• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2023
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • Popsugar Reading Challenge 2022
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: new york

The City We Became by N.K. Jemisin

01 Friday Apr 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

e-book, english, fantasy, fiction, new york, own voice, popsugar RC 2022, science fiction, series

Judul: The City We Became

Penulis: N.K. Jemisin

Penerbit: Orbit (2020, Kindle Edition)

Halaman: 464p

Beli di: Amazon.com (USD 6)

Apa jadinya kalau kota-kota di dunia memiliki inti yang merupakan perwujudan manusia? New York City, misalnya, yang terdiri dari 5 borough (area), terdiri dari 5 orang manusia perwakilan masing-masing borough, ditambah dengan 1 orang yang merupakan perwujudan kota New York itu sendiri.

Manhattan diwakili oleh laki-laki dengan latar belakang kurang jelas dan berorientasi pada uang. Brooklyn adalah politisi perempuan kulit hitam yang berjuang melawan gentrifikasi di areanya. Bronx diwakili oleh perempuan queer yang juga seorang artis. Queens adalah pendatang keturunan Asia yang sebenarnya tidak ada niat menetap di New York. Sedangkan Staten Island, yang seringkali dianggap tidak cukup New York, diwakili oleh perempuan kulit putih kuper, yang selalu takut pada “main island” dan hidup di tengah keluarga konservatif.

Konflik mulai memanas saat ada pihak-pihak yang ingin menghancurkan NYC, bukan saja secara fisik (jembatan rubuh, etc), tapi yang lebih menyakitkan adalah mengambil intisari NYC yang penuh diversity. Kejahatan rasial, gentrifikasi ekstrim, hingga hoax yang bertebaran di media, membuat para borough mau tidak mau ikut turun gunung dan bersatu melawan musuh mereka. Namun, perwujudan kota New York sendiri sedang menghilang, dan para borough harus fokus menemukannya sebelum kota mereka benar-benar hancur.

Ide buku ini menurut saya sangat original, dan menarik untuk dieksplor, apalagi berlatar di kota New York yang memang merupakan pusat diversity dunia. Melalui kisah ini saya juga jadi lebih bisa melihat NYC dari sudut pandang kelima borough, yang memang merupakan ciri khas kota New York dan tidak ditemukan di tempat lainnya.

Namun, saya agak terganggu dengan penulisan buku ini yang menurut saya agak terlalu “crude” dan terkesan “amateurish’, terutama saat membahas musuh mereka yang merupakan perwujudan kaum rasis kulit putih. Saya tidak keberatan sih, kalau memang musuhnya adalah kaum ekstrem kanan yang fasis dan rasis, karena memang mereka nyata keberadaannya di dunia. Tapi, cara penyampaiannya yang kurang diolah dengan baik menurut saya malah menjadikan buku ini terasa kasar dan cringey.

Selain stereotipikal dari pihak musuh, karakter-karakter para borough pun juga digambarkan dengan cukup stereotipikal. Bahkan Staten Island, satu-satunya borough berkulit putih, menjadi yang paling dimusuhi dan dijauhi oleh semua borough lainnya. Saya tidak tahu apakah ini memang mewakili kondisi sesungguhnya di kota NY, di mana Staten Island berisi orang-orang judgmental dan konservatif? Tapi kalaupun iya, menurut saya penyampaiannya di buku ini menjadi agak terlalu berlebihan.

Sangat disayangkan karena saya sebenarnya ingin bisa lebih menyukai buku ini, terutama karena temanya yang unik dan sangat relevan, dan termasuk ke dalam buku own voice bergenre fantasi/science fiction yang cukup banyak digaungkan di sosial media.

Rating: 3/5

Recommended if you want to try: own voice fantasy, unique New York City story, relevant issues

Submitted for:

An #OwnVoices SFF (science fiction and fantasy) book

Deacon King Kong by James McBride

17 Thursday Feb 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, award winning, e-book, english, fiction, historical fiction, new york, popsugar RC 2022, race

Judul: Deacon King Kong

Penulis: James McBride

Penerbit: Riverhead Books (2020, Kindle edition)

Halaman: 384p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

September 1969, Brooklyn, New York. Mafia Italia mulai tergusur, bisnis penyelundupan berganti dengan bisnis obat terlarang. Kawasan Brooklyn menjadi tempat bermukim orang kulit hitam dan Amerika Latin. Proyek pemerintah yang dicanangkan untuk tempat tinggal mereka malah menjadi ladang korupsi yang akhirnya menjadikan tempat tersebut surga transaksi narkoba.

