• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2022
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: poirot

Midsummer Mysteries by Agatha Christie

16 Tuesday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, british, classic, english, fiction, poirot, read christie 2021, short stories, summer

Judul: Midsummer Mysteries

Penulis: Agatha Christie

Penerbit: HarperCollins Publisher (2021)

Halaman: 255p

Beli di: Waterstones.com (£ 14.99)

First of all – the cover art of this edition is gorgeous!!! Dari mulai pemilihan font yang playful, kombinasi warna kuning dan biru cerah yang berkesan amat summery, sampai desain endpapers nya, semua terasa pas dan menjadikan buku ini amat collectible.

Dan memang, ke-12 kisah berlatar belakang musim panas dalam buku ini sudah pernah diterbitkan di buku atau kumpulan cerpen Agatha Christie sebelumnya, sehingga tujuan utama saya membeli buku ini (selain ikut dalam #ReadChristie2021 edisi bulan Agustus) memang untuk mengoleksinya. Kebetulan, saya juga membeli Midwinter Murders dengan edisi cover yang sama.

Midsummer Mysteries, sesuai dengan judulnya, dikurasi berdasarkan musim yang melatarbelakangi cerita, yaitu musim panas. Dan memang, aura kisah-kisah dalam buku ini kebanyakan lebih ringan dan ceria dibandingkan karya Christie pada umumnya. Pemilihan kisahnya sendiri cukup bervariasi, ada yang menampilkan Poirot, Miss Marple, Parker Pyne, Tommy dan Tuppence, bahkan Mr. Quin yang jarang-jarang muncul.

Beberapa favorit saya termasuk “Jane in Search of a Job”, yang ringan dan berbau petualangan, tentang seorang gadis yang ditawarkan pekerjaan unik, namun ternyata memiliki konsekuensi yang sinister. Lalu ada juga Rajah’s Emerald, mungkin merupakan salah satu kisah paling kocak yang pernah ditulis Christie, tentang seorang pemuda bernama James Bond (really!) yang menemukan permata curian saat sedang berlibur di pantai.

Tidak semua kisah dalam buku ini berbau petualangan seru dengan bumbu romans, karena ada beberapa cerita yang lebih gelap, sangat kontras dengan latar belakang musim panas yang biasanya ceria. “The Idol House of Astarte” diambil dari kumpulan kisah The Thirteen Problems yang menampilkan Miss Marple, bercerita tentang pembunuhan yang terjadi saat malam musim panas yang dihantui oleh legenda superstitions setempat. Lalu ada juga “The Incredible Theft”, di mana Poirot menangani sebuah kasus yang amat kental muatan politiknya, dan tema mata-mata serta pengkhianatan menjadi bumbu utamanya.

Secara keseluruhan, meski ke-12 kisah dalam buku ini tidak bisa dibilang karya kelas A Agatha Christie, namun nuansanya sangat pas dengan tema Midsummer Mystery. Saya merekomendasikannya untuk pembaca yang ingin membaca karya-karya underrated Christie, atau yang ingin bersantai ditemani segelas air jeruk dingin.

Rating: 4/5

Recommended if you want to read: summery stories, light mysteries, underrated Agatha’s with various detectives

Submitted for:

August: A Story Set by the Seaside

Lord Edgware Dies by Agatha Christie

21 Wednesday Apr 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, british, classic, mystery, poirot, read christie 2021, rereading, twist, whodunnit

Judul: Lord Edgware Dies

Penulis: Agatha Christie

Penerbit: HarperCollins (2016, first published in 1933)

Halaman: 280p

Beli di: Kinokuniya Tokopedia (IDR 137k)

Jane Wilkinson sering mengutarakan keinginannya untuk membunuh suaminya, Lord Edgware, yang dia anggap menghalangi keinginannya untuk menikah dengan sang pujaan hati, Duke of Merton.

Suatu malam, Jane kembali berokar-koar tentang hal ini, kali ini di hadapan Poirot dan Hastings yang ia undang makan malam setelah menghadiri pertunjukan teater Carlotta Adams, bintang muda berbakat yang sangat mahir menirukan berbagai karakter, termasuk Jane sendiri.

Jane, yang adalah seorang aktris, dianggap Poirot hanya membual saja, sesuai dengan sifatnya yang melodramatis dan memang egoistis. Namun alangkah terkejutnya Poirot dan Hastings ketika tidak lama setelah pesta makan malam tersebut, Japp mendatangi mereka untuk meminta bantuan memecahkan kasus pembunuhan Lord Edgware! Yang lebih menakjubkan, saksi mata berani bersumpah kalau Jane Wilkinson lah yang terakhir melihat Lord Edgware dalam keadaan hidup, dan ia yang memiliki motif, bahkan menggembar-gemborkan ke semua orang kalau ia akan membunuh suaminya.

Namun- alibi Jane juga sangat solid, karena saat Lord Edgware terbunuh, Jane sedang duduk di antara belasan orang lain di sebuah pesta makan malam di rumah bangsawan terkenal, Sir Montagu. Siapa sebenarnya yang membunuh Lord Edgware?

Saya membaca ulang buku ini dalam rangka mengikuti #ReadChristie2021. Dan ternyata saya cukup menikmati kisah ini, karena sudah agak lama saya tidak membaca buku Agatha Christie yang dinarasikan oleh Kapten Hastings. Meski agak lamban, namun Hastings yang lucu selalu menambah kekocakan penyelidikan Poirot. Saya suka bantering antar Poirot dan Hastings, dan meski Hastings seringkali sebal dengan kecongkakan Poirot, pada akhirnya kekagumannya terhadap Poirot dan rasa sayang Poirot terhadap Hastings selalu menyelamatkan persahabatan mereka.

Saya juga suka dengan runutan penyelidikan Poirot di sini. Penuturan kisah Lord Edgware termasuk klasik Christie, di mana kita diajak mengikuti jalan pikiran Poirot yang kadang ajaib, pertanyaan-pertanyaan aneh dan tak masuk akal yang menurutnya merupakan bagian penting dari puzzle (dan selalu membuat Hastings bingung), serta interview dengan berbagai saksi dan tersangka yang selalu menyimpan clue di sana-sini, baik yang memang asli maupun hanya red herring.

And speaking about red herring, banyak sekali bertebaran di buku ini, meski tentu kita tidak menyadari bahwa petunjuk-petunjuk tersebut ternyata hanya pengalih perhatian semata. Sehingga twistnya pun, yang dirancang sedemikian rupa, berhasil mengelabui kebanyakan pembaca, dan cara Poirot mereveal pelakunya mungkin adalah salah satu yang paling kocak dan iseng dari semua kisahnya.

Overall, a nice experience with Poirot and Hastings!

Rating: 4/5

Recommended if you like: Poirot, red herrings, clever whodunit, British narrator, bro-bantering

Submitted for:

March: a story starring a society figure

The Hollow by Agatha Christie

13 Wednesday Jan 2021

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, british, classics, dysfunctional family, mystery/thriller, poirot, read christie 2021, series, twist

Judul: The Hollow

Penulis: Agatha Christie

Penerbit: HarperCollins (paperback edition, 2015)

Halaman: 308p

Beli di: Kinokuniya iLotte (IDR 129k)

Saya memutuskan untuk ikut ReadChristie2021 reading challenge – membaca satu buku Agatha Christie setiap bulan sesuai tema yang telah ditentukan. Bulan Januari, temanya adalah “a story set in a grand house”. Dan sesuai dengan official pick dari @officialagathachristie, maka The Hollow lah yang menjadi buku pertama challenge ini.

Saya sudah pernah membaca The Hollow, dan kesan yang saya ingat adalah ini bukan buku Christie favorit saya. Tapi, kali ini saya memutuskan untuk membaca versi bahasa Inggrisnya, dan membuka pikiran saya untuk menelaah apakah ketidaksukaan saya pada buku ini masih bertahan, dan kalaupun iya, apa yang menyebabkannya?

Sir Henry Angkatell dan istrinya, Lucy, tinggal di sebuah rumah besar di pinggiran kota London yang bernama The Hollow. Weekend kali ini, mereka mengundang beberapa teman dekat dan kerabat untuk bersantai menikmati liburan di pedesaan. Ada Midge Hardcastle, sepupu muda Lucy yang miskin, Henrietta Savernake, sepupu lain yang juga seorang pemahat berbakat, Edward Angkatell yang mewarisi Answick, rumah besar keluarga Angkatell, David Angkatell yang masih muda dan pemarah, serta John Christow dan istrinya, Gerda, yang merupakan teman lama keluarga Angkatell.

Kisah dimulai dengan perkenalan terhadap karakter-karakter ini, hubungan antar mereka, perasaan yang dipendam dalam hati, serta persiapan mereka menghadapi weekend tersebut. Ada yang dengan tegang, dengan terpaksa, dan dengan bahagia. Namun satu hal yang pasti, ada ketegangan tersembunyi di antara para karakter ini, yang mulai menunjukkan tanda-tanda akan munculnya sebuah tragedi.

Tragedi tersebut terjadi di hari Minggu siang, saat Poirot, yang tinggal di dekat The Hollow, diundang untuk makan siang bersama keluarga Angkatell dan tamu-tamu mereka. Ia disambut oleh pemandangan yang membuatnya muak. Sesosok mayat terbaring di tepi kolam renang, dan seorang wanita berdiri di sampingnya sambil memegang pistol. Poirot awalnya mengira ini semua hanyalah permainan yang ditujukan untuknya. Dan sikapnya yang sudah sinis dari awal, semakin pahit menanggapi “pertunjukan” di depannya ini. Namun ia kaget juga saat menyadari kalau yang terjadi adalah pembunuhan sungguhan. Sosok John Christow lah yang terbaring di tepi kolam, dan istrinya, Gerda, yang memegang pistol dengan linglung di sebelahnya.

Sekilas, kasus ini tampak begitu sederhana. Tentu saja Gerda yang membunuh John, meski tak ada yang tahu mengapa, karena ia sangat memuja suaminya. Namun satu demi satu bukti bermunculan, membuat nama Gerda dicoret dari daftar tersangka, dan Poirot (bersama Inspektur Grange yang bingung) dihadapkan pada kasus yang luar biasa kompleks, dengan para saksi yang sangat tidak reliable.

Sekilas, The Hollow bisa disandingkan dengan kisah-kisah Christie lainnya yang melibatkan rumah besar, pembunuhan misterius, dan keluarga dysfunctional, yang biasanya memang menjadi spesialisasi Poirot. Namun di sini, kehadiran Poirot terasa agak dipaksakan. Perannya kecil, baru muncul di pertengahan buku, dan tidak ada penjabaran tentang penyelidikannya, karena kita lebih banyak dibawa masuk ke seluk beluk drama keluarga Angkatell. Lucy yang mengawang-awang, Midge yang sedih, Edward yang lemah, Henrietta yang egois, semuanya dibahas dengan detail, namun porsi Poirot memang sangat kurang di sini. Itulah salah satu sebabnya saya kurang menyukai The Hollow.

Sebab lainnya adalah anggota keluarga Angkatell yang semuanya menyebalkan, dengan drama-drama lebay yang membuat kesal. Yang paling mendingan adalah Midge, tapi perannya juga tidak terlalu besar di sini. Selain itu, saya juga tidak menyukai John Christow, sehingga sebagai korban pun dia tidak bisa mengambil simpati saya, hahaha.

Kesimpulannya, perasaan saya masih sama terhadap The Hollow. Not my favorite, especially compare to other Poirot books. Karena ini adalah rereading, saya juga sebenarnya sudah tahu plot cerita dan twistnya, sehingga bisa melihat dengan lebih objektif juga. Dan menurut saya, bahkan plot dan red herringnya juga termasuk lemah untuk ukuran Agatha Christie, karena sebenarnya bisa terlihat sejak awal.

Poirot sendiri terlihat agak letih di sini, lebih sinis dan tidak berada dalam kondisi terbaik. Bahkan ia tidak diberi kesempatan untuk memberikan kuliah singkat di akhir buku untuk mengungkap sang pembunuh. Hiks. Saya memang pernah membaca artikel yang menyatakan kalau Agatha Christie sebenarnya agak menyesal menampilkan Poirot di The Hollow, dan akhirnya memang karakter Poirot dihilangkan dari naskah untuk versi teater The Hollow. No wonder!

Rating: 3/5

Recommended for: Agatha Christie lovers who wanted to read less superior books of hers, if you like dysfunctional family stories set in old fashion mansion, and for family drama chasers.

Submitted for:

Category: Story set in a grand house

Evil Under the Sun by Agatha Christie

21 Wednesday Oct 2020

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, british, classic, cozy mystery, poirot, popsugar summer RC 2020, series, twist ending, whodunnit

Judul: Evil Under the Sun (Pembunuhan di Teluk Pixy)

Penulis: Agatha Christie

Penerjemah: Joyce K. Isa

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2014, cetakan ke-6)

Halaman: 288p

Beli di: @HobbyBuku (bagian dari bundle Agatha Christie)

Hercule Poirot sedang berlibur, dan seperti biasa, kejahatan tetap menghampirinya. Kadang-kadang saya tidak mengerti dengan para pembunuh yang ngotot melakukan pembunuhan padahal sudah tahu ada Poirot di sana XD

Evil Under the Sun berkisah tentang pembunuhan seorang perempuan “penggoda” di Teluk Pixy yang sunyi. Yang menarik, orang-orang yang paling dicurigai dan memiliki motif kuat untuk membunuh, justru adalah orang-orang yang mempunyai alibi paling kuat.

Ada suami Arlena (si korban), yang sedang mengetik surat saat pembunuhan berlangsung. Ada juga Patrick, korban terbaru Arlena yang tergila-gila dengannya, namun saat pembunuhan berlangsung ia sedang menunggu Arlena di pantai, dengan banyak saksi.

Tapi ada beberapa tersangka lain yang memiliki motif yang tidak terlalu mencolok, namun entah bagaimana Poirot bisa menemukannya 🙂 Dan seperti biasa, hanya Poirot lah yang bisa melihat dengan jelas sejak awal bagaimana sebenarnya kepribadian sang korban, mengapa ia perlu mati, dan siapa yang paling mungkin membunuhnya (dan tentu saja, cara pembunuhan dilakukan!).

Evil Under the Sun bukanlah karya paling superior dari Agatha Christie. Malah, plot dan pemecahan misterinya yang mengandalkan drama rumah tangga, romansa, dan kecemburuan, dibungkus oleh beberapa motif-motif lain yang tak terduga, sudah pernah dipakai di beberapa buku lain (yang agak sejenis misalnya Death on the Nile dan Endless Night). Tapi bukan Christie namanya kalau tidak bisa mendaur ulang bahan-bahannya menjadi suatu buku baru yang tak kalah gemilang.

Setting liburan di sini lumayan menghibur, terutama karena Poirot sering mengeluh tentang banyak hal, yang sudah menjadi ciri khasnya. Dan teman-teman bergosipnya di pantai juga menghadirkan dialog kocak meski agak stereityping.

Overall, buku ini cukup bisa dinikmati kalau kita sedang kangen dengan kisah klasik Poirot, karena di sini ia diberi porsi cukup banyak untuk menyelidiki, bercakap-cakap, dan tentu saja – membuat kesimpulan yang menakjubkan.

