Tags
camp, LGBT, popsugar summer RC 2020, romance, summer, vacation, young adult
Judul: Camp
Penulis: L.C. Rosen
Penerbit: Little, Brown Books (Kindle Edition, 2020)
Halaman: 384p
Beli di: Amazon.com (USD 7.99)
Camp mungkin adalah salah satu buku paling “Gen-Z” yang pernah saya baca. Seluruh isi ini seolah ingin meneriakkan identitasnya sebagai buku yang sarat dengan isu-isu kekinian yang dianggap penting oleh generasi sekarang.
Isu identitas, gender, equality, diversity, inclusion, dan sejenisnya, dikupas habis di sini, dengan latar belakang summer camp khusus untuk anak-anak queer.
Randy merupakan pengunjung tetap camp ini sejak ia berusia 12 tahun (dan sudah coming out di hadapan orang tua yang sangat suportif)- namun tahun ini ia mengubah total identitasnya, dari mulai penampilannya (yang sekarang lebih maskulin dan berotot), namanya (dia minta dipanggil Del), dan bahkan aktivitasnya (Randy adalah anak teater sejati, sedangkan Del lebih “tertarik” dengan aktivitas sporty).
Alasan Randy alias Del bertransformasi total adalah karena ia ingin merebut perhatian Hudson, cowok super ganteng yang sudah menjadi gebetannya di camp sejak dulu, namun tidak pernah menaruh perhatian padanya. Randy bertekad ingin menaklukkan Hudson yang terkenal sebagai cowok playboy, dan membuat Hudson ingin menjalin hubungan serius dengannya.
Namun – apakah segala perubahan dan transformasi ini worth it? Apa gunanya bila ia berhasil menggaet Hudson, tapi yang disukai Hudson adalah Del, sosok alter ego Randy yang bahkan amat sangat berbeda dengan sosoknya yang asli?
Camp merupakan buku coming of age bertema LGBT yang sangat sweet – selain unsur romance yang pas (tidak terlalu menye-menye tapi tetap manis), karakter-karakter yang meyakinkan (semuanya terasa seperti teman sendiri), Camp juga membuat saya aware dengan kompleksitas isu LGBTQ. Dari mulai perbedaan identitas masing-masing orang (ada panseksual, demiseksual, non binary, dan banyak lagi), serta masalah yang mereka hadapi dalam mengekspresikan identitas tersebut ke dunia luar.
Bahkan Hudson yang kelihatannya adalah just another jock boy (although he’s gay), ternyata menyimpan banyak isu yang rumit, seperti pandangan ayahnya yang seolah menerima identitasnya sebagai gay, asalkan ia bisa menjadi gay yang maskulin (so – there’s no theatre, musical, drag queen, glitters, etc). Dan kompleksitas ini terasa real, karena karakter-karakter yang ada juga terasa sangat real.
Meski saya sering merasa agak terlalu tua membaca buku yang amat kental isu kekiniannya ini, saya merasa bersyukur juga bisa menemukan buku seperti ini, yang membuka wawasan saya lebih lagi, terutama catching up dengan generasi sekarang yang kadang terasa melaju terlalu cepat.
Oiya, ada beberapa adegan seksual yang cukup eksplisit di sini, meski menurut saya porsinya masih cukup pas karena berkaitan erat dengan jalan ceritanya, tapi mungkin memang perlu ada batasan umur yang jelas dan ke-mature-an dari pembaca untuk bisa mengerti isi buku ini 🙂
Submitted for: