting Bareng BBI] : Ode to the Misfits

15 Monday Feb 2016

Posted by astrid.lim in event, list, my story

≈ 6 Comments

Tags

BBI, couple, event, list, my story, posbar, Posting Bareng BBI 2016, romance

Banner Posbar 2016

Bulan Februari -katanya sih- identik dengan cinta-cinta. Makanya tema posting bareng BBI bulan ini pun nggak jauh-jauh dari romance, valentine, dan segala jenis topik percintaan πŸ˜€

Meski buat saya pribadi, masa-masa romantis dalam hidup saya sudah agak lewat (memang dari dulu bukan tipe hopeless romantic sih…) – tapi iseng-iseng ikutan aja deh posting bareng ini (biar dapet poin, hihi).

Jadi, saya kepingin membahas tentang pasangan-pasangan di dalam novel yang sebenarnya masuk kategori misfits – entah karena mereka dianggap sebagai outsider, freak, orang aneh, tidak diterima oleh masyakarat, tidak disetujui oleh keluarga, atau karena yang satu harus berkorban menerima pasangannya yang lain dari yang lain.

Berhubung saya jarang baca buku romans, jadi kebanyakan referensi saya malah buku non-romance. Tapi nggak apa-apa ya? Yang penting kan semangat percintaannya πŸ˜€

Clare & Henry -The Time Traveler’s Wife (Audrey Niffenegger)

Saya sukaaa banget buku ini. Mungkin ini adalah buku romans paling favorit untuk saya. Henry dikaruniai kemampuan (yang sekaligus menjadi kutukan) untuk bisa ber-time traveling. Sayangnya, Henry tidak bisa mengontrol kapan ia mau ke mana, jadi ya pasrah saja. Namun ia sudah tahu dari awal kalau Clare adalah jodohnya. Clare sendiri bertemu Henry saat ia masih kecil. Dari pertemuan itu juga Clare tahu kalau Henry adalah suami masa depannya. Nahhh… dari sini mulailah cerita bergulir maju-mundur, melukiskan perjalanan kisah cinta Clare-Henry yang super complicated. Tapi saya salut sama Clare karena dia bisa mengerti “kelainan” Henry dan menerima kondisinya apa adanya, bahkan meski ia tahu akan ada akhir yang tragis dari kisah cinta mereka. Siap-siapin tisu deh kalau membaca buku ini!

Hazel & Augustus – The Fault in Our Stars (John Green)

Bukan buku favorit saya, dan bukan pasangan favorit saya juga sebenarnya, karena menurut saya mereka agak terlalu pretensius untuk anak-anak usia belasan tahun XD Tapi it’s true, kisah cinta mereka sangat menggugah hati, karena mereka berdua adalah penderita kanker yang tidak tahu kapan waktu mereka akan berakhir di dunia ini. Jadi, mereka berusaha untuk make the most of what they have, yang artinya: pergi ke Amsterdam untuk mencari tahu tentang penulis favorit Hazel yang sudah membuatnya penasaran karena ending novelnya yang menggantung. Hehe πŸ™‚

Tonks & Lupin -Harry Potter Series (JK Rowling)

Yak, ini pasangan favorit saya di serial Harry Potter. Kenapa? Karena Tonks -against all odds- tetap ngotot untuk bersama-sama dengan Lupin, meski dia sudah tahu (dan diperingatkan berkali-kali oleh Lupin) tentang “keistimewaan” Lupin yang bisa berubah menjadi manusia serigala. Kalau kata saya sih, Tonks memang suka mengambil resiko. Makanya saya sedih banget di akhir buku ini ketika….. 😦

Golem & Jinni – The Golem and The Jinni (Helene Wecker)

Ini salah satu buku favorit yang belum sempat saya review. Mudah-mudahan sempat dalam waktu dekat. Anyway, saya suka hubungan platonik (sebenarnya lebih ke persahabatan sih, tapi kayaknya sih ya, di buku kedua nanti akan ada kelanjutannya hehe) antara Golem dan Jinni, makhluk bukan manusia yang sama-sama terdampar di kota New York dan berusaha untuk memahami arti mereka hidup di dunia. Golem adalah perempuan yang dingin, berasal dari lempung; sementara Jinni adalah jin laki-laki yang selalu berapi-api. Kedua karakteristik yang saling berlawanan ini awalnya membuat mereka saling menghindari satu sama lain, tapi lama kelamaan menciptakan ikatan hangat yang menyenangkan πŸ™‚