Submitted for:

Category: A book with “sun”,”sand”, or “waves” in the title

Three Act Tragedy by Agatha Christie

16 Wednesday Sep 2020

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, british, classic, fiction, Gramedia, murder mystery, mystery, poirot, popsugar summer RC 2020, rereading, series, terjemahan

Judul: Three Act Tragedy

Penulis: Agatha Christie

Penerjemah: Mareta

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2014, cetakan kelima)

Halaman: 288p

Beli di: @HobbyBuku (bagian dari bundle Agatha Christie)

Poirot ingin pensiun! Tapi sekali lagi, kasus pembunuhan mengikutinya ke manapun ia pergi, sehingga rencana pensiun harus ditunda lagi dan lagi 🙂 Meski terdengar familiar, namun premis seperti ini tidak pernah menjadi basi di tengah tangan dingin Agatha Christie. Dan tentu saja sebagai pencinta Poirot, kita tidak mau sepak terjangnya berakhir, dan rencana pensiun yang batal selalu disambut baik 🙂

Kali ini, dalam sebuah acara pesta koktail di kediaman Charles Cartwright, aktor terkenal, seorang hamba Tuhan yang baik hati, tidak mempunyai musuh dan disukai semua orang, menjadi korban peracunan yang kejam. Poirot, yang juga hadir di acara tersebut, dibingungkan oleh bagaimana cara racun tersebut disusupkan, karena semua tamu menenggak minuman yang sama, dan gelas-gelas pun diedarkan secara random.

Belum lagi kasus ini terpecahkan, pembunuhan kembali terjadi, kali ini korbannya adalah dokter spesialis saraf terkenal, Sir Bartholomew Strange. Metode yang digunakan sama, dan daftar tamu yang hadir di pesta makan malam saat terjadi pembunuhan juga mirip dengan di kejadian pertama.

Menurut saya, Three Act Tragedy bukanlah kisah terbaik Poirot. Agak mediocre, dengan beberapa kebetulan yang agak dipaksakan di sana-sini. Namun ada dua hal yang membuat saya merasa buku ini masih layak untuk dinikmati.

Yang pertama adalah kehadiran Mr. Satterthwaite. Agak jarang sang pengamat kehidupan tampil di buku yang sama dengan Poirot, dan kombinasi kedua karakter yang cukup bertolak belakang ini lumayan menarik untuk diikuti. Poirot yang sangat keasing-asingan, dengan Mr. Satterthwaite yang merupakan gentleman Inggris sejati, seringkali melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Namun keduanya tampak cukup klop di sini, meski itu berarti jatah Poirot memang jadi agak berkurang, dan kisah ini lebih didominasi oleh Mr. Satterthwaite.

Hal kedua yang menurut saya cukup menarik dalam buku ini adalah motif pembunuhannya. Memang agak terlalu fantastis, tapi cukup sesuai dengan tone keseluruhan buku ini yang cukup dramatis. Sayang, saya tidak bisa menjelaskan lebih dari ini kalau tidak mau dibilang spoiler! XD

Oiya, saya membaca buku ini sudah lebih dari satu kali, dan keuntungan rereading buku-buku Madam Christie adalah kita jadi diberi kesempatan untuk mengamati detail dengan lebih tajam, mengikuti metode berpikir Poirot, dan mencoba mencari-cari loopholes (yang biasanya sangat jarang terjadi!). Kalau ada penulis yang karyanya tidak akan pernah membuat saya bosan untuk membaca ulang, Agatha Christie adalah salah satunya.

Anyway, a refreshing read from The Queen of Crime and Papa Poirot 🙂

Submitted for:

Category: A book with a summer drink or cocktail on the cover

Death on the Nile by Agatha Christie

04 Monday May 2020

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, bahasa indonesia, british, classics, Gramedia, mystery/thriller, poirot, popsugar RC 2020, series, terjemahan

Judul: Death on the Nile (Pembunuhan di Sungai Nil)

Penulis: Agatha Christie

Penerjemah: Mareta

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2014, cetakan keenam)

Halaman: 390p

Beli di: @HobbyBuku (bagian dari bundel Agatha Christie)

Meski saya sudah bisa dibilang khatam dengan sebagian besar buku karya Agatha Christie (terutama yang menampilkan Hercule Poirot), saking seringnya saya membaca ulang buku-buku tersebut, namun tetap saja ada beberapa hal baru yang saya temukan, atau alami, setiap kali membaca ulang.

Tak terkecuali kali ini, saat saya memilih untuk membaca ulang salah satu karya paling terkenal dari Christie, yang rencananya adaptasi filmnya juga akan beredar akhir tahun ini (semoga saja tidak diundur lagi!).

Kisahnya sangat khas Christie. Linnet Ridgeway, gadis cantik, kaya raya, pewaris tahta, dan cerdas dalam berbisnis, seolah sudah memiliki segalanya. Namun tetap saja, saat ia dikenalkan dengan tunangan sahabatnya sendiri, Jacqueline de Bellefort, ia bertekad untuk bisa memiliki pria tersebut juga. Sang pria, Simon Doyle, pada akhirnya berhasil jatuh ke pelukannya.

Mereka pun berbulan madu ke Mesir, namun yang membuat Linnet jengkel, Jackie selalu ada ke manapun mereka pergi, membayangi mereka seakan ingin terus mengingatkan rasa bersalah Linnet dan Simon yang telah mengkhianatinya. Lama-lama Linnet merasa terancam, terlebih ketika Jackie juga mendadak muncul di pelayaran menyusuri Sungai Nil yang merupakan rencana rahasia Linnet dan Simon.