Dan di tengah semua kekusutan tersebut, Sportcoat, yang dikenal sebagai Deacon King Kong (karena ia adalah salah seorang diaken di gerejanya, yang sekaligus penikmat berat minuman alkohol rumahan bernama King Kong), melakukan sesuatu yang akan memicu efek domino yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Ketika ia menembak salah seorang pengedar narkoba paling kejam di lingkungan mereka, semua orang menganggap Sportcoat akan mati. Entah karena pembalasan dendam geng narkoba, atau dikejar polisi, atau bahkan menjadi korban geng mafia Italia yang berkaitan erat dengan bisnis narkoba di Brooklyn.

Namun, Sportcoat masih terus dilindungi oleh Yang Kuasa – ia bahkan secara tidak sengaja berhasil mengenyahkan para penjahat yang mengincarnya, sekaligus membangun hubungan di antara komunitas yang tak terbayangkan sebelumnya.

Deacon King Kong adalah suatu kisah yang tidak mudah – rumit, sedikit lambat di bagian awal, namun sekalinya terpikat, kita akan terjerat di dalam lika-liku kehidupan Brooklyn di era 60an. Karakter-karakternya, meski memiliki nama panggilan yang aneh-aneh dan sulit diingat, lama kelamaan menjadi sosok-sosok yang memaksa kita untuk peduli kepada mereka. Dan setting Brooklyn -sebelum menjadi area hipster berdekade-dekade kemudian- ditulis dengan amat vivid, dan saya bisa merasakan atmosfernya dengan mudah.

Jalinan kisahnya yang terkesan rumit tidak ditulis dengan berbelit-belit, gaya bahasanya mudah diikuti, dengan penyelesaian yang memuaskan. James McBride adalah seorang maestro – dan saya heran, kenapa saya tidak pernah membaca buku-bukunya sebelumnya.

Rating: 4/5

Recommended if you like: complicated but engaging story, New York in the sixties, mafia vibes, dark humor

Submitted for:

An Anisfield-Wold Book Award winner

Insomniac City: New York, Oliver Sacks, and Me by Bill Hayes

21 Tuesday Dec 2021

Posted by astrid.lim in non fiction

≈ 1 Comment

Tags

english, inspirational, LGBT, memoir, new york, non fiction, popsugar RC 2021

Judul: Insomniac City: New York, Oliver Sacks, and Me

Penulis: Bill Hayes

Penerbit: Bloomsbury USA (2018)

Halaman: 304p

Beli di: @post_santa (IDR 250k)

Some people were born to write haunting, heartbreaking stories, based on their haunting, heartbreaking experience. And Bill Hayes is one of them.

Setelah partnernya selama belasan tahun meninggal dunia, Bill Hayes memutuskan untuk meninggalkan San Francisco, kota yang terlalu penuh kenangan, dan memulai lembaran baru di New York. Ia bertekad ingin menghilang di tengah keramaian New York, memuaskan jiwa insomnianya di kota yang tak pernah tidur.

Namun, destiny membawa kejutan baru dalam hidupnya, ketika ia tanpa disangka-sangka jatuh cinta kembali, kali ini dengan seorang penulis lain yang sama-sama memiliki hati lembut dan sensitif, Oliver Sacks. Sacks adalah pribadi yang sangat tertutup dan pemalu, sifat introvernya membuat ia memilih untuk tidak pernah jatuh cinta, hingga ia bertemu dengan Bill di usia 75 tahun.

Perlahan, Bill membawa kita masuk ke dalam hubungannya yang sangat endearing bersama O (nicknamenya untuk Oliver Sacks), melalui snippet percakapan sehari-hari yang sangat profounding (begitulah kalau dua penulis menjalin hubungan), potongan adegan yang sederhana namun memorable, serta beberapa foto yang menggambarkan hubungan mereka yang easy going.

Bagian paling menyentuh tentu saja saat Oliver didiagnosis kanker dan memutuskan untuk menikmati hari-hari terakhirnya di rumah, bukan berjuang bertahan hidup di rumah sakit. Keputusan ini juga yang mengubah hidup Bill, sekaligus membuatnya bersyukur bisa mendampingi Oliver sampai akhir.

Buku ini ditulis sebagai tribute dari Bill untuk Oliver dan New York, yang mengizinkannya membuka lembaran baru sekaligus membuka hatinya untuk mencintai kembali di tengah rasa terpuruk dan hari-hari yang gelap. Keseluruhan buku ini, meski berbicara tentang grief, namun menghadirkan perasaan yang hangat dan memberikan harapan. True, there are some very sad moments, but in the end we were reminded that love prevails.

Rating: 4/5

Recommended if you like: thought provoking memoirs, New York City!!, inspirational conversations

Submitted for:

Category: A book about do-overs or fresh starts

The Amazing Adventures of Kavalier and Clay by Michael Chabon

02 Tuesday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

arts, bargain book!, english, family, fiction, historical fiction, modern classics, new york, popsugar RC 2021, secondhand books, world war

Judul: The Amazing Adventures of Kavalier and Clay

Penulis: Michael Chabon

Penerbit: Picador USA (2000)

Halaman: 639p

Beli di: The Last Bookstore, Los Angeles (USD 6, bargain!)

Joe Kavalier, seniman muda berbakat, keturunan Yahudi dan berasal dari Praha. Sejak kecil, Joe tertarik pada dunia magic, dan bahkan sempat dilatih oleh salah satu escape artist legendaris di Praha. Ketika Perang Dunia II mulai memanas di Praha, Joe diutus keluarganya untuk melarikan diri ke Amerika. Di New York, Joe bertemu dengan Sammy Clay, sepupunya yang tinggal di Brooklyn dan bercita-cita untuk merintis bisnis komik. Sam jago membuat konsep, tapi tidak bisa menghasilkan gambar yang artistik. Berdua, mereka pun berjuang untuk menggapai cita-cita yang tampak mustahil: menjadi komikus terkenal.

Dan di hari yang bersejarah, Sam dan Joe, dibantu oleh beberapa seniman New York, membuahkan the Escapist, tokoh superhero yang kemudian disusul dengan karakter lain seperti the Monitor dan Luna Moth, yang terinspirasi dari Rosa Saks, perempuan cantik yang memikat hati Joe.

Kisah dua anak Yahudi di tengah berkobarnya Perang Dunia II, yang berjuang di luar medan perang namun tidak kalah sengitnya berusaha mengenyahkan stereotyping yang kerap melekat pada orang Yahudi dan kaum pekerja seperti mereka, serta berusaha memperjuangkan hak mereka di tengah kesadisan dunia bisnis New York yang dipenuhi oleh orang-orang serakah. Ditambah lagi, Joe dan Sam memiliki baggage masing-masing. Joe dengan perasaan bersalahnya akibat ia berhasil lolos dari Praha, sementara ia tidak tahu nasib yang menimpa keluarganya. Sementara Sam bergumul dengan identitas orientasi seksualnya, di mana menjadi gay masih dipandang hina, dan belum bisa diterima secara terbuka.

Saya cukup menikmati buku yang digadang-gadang sebagai salah satu modern classics ini. Premisnya menarik, terutama yang menyangkut sejarah buku dan seni komik di Amerika, sebelum dan setelah Perang Dunia II, dan bagaimana komik turut berpengaruh dalam membentuk opini publik, misalnya tentang Hitler dan Nazi. Saya suka setting kota New York (of course!) yang terasa sangat hidup di sini, serta proses kelahiran the Escapist yang legendaris, yang berkaitan erat dengan pengalaman Joe melarikan diri dari Praha saat Hitler berkuasa.

Namun, sejujurnya saya merasa buku ini agak terlalu panjang. Beberapa bagian terasa bertele-tele dan membosankan, dan saya tidak begitu suka bagian terakhir buku ini, terutama saat kisah terlalu fokus pada Joe dan romansanya. Saya lebih suka dengan karakter Sammy karena digambarkan lebih real dan otentik, dan pergumulannya mencari identitas terasa lebih relatable dibandingkan kisah Joe, namun sayangnya tidak diberikan porsi yang sama banyaknya.

Chabon adalah penulis yang baik, dan meski ini adalah pengalaman pertama saya membaca karyanya, saya langsung merasakan auranya yang khas, terutama saat ia menulis tentang buku komik dan sejarahnya. Hanya saja, menurut saya Chabon kurang adil dalam membagi porsi kedua sepupu (yang padahal sama-sama ada di judul buku), dan saya kurang terkesan dengan kisah cinta Rosa dan Joe.

Anyway- a solid historical book, although not very remarkable.

Rating: 3.5/5

Recommended if you wan to read about: comic book history, different side of World War II, amazing NYC setting, cousins dynamic, magical escapism

Submitted for:

Category: A book from your TBR list you meant to read last year but didn’t

Golden Hill by Francis Spufford

04 Thursday Feb 2021

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ Leave a comment

Tags

america, historical fiction, mystery, new york, twist

Judul: Golden Hill

Penulis: Francis Spufford

Penerbit: Faber&Faber Limited (2016, paperback edition)

Halaman: 344p

Beli di: @BaliBooks (IDR 40k)

New York, 1746. Amerika Serikat belum terbentuk, dan King George masih berkuasa. New York hanyalah sebuah kota kecil, dusun koloni baru yang penduduknya tidak mencapai 10,000 orang.