Will Grayson & Tiny Cooper – Will Grayson, Will Grayson (John Green & David Levithan)

Pasangan gay ini memang memiliki karakter yang sangat bertolak belakang, dan dua-duanya bisa dianggap tidak belong di lingkungan mereka masing-masing. Tiny Cooper yang super outgoing, berbadan sangat besar dan cinta teater, dan Will Grayson yang super gloomy, dark, dan negative thinking. Dan meski sampai akhir hubungan mereka memang tidak jelas, saya tetap rooting sama mereka berdua πŸ˜€

 

Sebenarnya saya ingin memasukkan juga karakter di buku yang sedang saya baca saat ini, The Museum of Extraordinary Things, karena Coralie dan Eddie sama-sama merupakan outcasts di lingkungan mereka. Coralie si gadis duyung dan Eddie si orang buangan, pas banget melambangkan pasangan misfits seperti yang sudah saya bahas di postingan ini. Tapi karena saya belum selesai baca bukunya, mungkin akan saya bahas di review saya saja nanti ya πŸ™‚

 

 

 

The Winter People by Jennifer McMahon- and the Santa’s Revealed!

30 Saturday Jan 2016

Posted by astrid.lim in adult, event, fiction

≈ 30 Comments

Tags

2016, BBI, event, fiction, horror, posbar, qanita, secret santa, suspense/thriller, terjemahan

winter peopleJudul: The Winter People

Penulis: Jennifer McMahon

Penerbit: Qanita (2015)

Penerjemah: Angelic Zai-zai

Halaman: 448p

Gift from: Secret Santa!

Ruthie selalu membenci West Hall, kota kecil tempat tinggalnya di Vermont. Ia juga membenci kondisi rumahnya: hidup terpencil dan pas-pasan, dengan ibunya yang harus bekerja keras setelah ayahnya meninggal dunia.

Ditambah lagi, banyak kengerian terjadi di West Hall sejak jaman dahulu. Entah hanya legenda atau memang ada sesuatu yang menyeramkan berkeliaran di sekitar West Hall, terutama di Devil’s Hand, hutan angker yang terletak di belakang rumah Ruthie. Yang jelas, memang banyak orang menghilang atau meninggal secara misterius selama puluhan tahun di daerah itu.

Suatu malam setelah tahun baru, kengerian tersebut juga menimpa Ruthie, saat ibunya tiba-tiba menghilang begitu saja, tanpa jejak, meninggalkan Ruthie berdua dengan Fawn, adik perempuannya yang masih kecil.

Ketika sedang mencari-cari petunjuk, Ruthie menemukan sebuah buku harian tua yang ditulis oleh Sara Harrison Shea, penduduk West Hall yang meninggal secara tragis di tahun 1900-an. Ruthie menyadari dengan ngeri kalau kisah Sara ternyata masih berkaitan dengan keluarga dan masa lalunya, dan bahkan mungkin merupakan cara satu-satunya untuk menemukan ibunya. Meski itu berarti ia harus berhadapan dengan kengerian yang sudah menghantui West Hall selama bertahun-tahun!

Awalnya, saya kaget setengah mati saat sadar kalau buku The Winter People ini adalah separo thriller dan separo kisah hantu-hantuan. Saya pikir buku ini masuk ke ranah thriller misteri pembunuhan yang memang menjadi salah satu favorit saya. Tapi ternyata, saya malah dihadapkan dengan kisah horror yang biasanya selalu saya hindari!

Ya, mau bagaimana lagi. Buku ini dihadiahkan oleh Santa dan saya harus menyelesaikannya, meski diiringi rasa takut yang mencekam saya terutama saat membacanya di malam hari.