Dan benarlah – suatu malam, terjadi pertengkaran besar antara Jackie dan Simon, dan Linnet ditemukan mati ditembak di kamarnya. Meski kecurigaan langsung tertuju pada Jackie, namun alibi Jackie yang sangat kuat langsung mematahkan kecurigaan tersebut. Pertanyaannya: siapa lagi yang menginginkan kematian Linnet?

Untunglah ada Hercule Poirot di pelayaran tersebut. Dengan gayanya yang khas, Poirot berhasil menguak perkara pelik ini, membongkar topeng setiap penumpang kapal yang ternyata banyak menyembunyikan maksud asli mereka ikut pelayaran tersebut. Dan tak sedikit orang yang ternyata memiliki motif membunuh Linnet!

Death on the Nile menurut saya merupakan salah satu buku Christie yang paling efektif dan original. Memang benar, identitas setiap penumpang yang tidak diduga-duga seringkali menimbulkan ketidakpuasan (Christie sering memberikan twist kejutan yang terkesan agak dipaksakan), namun di sini hal tersebut seolah memiliki penjelasan demi penjelasan yang memuaskan.

Drama kisah cinta segitiga, pengkhianatan, dendam pribadi – semua disuguhkan Dame Agatha dengan dramatis namun tidak berlebihan. Kehadiran Poirot di sini pun terasa pas – porsinya tidak terlalu sedikit, namun juga tidak terlalu mendominasi sehingga kita masih memiliki kesempatan mengenal karakter-karakter lainnya di atas kapal.

Oh – dan kehadiran Colonel Race di sini juga cukup menyenangkan dan memberi nuansa berbeda dari kasus Poirot lainnya.

Pertama kalinya saya membaca Death on the Nile, jujur saja, saya tidak menyukai buku ini. Saya tidak suka karakter-karakternya, juga endingnya yang amat melodramatis. Namun saat membaca ulang, harus diakui, Christie seolah memiliki semua jawaban yang bisa menutupi lubang-lubang dalam cerita. Saya lebih menilai buku ini secara objektif dari efektivitasnya sebagai sebuah kisah pembunuhan, ketimbang rasa suka-tidak suka yang lebih subjektif. Dan memang, harus diakui kalau buku ini adalah salah satu karya terbaik Christie 🙂

The movie

Death on the Nile sudah beberapa kali diadaptasi ke layare lebar, terutama karena kisahnya yang dramatis serta settingnya yang eksotis (pelayaran di Sungai Nil!!). Mungkin yang bisa mengalahkan keunikan settingnya hanyalah Murder on the Orient Express, yang juga sama-sama sudah sering diangkat ke layar lebar.

Kali ini, Death on the Nile merupakan bagian dari kisah Poirot yang digawangi oleh Kenneth Branagh sebagai sutradara sekaligus tokoh Hercule Poirot, yang sebelumnya sudah sukses mengadaptasi kisah Orient Express.

Beberapa aktor dan aktris yang menurut saya akan menarik diamati di film nanti adalah Gal Gadot sebagai Linnet Ridgeway (cocok!), Letitia Wright sebagai Rosalie Otterbourne, anak penulis novel romans, serta Armie Hammer sebagai Simon Doyle.

Seperti biasa, banyak karakter yang diganti namanya, bahkan ada karakter yang dihilangkan atau malah ditampilkan padahal tidak ada di buku. Hal ini juga dilakukan Branagh di Orient Express. Saya belum tahu apakah penambahan dan pengurangan karakter ini akan berpengaruh banyak pada plot di film. Tapi yang jelas, film ini termasuk yang tidak akan saya lewatkan!

Submitted for:

Kategori: A book from a series with more than 20 books

 

Mrs. McGinty is Dead by Agatha Christie

23 Monday Oct 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 1 Comment

Tags

agatha christie, bahasa indonesia, bbi review reading 2017, british, classic, Gramedia, mystery, poirot, terjemahan

Judul: Mrs. McGinty is Dead (Mrs. McGinty Sudah Mati)

Penulis: Agatha Christie

Penerjemah: Drs. Budijanto T. Pramono

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2007)

Halaman: 332p

Beli di: @HobbyBuku, bagian dari bundel Agatha Christie

Pertama-tama, saya ingin mengucapkan selamat kepada Gramedia Pustaka Utama (GPU). Kenapa? Karena selalu berhasil membuat saya galau lagi dan lagi setiap kali habis menerbitkan ulang serial Agatha Christie dengan berbagai cover baru yang menggoda. Baru saja saya berhasil mengoleksi seluruh rangkaian buku Christie yang pernah diterjemahkan oleh GPU melalui edisi bundelnya (yang sukses bikin bangkrut!!!), sekarang tiba-tiba GPU iseng lagi menerbitkan versi terbaru dari buku-buku Agatha, termasuk judul yang akan saya review kali ini, Mrs. McGinty Sudah Mati. Dan covernya SUPER ARTSY!!! Ugh.

Tarik napas dulu.

Jadi… buku ini adalah salah satu buku Agatha Christie dengan tokoh favorit saya, Hercule Poirot, yang termasuk dalam kategori under the radar. Tidak sensasional seperti beberapa kisah lainnya (Orient Express, Pembunuhan ABC, dan lain-lain), dan tidak terdengar juga gaungnya untuk diangkat ke layar lebar. Tapi menurut saya, kisahnya sendiri cukup decent, dan bahkan bisa dibilang enjoyable.