Di suatu malam berhujan, seorang pemuda tampan tiba dari Inggris dengan kapal laut, langsung menuju counting-house (semacam bank) di area Golden Hill. Tujuannya adalah menguangkan cek sejumlah 1,000 pound. Namun asal usulnya yang tidak jelas membuat sang bankir (serta semua orang di New York) bertanya-tanya tentang dirinya. Sang pemuda, Richard Smith, digadang-gadang merupakan pewaris kaya, tapi ada juga yang menyebut ia sebagai seorang penipu.

Kesepakatan pun diambil, dan Mr. Lovell berjanji akan mengumpulkan uang tersebut sebelum Natal, asalkan Smith bisa menunjukkan bukti-bukti meyakinkan tentang keabsahan identitasnya.

Namun, dalam selang waktu dua bulan tersebut, Smith mengalami banyak peristiwa di New York. Ia jatuh cinta, bertemu teman sekaligus musuh, dituduh melakukan kejahatan, dan menjadi target gosip penduduk kota. Namun hingga akhir, tidak ada yang bisa menebak identitas Smith yang sesungguhnya, dan kisah di balik uang 1,000 pound yang sudah menghebohkan seisi kota New York.

Golden Hill, meski ditulis oleh penulis kontemporer di era modern, memiliki sentuhan khas yang biasanya ditemui di buku-buku klasik. Gaya bahasa berbunga-bunga, penjabaran karakter yang panjang namun vague, juga kontemplasi moral yang dialami si tokoh utama dan orang-orang di sekelilingnya, kerap kali membuat saya lupa kalau saya sedang membaca buku yang bukan ditulis oleh Dickens 🙂

Penggambaran kota New York yang dianggap masih “kampungan” dan penduduknya tidak sekeren penduduk London, terasa amat real dan detail, sehingga saya bisa dengan mudah membayangkannya. New York, seperti semua kota metropolis dunia, berawal dari sejarah yang sederhana. Tidak ada gedung pencakar langit, bahkan Central Park yang terkenal pun belum ada tanda-tandanya. New York adalah tempat melarikan diri orang-orang yang ingin memulai hidup yang baru, dan rela berjudi dengan nasib yang tidak menentu.

Memang, buku ini terasa agak lambat dan bertele-tele di beberapa bagian. Namun, ada juga bagian-bagian seru yang membuat kita terus bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya Richard Smith. Dan saya suka endingnya juga sih, meski agak tertebak sejak pertengahan buku. Ini adalah pertama kalinya saya membaca karya Francis Spufford (mendengar namanya pun belum pernah), dan ternyata pengalaman ini cukup menyenangkan.

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: classics vibes, New York City, history, charming characters, sarcastic humor, and nice endings.

The Good Thieves by Katherine Rundell

25 Monday Jan 2021

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ Leave a comment

Tags

america, children, heist, historical fiction, middle grade, new york

Judul: The Good Thieves

Penulis: Katherine Rundell

Penerbit: Bloomsbury Publishing (2019)

Halaman: 322p

Beli di: Periplus (IDR 60k, bargain!)

It’s always good to find a new author that you actually like, and realized that they already wrote other books that you haven’t read!!

Inilah yang terjadi saat saya iseng membaca buku The Good Thieves karya Katherine Rundell, karena sedang diskon di Periplus, dan rating Goodreadsnya juga bagus. Plus, saya selalu senang menemukan buku-buku middle grade yang belum pernah saya dengar sebelumnya.

Dan ternyata, the impulsive act paid off – karena The Good Thieves adalah buku dengan semua unsur kisah middle grade yang saya sukai: karakter-karakter unik, plot yang seru dan penuh teka-teki, serta setting yang menyenangkan. Saya bahas sedikit ya, satu demi satu.

Karakter:

Vita – yang diajak ibunya mengunjungi Kakeknya yang tinggal di kota New York (dan baru mengalami tragedi menyedihkan) – bertekad untuk membuat Kakeknya tersenyum lagi. Meski itu berarti ia harus melakukan rencana nekat. Dan Vita tidak membiarkan kelemahan tubuhnya akibat kena penyakit polio menghalangi rencana-rencananya.

Arkady – favorit saya nih – anak sirkus yang memiliki bakat khusus bergaul dengan hewan. Hewan sebuas apapun pasti akan menurut pada Arkady, termasuk anjing super galak yang menjadi salah satu tantangan di rencana Vita.