Namun lama kelamaan saya malah menikmati kisah kelam yang ditawarkan The Winter People. Penuturan yang rapi adalah salah satu daya tarik utama buku ini. Jennifer McMahon dengan lihai berpindah-pindah narasi, dari mulai kisah Sara di masa lalu, sampai kisah Ruthie di masa kini, yang semuanya sama menegangkannya. Dilengkapi dengan setting kota kecil yang suram di tengah musim dingin- lengkaplah sudah!

Memang ada beberapa bagian, terutama yang menyangkut hantu-hantu, yang membuat saya agak sebal. Tapi sebenarnya kisahnya sendiri masih terasa pas dengan misteri pembunuhan dan tragedi di kota kecil West Hall. Yang pasti, buku ini cukup menguji nyali saya yang termasuk penakut, dan bahkan berhasil membuat saya menyematkan 4 bintang di akhir kisah.

Terjemahan Angelic Zai Zai juga cukup baik, awalnya saya agak khawatir kenikmatan saya membaca terganggu dengan hasil terjemahan, apalagi sejak dulu sebenarnya saya sudah memasukkan Winter People versi bahasa Inggris di daftar wishlist saya. Tapi ternyata terjemahannya memuaskan, pas, dan tidak menghilangkan unsur tegang yang bertebaran di sepanjang cerita. Very recommended!

 

secret santa 2015

Who’s My Santa?

Dan sekarang, tibalah waktu yang ditunggu-tunggu untuk menebak identitas sang Santa. Sebelumnya, mari kita telaah kembali petunjuk riddle yang sudah diberikan Santa saya ya:

β€œPilih di antara N atau M

Di mana hewan menggonggong menyerukan suara maut

Menyebabkan tiga babak cerita menyedihkan

Bergema nyaring dalam rumah

Tak perlu mencari dalam barisan iklan koran

Karena sajak anak2 yang terkenal itu akan mengakhiri semuanya”

Setelah konsultasi dengan Papa Poirot, saya mendapat bisikan kalau setiap kalimat di riddle tersebut mewakili judul buku Agatha Christie dalam edisi terjemahannya. Dan inilah hasil analisis saya:

Pilih di antara N atau M : Ini bisa huruf N atau M, pending decision.

Di mana hewan menggonggong menyerukan suara maut: Anjing Kematian

Menyebabkan tiga babak cerita menyedihkan : Tragedi Tiga Babak

Bergema nyaring dalam rumah : Rumah Gema

Tak perlu mencari dalam barisan iklan koran : Iklan Pembunuhan

Karena sajak anak2 yang terkenal itu akan mengakhiri semuanya : Sepuluh Anak Negro

Naaahhh… setelah semua judul tersusun, mari kita telaah huruf pertama masing-masing judul: N/M-A-T-R-I-S. Karena tidak ada anggota BBI bernama Natris, maka saya menyimpulkan kalau identitas Santa saya adalah…. MATRIS!

Untuk meyakinkan diri, saya membaca ulang juga kartu Natal yang dikirimkan si Santa. Ternyata di sela ucapannya, ada kalimat ini:

“Maafkan jika kadonya terlambat soalnya harus menempuh perjalanan panjang”

Hmmmm… guess what? Matris memang tinggal nun jauh di sana, di Papua! Naaah kurang jauh apa lagi coba? πŸ˜€

Semoga saja tebakan saya benar ya, kalau nggak rasanya saya harus pensiun sebagai murid Papa Poirot πŸ˜€

Tapi kalaupun salah, saya mohon maaf sama Santa saya, dan mengucapkan selamat karena berhasil mengecoh saya melalui riddle Agatha Christie XD

Dan siapapun kamu, Santa saya yang super baik hati, terima kasih sebesar-besarnya karena sudah meramaikan Natal saya πŸ™‚ See you in real life, I hope!

Submitted for:

Banner Posbar 2016

Anak-Anak Liar by Enid Blyton

08 Tuesday Sep 2015

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 6 Comments

Tags

BBI, british, children, classic, Gramedia, posbar, review15, terjemahan

anak-anak-liarJudul: Anak-Anak Liar

Penulis: Enid Blyton

Penerjemah: Indri Hidayat

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (1991, cetakan ketiga)

Halaman: 235p

Beli di: Toko Gunung Agung Bandung (IDR 3500!!!)