Kali ini Poirot diminta tolong oleh salah seorang Inspektur Polisi yang juga teman lamanya (dan akan muncul lagi di beberapa buku lain), Inspektur Spence yang kalem. Inspektur Spence menangani kasus pembunuhan seorang wanita tua bernama Mrs. McGinty, yang kelihatannya cukup straightforward: bermotif perampokan, dengan tersangka utama sang pemondok yang tinggal bersamanya, James Bentley. Bentley sendiri bukan termasuk orang yang mudah mengundang simpati, dan sepertinya pasrah saja ditangkap oleh polisi.

Namun, Inspektur Spence semakin ragu. Ada sesuatu yang tidak beres dari kasus ini dan membuatnya berpikir kalau pembunuh Mrs. McGinty yang sesungguhnya masih bebas berkeliaran. Karena itulah ia meminta tolong pada Poirot.

Dan menurut saya, daya tarik buku ini memang terletak pada unsur penyelidikan Poirot. Dari sebuah kasus sederhana, dengan petunjuk dan tersangka seadanya, bahkan motif yang benar-benar terbatas, Poirot seolah dihadapkan pada jalan buntu yang bisa membuatnya berpikir kalau Inspektur Spence hanya mengada-ngada. Namun untunglah – Papa Poirot bukan sembarang detektif. Karena dari sebuah petunjuk yang amat kecil, ia berhasil membuka sebuah motif yang sama sekali baru, dan memiliki banyak sekali kemungkinan tersangka lain. Bahkan- terjadi pembunuhan lain yang semakin memperkuat dugaannya tentang motif si pelaku.

Buku ini berhasil menunjukkan kepiawaian Christie dalam merangkai sebuah kasus – dari mulai tampak luar yang sepertinya tidak mengandung misteri sedikitpun, sampai mengupas lapis demi lapis petunjuk yang ada, dan mengantarkan kita pada kasus yang sama sekali berbeda: pembunuhan di masa lampau, pemerasan, dan korban maupun pelaku kejahatan masa lalu yang kini hidup dalam identitas baru.

Yang juga seru tentu saja kehadiran Mrs. Ariadne Oliver, penulis kisah detektif terkenal yang kebetulan sedang berada di desa tempat Mrs. McGinty tinggal untuk mengerjakan sebuah proyek, dan langsung turun tangan membantu Poirot lewat cara-caranya yang khas. Kerja sama kedua sahabat ini selalu menjadi adegan yang saya tunggu-tunggu dan buku ini tidak mengecewakan.

Mrs. McGinty is Dead bukanlah buku terbaik Christie maupun kisah paling jenius yang pernah ia tulis, tapi cukup berhasil memikat dalam kesederhanaannya, dengan penyelesaian memuaskan yang masih memiliki unsur kejutan dan twist yang cukup memorable. Dan tentu saja, kehadiran Poirot di sini terasa amat menyegarkan karena masih cukup lincah, sok tahu tapi lucu, dan tentu saja – mengungkapkan pemecahan kasus dan berbagai unsur kejutannya dengan dramatis.

Submitted for:

Kategori Ten Point : Lima Buku dari Penulis yang Sama

The Adventure of The Christmas Pudding by Agatha Christie

31 Friday Mar 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 1 Comment

Tags

agatha christie, bbi review reading 2017, british, classic, fiction, Gramedia, mystery, poirot, popsugar RC 2017, terjemahan

Judul: The Adventure of The Christmas Pudding (Skandal Perjamuan Natal)

Penulis: Agatha Christie

Penerjemah: Ny. Suwarni

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2007)

Halaman: 352p

Beli di: HobbyBuku (bagian dari bundel Agatha Christie)

Biasanya saya membaca ulang buku ini menjelang liburan Natal, karena terasa pas dengan suasananya. Tapi kali ini saya membaca ulang tidak di masa liburan Natal, demi memasukkannya sebagai salah satu bacaan saya di Popsugar Reading Challenge untuk kategori A book you’ve read before that never fails to make you smile.

The Adventures of The Christmas Pudding bukanlah merupakan karya Agatha Christie favorit saya, bukan juga merupakan the best dari Christie. Tapi entah kenapa, membaca buku ini selalu bisa membuat saya merasa senang, senyum-senyum dan hangat. Mungkin karena aura misterinya yang tidak terlalu gelap, dan Poirot yang digambarkan kocak di sini.

Kisah jagoannya tentu saja kisah pertama, yang memiliki judul sama dengan judul buku ini. Di sini, Poirot diminta tolong untuk menghadiri acara Natal keluarga di rumah pedesaan Inggris, sekaligus menyelidiki permata berharga milik keluarga kerajaan yang menghilang akibat sebuah skandal, dan diisukan akan muncul di rumah tersebut.

Maka, di sela-sela tradisi Natal ala Inggris, bersama penghuni rumah dari mulai suami istri Lacey yang sudah sepuh, sampai cucu-cucu mereka yang penuh semangat, Poirot mengendus-ngendus keberadaan sang permata. Namun ia terkejut saat mendapati surat kaleng yang melarangnya untuk menyantap pudding Natal. Apakah ada yang mau meracuninya?