Samuel – berasal dari Afrika, Samuel sudah diplot oleh pamannya untuk meneruskan pertunjukan kuda yang menjadi ciri khas keluarga mereka di sirkus. Tapi passion terdalam Samuel adalah akrobatik – dan ia tidak akan menyerah sebelum mimpinya kesampaian.

Silk – anak perempuan sekaligus pencopet paling lihai di New York. Meski masa lalunya menyedihkan, Silk bertahan di kota New York yang keras, dan keahliannya sangat penting untuk menunjang rencana Vita,

Plot:

Pembalasan dendam dengan rencana heist super nekat untuk mengembalikan kastil Kakek Jack setelah ditipu mentah-mentah oleh penjahat ulung kota New York, Sorrotore. Memang kisahnya agak fantastis, tapi unsur petualangan dan misterinya tetap seru untuk diikuti. Dan semua karakter utama memiliki peran yang cukup seimbang, sehingga tidak ada yang menonjol sendirian. Team work FTW!

Setting:

Kota New York saat prohibition era: flapper jazz, yes, tapi juga kriminal dan illegal alcohol. Semuanya dikemas ke dalam kisah dengan sudut pandang anak-anak (well, middle graders), yang tidak oversimplify. Dilengkapi dengan ilustrasi yang cantik, dan featuring tempat-tempat khas NYC mulai dari Central Park, Carnegie Hall hingga Hudson River, pokoknya buku ini pas untuk pencinta kota New York 🙂

Rating: 4/5

Recommended for: middle grade lovers, NYC enthusiasts, revenge and heist plotter, circus mania, and if you just look for a great book in general 🙂

Rosie Coloured Glasses by Brianna Wolfson

06 Tuesday Oct 2020

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ Leave a comment

Tags

adult, america, bullying, dysfunctional family, fiction, mental health, new york, popsugar summer RC 2020, sicklit

Judul: Rosie Coloured Glasses

Penulis: Brianna Wolfson

Penerbit: HQ (2018)

Halaman: 329p

Beli di: Big Bad Wolf (IDR 80k)

Rosie bukanlah seorang ibu yang biasa-biasa saja. Willow merasa amat beruntung memiliki ibu seperti Rosie. Janjian tengah malam di rumah pohon, bolos sekolah untuk berjalan-jalan ke pantai, serta memakai kostum heboh sambil menonton film, adalah segelintir dari keunikan Rosie yang tidak pernah membuat hari-hari Willow terasa membosankan.

Makanya, Willow selalu merasa amat sebal ketika harus kembali ke rumah ayahnya, Rex, yang berbeda 180 derajat dari Rosie (dan menjadi penyebab utama orang tua Willow bercerai). Rex amat kaku, menyukai peraturan dan sama sekali tidak memiliki imajinasi. Willow seringkali berandai-andai kalau saja ia bisa tinggal bersama Rosie selamanya dan tidak perlu berbagi waktu bersama Rex.

Namun di balik keceriaan Rosie, ada suatu kegelapan yang semakin menyelimutinya, dan bahkan membuat Willow merasa takut. Perlahan, kita diajak mengikuti perjalanan hidup Rosie, dari mulai pertemuannya dengan Rex, kisah cinta mereka yang bahagia namun harus berakhir dengan menyedihkan.

Willow terpaksa mengakui kalau Rosie bukan sekadar ibu yang unik dan lain dari yang lain, karena ada sisi lain yang tidak Willow ketahui, namun mulai terlihat sedikit demi sedikit, mengancam kebersamaan Willow dengan Rosie.

Buku ini memiliki plot yang menjanjikan: seorang ibu yang memiliki gangguan mental, dan bagaimana hal tersebut merusak hubungannya dengan keluarganya, terutama anak perempuan yang amat ia sayangi. Selain mental illnes, tema grieving juga coba diangkat oleh buku ini.

Saya ingin bisa menyukai buku ini dengan lebih lagi, tapi ada beberapa hal yang terasa cukup mengganjal buat saya. Yang pertama, setting waktu saat kisah ini berlangsung. Brianna Wolfson mengakui kalau kisah Willow sebenarnya terinspirasi dari masa kecilnya, yang mungkin terjadi di era 80-90an. Namun karena periode tersebut tidak dibahas secara gamblang di dalam buku, yang saya dapatkan adalah rentang waktu yang buram, tidak jelas dan jadinya kurang bisa menyatu dengan cerita (yang sebenarnya bisa dianggap kontemporer). Rasanya aneh saat mengetahui reaksi orang-orang dewasa saat Willow terlihat tidak bisa coping dengan kondisi Rosie, juga reaksi guru-guru terhadap para bullies di sekolah Willow. Banyak yang menjadi tidak masuk akal bila dilihat dari konteks masa kini, namun mungkin cukup masuk akal bila dilihat dari kacamata era 80-90an awal. Saya menyayangkan Wolfson yang tidak dengan jelas menyebutkan periode kisah Rosie berlangsung, atau setidaknya memasukkan unsur-unsur yang bisa memperjelas konteks setting waktu kisah tersebut.