Anak-anak keluarga Carlton: John, Margery dan Annette, selalu rapi, sopan, rajin dan penurut, akibat didikan ibu mereka yang disiplin dan agak snobbish; meski ayah mereka kerap merindukan anak-anak yang lebih seru dan berani.

Suatu hari, mereka kedatangan tetangga baru di sebelah rumah, keluarga Taggerty dengan anak-anak mereka: Pat, Maureen, dan Biddy, yang 180 derajat berbeda dengan mereka. Anak-anak Taggerty selalu kelihatan liar, kasar, nakal, namun seru. Permainan mereka selalu melibatkan teriakan, berkejaran, memanjat pohon, dan perkelahian.

Awalnya kedua keluarga ini selalu terlibat perselisihan dan masing-masing menganggap keluarga lainnya tidak menyenangkan dan tidak layak untuk dijadikan teman. Namun perlahan, berbagai kejadian mulai mendekatkan mereka, dan bahkan mereka mulai saling memengaruhi dengan cara-cara yang positif. Kemanjaan anak-anak Carlton mulai digantikan keberanian, sementara anak-anak Taggerty juga belajar tentang sopan santun dari kawan-kawan mereka.

Suatu kejadian besar benar-benar mengubah kehidupan kedua keluarga ini, dan menguji persahabatan yang baru saja terjalin.

Anak-anak Liar, atau The Dreadful Children dalam judul aslinya, merupakan salah satu buku yang termasuk dalam serial Family karangan Enid Blyton. Judul lain yang mungkin familiar misalnya Rumah Beratap Merah atau Rumah Di Ujung Jalan. Semuanya pernah diterjemahkan oleh Gramedia, meski belum ada versi baru yang dicetak ulang. Oya, buku ini asli koleksi saya dari masa kecil, lihat saja harganya yang masih IDR 3,500! Miris ya, membayangkan ada masa-masa 3000 perak bisa mendapatkan sebuah buku keren.

Saya sebenarnya suka kisah-kisah keluarga karangan Blyton, karena nuansa Inggris jadulnya benar-benar terasa. Lihat saja di buku ini, ada acara minum teh setiap sore, dengan kue-kue manis yang enak-enak. Lalu Ibu Carlton yang snob banget, tidak mengizinkan anak-anaknya bermain dengan tetangga yang dianggap “tidak berpendidikan”. Inggris banget kan? πŸ˜€

Tapi meski saya masih tetap suka buku ini, ada satu hal yang baru saya sadari ketika membaca ulang buku ini di usia saya yang sudah ibu-ibu. Ternyata buku ini lumayan preachy, alias mengkhotbahi pembaca tentang agama. Bahkan ada kata-kata “kafir” yang ditujukan pada anak-anak Taggerty yang tidak pernah berdoa atau ke gereja.

Lucu ya. Saya kok nggak ingat dulu buku ini penuh dengan khotbah tentang Kristen πŸ˜€ Tapi dipikir-pikir, jaman dulu, lumayan cuek juga Gramedia menerjemahkan yang berbau-bau doktrin religi begitu XD

Secara isi sih, saya tetap suka buku ini. Dan jadi kepingin baca ulang buku-buku tema keluarga karangan Enid Blyton yang lainnya πŸ™‚

Submitted for:

Baca Bareng Juli, Tema Anak Nakal (iyaaa telat banget emang, blame it to my crazy schedule lately!)

Baca Bareng Juli, Tema Anak Nakal (iyaaa telat banget emang, blame it to my crazy schedule lately!)

 

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Lima Sekawan - The Series
    Lima Sekawan - The Series
  • Lethal White by Robert Galbraith
    Lethal White by Robert Galbraith
  • Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
    Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
  • The House in the Cerulean Sea by T.J. Klune
    The House in the Cerulean Sea by T.J. Klune
  • Abarat 2: Days of Magic, Nights of War by Clive Barker
    Abarat 2: Days of Magic, Nights of War by Clive Barker

Recent Comments

When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…
The Case of the Pecu… on The Case of the Left-Handed La…
astrid.lim on Lorong Waktu by Edward Pa…
nina on Lorong Waktu by Edward Pa…

Create a free website or blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...