Di kisah ini, chemistry Poirot dengan anak-anak muda yang berada di rumah pedesaan terasa sangat menyegarkan. Humor yang timbul juga natural dan berhasil membuat saya tersenyum-senyum. Lumayan juga menikmati kisah misteri Poirot yang biasanya intens dan menegangkan, kini terasa ringan dan suasananya lebih menyenangkan.

Kisah-kisah lainnya dalam buku ini juga tak kalah seru. Ada “Misteri Peti Spanyol”, cerita pembunuhan yang terjadi di flat seorang pria, di mana mayat temannya ditemukan di dalam peti, sudah terbunuh di pagi hari setelah ruang tersebut dipakai berpesta malam harinya. Misteri yang eksotik ini membuat Poirot merindukan sahabatnya, Hastings, yang menyukai kisah-kisah skandal dan memiliki imajinasi sensasional. Namun Poirot terpaksa puas mengandalkan sekretarisnya, Miss Lemon, yang kaku dan memiliki cara kerja seperti robot 😀

“Yang Tak Diperhitungkan” membawa Poirot ke sebuah rumah besar milik Sir Reuben, di mana sang pemilik rumah tewas dihantam oleh benda berat di kamar kerjanya di menara. Keponakannya yang mencurigakan sudah ditangkap polisi, namun istri Sir Reuben ngotot menuduh sekretaris suaminya yang lemah sebagai pembunuhnya. Hanya “insting wanita” yang membuatnya menarik kesimpulan itu, dan Poirot harus berusaha keras mencari bukti-bukti yang menguatkan, atau malah melemahkan tuduhan tersebut. Dan di sini, Poirot yang lincah dengan gaya misteriusnya yang khas orang asing tersebut sangat kontras dengan suasana muram rumah keluarga Inggris yang baru dilanda musibah.

Dua kisah berikutnya masih tentang Poirot: “Puding Blackberry”, pembunuhan yang berhubungan dengan laki-laki tua yang merupakan pelanggan tetap sebuah restoran, serta “Mimpi”, kasus bunuh diri aneh seorang jutawan nyentrik yang sebelumnya mengaku pada Poirot selalu mengalami mimpi buruk di mana ia menembak dirinya di jam tertentu.

Kisah terakhir adalah bonus, “Greenshaw’s Folly” yang menampilkan Miss Marple, yang seperti biasa cemerlang dan bisa memecahkan sebuah kasus aneh pembunuhan di sebuah rumah besar bernama Greenshaw’s Folly, bahkan tanpa berada di tempat kejadian!

Menurut Agatha Christie dalam kata pengantar buku ini, buku ini seperti menu di restoran: Misteri Peti Spanyol sebagai hidangan pembuka, Skandal Perjamuan Natal menu utama, dan Pudding Blackberry serta Greenshaw’s Folly sebagai dessertnya. Dan sedikit banyak, Christie memang benar. Menikmati buku ini agak lain dari buku-buku Christie, layaknya makan di restoran, semua hidangan dinikmati, dikunyah dan diresapi, namun tetap dengan suasana yang ringan dan menyenangkan 🙂

Submitted for:

Category: A book you’ve read before that never fails to make you smile

Kategori: Lima Buku dari Penulis Sama

Hallowe’en Party by Agatha Christie

16 Thursday Mar 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 5 Comments

Tags

agatha christie, bbi review reading 2017, british, Gramedia, klasik, mystery, poirot, popsugar RC 2017, terjemahan, whodunnit

Judul: Hallowe’en Party (Pesta Hallowe’en)

Penulis: Agatha Christie

Penerjemah: Ny. Suwarni

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2007)

Halaman: 343p

Beli di: @HobbyBuku (bagian dari bundel Agatha Christie)

Poirot dan Mrs. Oliver merupakan kombinasi yang selalu seru. Poirot dengan kerapian dan metodenya, serta Mrs. Oliver yang cerdas tapi kacau – what’s not to love about them?

Tak terkecuali di Hallowe’en Party, atau yang diterjemahkan oleh Gramedia sebagai “Pesta Hallowe’en”. Mrs. Oliver, si penulis kisah misteri terkenal, diundang oleh temannya, Mrs. Butler, untuk menginap di Woodleigh Common, kota kecil yang tidak begitu jauh dari London. Di sana, ia ikut serta dalam persiapan Pesta Hallowe’en, yang diselenggarakan di rumah Mrs. Drake. Pesta ini dibuat untuk anak-anak usia 11 tahun ke atas, dengan berbagai permainan tradisional yang menarik.

Di tengah persiapan tersebut, pembicaraan beralih ke masalah pembunuhan (karena Mrs. Oliver adalah penulis kisah pembunuhan), dan salah seorang anak yang bernama Joyce Reynolds, berkisah kalau ia pernah menyaksikan pembunuhan. Tidak ada yang percaya dengan bualan Joyce (yang memang terkenal suka membual). Namun saat pesta selesai dilangsungkan malam harinya, Joyce ditemukan sudah meninggal – ditenggelamkan di dalam ember yang berisi apel terapung yang menjadi bagian dari permainan Hallowe’en.