Ganjalan kedua adalah gaya penulisan Wolfson yang kurang sreg bagi saya. Terlalu banyak pengulangan -yang maksudnya mungkin ingin menghasilkan prosa semi puitis, tapi buat saya malah jadi mengganggu jalannya cerita. Karena saya ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya, bagaimana nasib Willow dan apa yang menyebabkan Rosie seperti itu. Namun dengan gaya bahasa mendayu-dayu ala sajak, kisah jadi terasa berjalan lambaaat dan klimaksnya terasa lebih seperti antiklimaks yang membuat gemas saking slownya.

Ini contohnya (p 202)

And she wanted to be fun and free with them. She wanted to be herself and be happy with them. She wanted to be coloring and singing and making a mess. She wanted to be watching movies and listening to records. She wanted to be playing dress-up and putting on makeup. Yes, she wanted to be herself. With her children next to her. She wanted all of them soaking each other up all the time. She wanted all of them filling each other with love.

etc etc

Kalau hanya beberapa paragraf sebenarnya sih tidak apa-apa, untuk memberikan nuansa lain yang lebih syahdu, atau puitis, atau melankolis. Tapi karena seluruh buku terdiri dari paragraf seperti itu, rasanya melelahkan juga membacanya. Dan lama kelamaan saya jadi tidak peduli pada Willow atau Rex atau siapapun di buku ini.

Anyway – another book with lovely premise, but the execution is not really my cuppa 🙂

Submitted for:

Category: A book with sunglasses on the cover

City of Girls by Elizabeth Gilbert

08 Tuesday Sep 2020

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, historical fiction, new york, popsugar summer RC 2020, world war

Judul: City of Girls

Penulis: Elizabeth Gilbert

Penerbit: Bloomsbury Publishing (2019)

Halaman: 480p

Beli di: Periplus.com (IDR 135k)

City of Girls adalah jenis buku yang harus dinikmati pelan-pelan, dengan santai, tanpa terlalu banyak ekspektasi. Kalau dilihat secara keseluruhan, sebenarnya buku ini agak sedikit absurd. Diawali dengan sebuah surat yang ditujukan kepada Vivian Morris dari seorang wanita bernama Angela, yang meminta Vivian menjelaskan tentang hubungannya dengan ayah Angela.

Alih-alih memulai dengan menjawab pertanyaan Angela, Vivian malah membuat balasan surat yang amat panjang, mundur jauh ke belakang, tahun 1940 saat ia berusia 19 tahun dan pertama kalinya tinggal di New York City bersama Aunt Peg yang memiliki gedung teater kecil Lily Playhouse.

Vivian pun mengenal seluk beluk kehidupan dunia teater lewat teman-teman barunya, para penari dan aktris yang selalu terlihat glamor, dan ia bersahabat dengan salah satu bintang teater Lily Playhouse yang bernama Celia. Melalui Celia, Vivian blusukan di kota New York, keluar masuk club dan bertemu beragam orang dari berbagai latar belakang, termasuk kaum pria yang akan membentuk pandangannya tentang seksualitas.

Suatu insiden membuat Vivian harus pergi dari New York dan pulang ke rumahnya, namun Perang Dunia II membawanya kembali ke New York dan berkontribusi lewat pengalamannya di dunia teater.

City of Girls adalah buku yang panjang. Kadang saya suka lupa asal mula cerita buku ini, yang sebenarnya berpuncak pada sosok ayah Angela – siapakah dia? (Dan ternyata kemunculannya cukup singkat sehingga tidak terlalu signifikan dengan keseluruhan kisah hidup Vivian). Saya lebih fokus pada perjalanan hidup Vivian, yang digambarkan dengan cukup detail dan melalui periode yang panjang.

Meski sosok Vivian kadang agak membosankan, karakter-karakter di sekelilingnya digambarkan dengan lebih menarik, terutama Aunt Peg dan Celia. Dan sepertinya menciptakan karakter-karakter yang memorable adalah salah satu kekuatan utama Elizabeth Gilbert, meski kadang kisah keseluruhannya terasa agak bertele-tele. Selain itu, yang membuat saya menikmati buku ini adalah settting kota New York di tahun 1940-an, terutama kehidupan dunia teaternya. Setting buku ini terasa amat hidup, membuat saya dengan mudah bisa membayangkan sosok gedung Lily Playhouse yang kuno namun amat dicintai para penghuninya.