Mrs. Oliver menganggap kasus ini sebagai serangan pribadi bagi dirinya. Bukan saja terbunuhnya Joyce disebabkan karena bualannya pada Mrs. Oliver, namun cara pembunuhnya beraksi – menggunakan ember berisi apel!!- sangat menyinggung Mrs. Oliver, yang amat menggemari apel dan menjadi trauma dengan makanan favoritnya itu.

Mrs. Oliver segera menghubungi temannya, Hercule Poirot, yang tentu saja memenuhi permintaannya dan datang ke Woodleigh Common. Dibantu juga oleh rekannya, pensiunan Scotland Yard yang juga menetap di kota tersebut, Inspektur Spence, Poirot memulai penyusuran jejaknya. Bukan saja mencari pembunuh Joyce- tapi juga mengungkit kasus-kasus pembunuhan masa lalu di daerah itu untuk mengusut pembunuhan manakah yang pernah dilihat oleh Joyce? Atau… benarkah ada pembunuhan yang pernah dilihat oleh Joyce?

Pesta Hallowe’en merupakan salah satu kisah klasik ala Agatha Christie- setting di kota agak kecil, pembunuhan akibat kasus masa lalu, Poirot yang mengusut sana-sini dan tentu saja, beragam karakter kota kecil yang semuanya tampak mencurigakan. Twist di bagian endingnya lumayan mengejutkan, meski mungkin agak bisa tertebak untuk yang sudah biasa bergaul dengan misteri ala Agatha. Tapi memang ada satu unsur twist yang sepertinya agak terlalu dipaksakan – seperti biasa, Agatha Christie sering tidak tahan untuk tidak menambahkan detail melodramatis di bagian akhir kisah, di mana Poirot dengan sambil lalu mengungkap satu fakta mengejutkan yang terlalu luar biasa, tidak ada hubungannya dengan kasus yang ditangani, tapi tetap saja meninggalkan kesan mendalam (yang kadang menyebalkan) terhadap pembaca 😀

Kisah ini bukan yang terbaik dari Poirot, tapi cukup decent- porsi penyelidikan Poirot lumayan banyak, dan diseimbangkan dengan peran Mrs. Oliver. Alasan pembunuhannya- meski agak berlebihan, juga masih bisa dimaklumi.

Satu hal yang saya agak tidak suka adalah cover edisi Gramedia yang saya baca kali ini. Cover versi warna monokrom ini memang bukan favorit saya dari Gramedia, karena seringkali kurang bisa mewakili isi bukunya. Bahkan kadang, unsur yang diambil di cover sebenarnya malah bisa menjadi spoiler. Saya lebih suka cover abstrak warna-warni (edisi setelahnya), atau cover versi hitam yang jaman dulu banget.

Ini versi edisi bahasa Inggris yang klasik tapi mengena menurut saya

Nah ini edisi Gramedia jadul. Lucu sih.. tapi saya suka kumis Poirot di sini haha

Submitted for:

Category: A book set around a holiday other than Christmas

Kategori: Lima Buku dari Penulis yang Sama (1)

Wishful Wednesday [204]

24 Wednesday Aug 2016

Posted by astrid.lim in meme

≈ Leave a comment

Tags

agatha christie, meme, mystery, poirot, wishful wednesday, wishlist

wishful wednesday

Halo! Welcome back to Wishful Wednesday setelah minggu kemarin absen karena tanggal merah kemerdekaan 🙂

Masih ingat karya Sophie Hannah yang menulis cerita Poirot? Sebenarnya saya agak-agak kecewa dengan buku itu karena kurang sesuai ekspektasi. Tapi karena Hannah akan menerbitkan buku yang kedua dan masih tentang Poirot, dan saya nggak bisa menolak segala hal yang berkaitan dengan detektif idola saya itu, maka sepertinya saya masih akan baca buku keduanya ini: Closed Casket.

The world’s most famous detective – and Agatha Christie’s most famous creation – returns in this new novel from the New York Times bestselling author of The Monogram Murders: a diabolically clever mystery soaked in period atmosphere and loaded with clues, suspense, and danger.

closed casket

Sepertinya saya belum nemu sinopsis yang lebih lengkap dari ini, karena bukunya pun baru mau terbit di bulan September. Tapi setau saya, GPU sudah siap menerbitkan terjemahannya di bulan yang sama, yeay! Semoga saja lebih seru dibandingkan buku pertama..

Oiya, saya ingat bulan lalu pernah janji untuk membuat giveaway dalam rangka memperingati anniversary blog Books to Share yang ke-7. Stay tuned ya minggu depan 😀

Sekarang, ikutan share WW mu juga yuk!

  • Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  • Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) atau segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan bookish kalian, yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku/benda itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  • Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  • Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

 

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Lima Sekawan - The Series
    Lima Sekawan - The Series
  • Lethal White by Robert Galbraith
    Lethal White by Robert Galbraith
  • Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
    Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
  • The House in the Cerulean Sea by T.J. Klune
    The House in the Cerulean Sea by T.J. Klune
  • Abarat 2: Days of Magic, Nights of War by Clive Barker
    Abarat 2: Days of Magic, Nights of War by Clive Barker

Recent Comments

When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…
The Case of the Pecu… on The Case of the Left-Handed La…
astrid.lim on Lorong Waktu by Edward Pa…
nina on Lorong Waktu by Edward Pa…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...