Submitted for:

Category: A book with release date in June, July, or August of any year

 

The Farm by Joanne Ramos

29 Friday May 2020

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, contemporary, english, fiction, immigrant, new york, science fiction, social issues, suspense

Judul: The Farm

Penulis: Joanne Ramos

Penerbit: Bloomsbury Publishing (2019)

Halaman: 326p

Beli di: Periplus.com (IDR 55k, bargain!)

The Characters:

Mae Yu: pengusaha perempuan yang ambisius, latar belakang keluarga membuatnya sangat ingin membuktikan dirinya bisa sukses. Ia mempertaruhkan kariernya ketika menggolkan ide Golden Oaks pada bosnya. Industri fertilitas yang menjadi tempat para perempuan muda (kebanyakan imigran) menjadi surrogate bagi wanita kaya raya yang ingin memiliki anak tapi tidak bisa (atau tidak mau) hamil. Dan ketika seorang klien VVIP ingin mempunyai bayi melalui fasilitas Golden Oaks, Mae merasa inilah kesempatan yang sudah ia tunggu-tunggu.

Jane: perempuan muda imigran dari Filipina, berusaha mencari kehidupan yang lebih baik di Amerika. Keputusan demi keputusan yang tidak bijaksana kerap kali membelokkan hidupnya ke arah yang tidak ia inginkan. Bayi mungil perempuan, perceraian dengan suaminya, serta kebutuhan ekonomi yang mendesak, membuat Jane harus mengambil keputusan yang akan mengubah hidupnya selamanya. Apakah Golden Oaks merupakan jawaban atas mimpi-mimpinya selama ini?

Aunt Ate: wanita imigran asal Filipina, kerabat Jane satu-satunya di Amerika yang masih peduli padanya. Ate cukup sukses meniti karier sebagai Nanny sekaligus makelar yang memasok para imigran bekerja di keluarga-keluarga kaya dan elite di New York. Namun sampai kapan ia bertahan, dan apakah mungkin suatu hari ia bisa pulang ke Filipina untuk berkumpul dengan anak-anaknya?

Reagan: gadis muda Amerika dari keluarga privilege yang masih mencari arti hidupnya. Ia ingin melakukan sesuatu yang bisa menolong orang lain, bahkan mengubah dunia. Dan ketika ia memutuskan untuk menerima tawaran Golden Oaks, ia tidak membayangkan pengalaman yang akan ia peroleh.

The Plot:

The Farm merupakan buku unik yang menggabungkan beberapa isu penting ke dalam plotnya, Isu imigran dan American dreams dikupas di sini, terutama bagi para imigran perempuan yang berasal dari Filipina. Mungkin karena penulisnya, Joanne Ramos, masuk ke kategori tersebut.

Yang juga unik adalah ide tentang pusat fertilitas dan surrogate mothers. Banyak alasan mengapa orang memilih untuk memiliki anak lewat metode surrogate. Namun yang dibahas di The Farm adalah pilihan yang dimiliki oleh orang-orang kaya (dengan aset mereka yang tak terbatas) serta bagaimana keinginan-keinginan mereka bisa tercapai dengan memanfaatkan siapapun, terutama orang-orang yang tidak seberuntung mereka baik dari segi ekonomi maupun pendidikan.

Kebanyakan perempuan muda yang bekerja di Golden Oaks sebagai surrogate mother adalah kaum imigran yang tidak memiliki pilihan lain dalam hidupnya. Mereka hanya ingin pekerjaan dengan bayaran besar yang bisa memperbaiki bahkan mengubah kehidupan keluarga mereka. Namun bagi orang-orang kaya yang menyewa jasa mereka (serta bagi pengusaha seperi Mae), mereka hanyalah semacam sapi perahan yang habis manis sepah dibuang.

My thoughts:

The Farm merupakan jenis buku yang memiliki premis menarik, tapi entah mengapa eksekusinya terasa berantakan dan kurang nendang. Ada kesan ingin menjadikan buku ini semacam thriller, apalagi pengalaman Jane dan teman-temannya di Golden Oaks, dengan aturan ketat dan klien misterius, seolah menjanjikan adanya plot konspirasi rahasia, kegiatan ilegal dan ending yang mengejutkan. Tapi entah mengapa, Ramos seolah enggan membawa The Farm ke arah sana, dan hanya menggantungkan plot tersebut setengah hati.

Yang ada, The Farm jadi terasa setengah matang. Thriller bukan, science fiction juga bukan. Kisah imigrannya memang menarik, dan banyak sisi moral dan etika bisnis yang dibahas di sini. Tapi yang mengejutkan, endingnya menurut saya kok malah tidak memihak pada kaum imigran ya… Apakah ini cara Ramos membuat cerita yang lebih realistis? Atau justru satire dan ingin menyindir sistem di Amerika yang saat ini sangat tidak berpihak pada imigran?

Entahlah. Yang pasti, buku ini menurut saya kurang kena dengan harapan saya. Tapi mungkin juga karena ini memang novel debut Ramos, yang sebelumnya berprofesi di bidang ekonomi dan finansial.

Submitted for:

Kategori: A book by a WOC

Franny and Zooey by J.D. Salinger

15 Wednesday Apr 2020

Posted by astrid.lim in Uncategorized

≈ Leave a comment

Tags

america, classic, dysfunctional family, english, fiction, new york, philosophical, popsugar RC 2020, secondhand books

Judul: Franny and Zooey

Penulis: J.D. Salinger

Penerbit: Little, Brown and Company (1961)

Halaman: 202p

Beli di: Capitol Hill Books, Washington, DC (USD 5)

Franny dan Zooey adalah dua bersaudara dari tujuh anak keluarga Glass. Keunikan anak-anak ini adalah kecerdasan yang luar biasa, maturity dan sophistication yang membuat mereka terkenal saat masih anak-anak karena memiliki acara radio sendiri yang berjudul “It’s a Wise Child”.

Saat kisah ini berawal, kita diajak untuk mengikuti Franny, yang saat itu sedang menempuh pendidikan di salah satu kampus terkenal di Amerika, namun kondisi mentalnya terlihat memburuk tanpa sebab yang jelas. Puncaknya adalah saat ia pingsan ketika sedang dinner dengan pacarnya.

Setelah itu, kisah beralih ke Zooey, yang masih tinggal di apartemen besar keluarga Glass di New York. Ternyata Franny sudah dibawa pulang ke apartemen pasca insiden pingsannya, dan kondisinya yang rapuh menjadi topik percapakan Zooey serta ibunya, Mrs. Glass, di kamar mandi saat Zooey sedang berendam pagi.

Apa yang menyebabkan Franny menjadi seperti itu? Dari sebuah kejadian kecil, kita dibawa perlahan-lahan masuk ke dalam sejarah keluarga Glass, dan mendapati bahwa keluarga ini bukanlah keluarga biasa. Banyak tragedi yang sudah menyambangi keluarga Glass, termasuk peristiwa bunuh diri anak tertua mereka, yang ternyata secara tidak sadar memengaruhi jalan hidup masing-masing anggota keluarga.

Kehebatan JD Salinger (sejak saya membaca karyanya pertama kali, The Catcher in the Rye), adalah menciptakan karakter unik yang suka berbicara, kadang menyebalkan, sok tahu dan pretensius, tapi juga membumi dan menarik, membuat kita ingin berkenalan lebih lanjut dengan mereka. Zooey untungnya tidak se-whiny Holden Caulfield, namun monolog panjangnya mengingatkan saya dengan si moody Holden.

Yang juga seru adalah kelihaian Salinger menciptakan setting. Saya bisa dengan jelas membayangkan posisi Zooey di dalam kamar mandi, kekesalannya saat Mrs. Glass menginvasi waktu dan ruang privatnya, namun juga kehilangannya saat Mrs. Glass keluar dari ruangan. Saya bisa ikut merasakan dan seolah melihat sendiri gerak-gerik mereka, rokok yang mereka hisap tanpa henti, dan semua detail yang dijabarkan dengan begitu spesifik oleh Salinger namun tidak berkesan membosankan.

Dan puncaknya tentu saja dialog Zooey dengan Franny, membicarakan kondisi mental sang adik, menelaah kekacauan cara mereka dibesarkan dalam keluarga Glass, dan membahas topik taboo meninggalnya kakak tertua mereka.

Semuanya begitu pas, dan jumlah 200-an lebih sedikit halaman di buku ini digunakan Salinger dengan maksimal. He’s indeed a legendary writer

Submitted for:

Kategori: A book with only words on the cover, no images or graphics

← Older posts

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other subscribers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • The Secret History
    The Secret History
  • Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro
    Klara and the Sun by Kazuo Ishiguro
  • The Monogram Murders by Sophie Hannah
    The Monogram Murders by Sophie Hannah
  • Puddin' by Julie Murphy
    Puddin' by Julie Murphy

Recent Comments

Puddin’ by Jul… on Dumplin’ by Julie M…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...