• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2023
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • Popsugar Reading Challenge 2022
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: e-book

Puddin’ by Julie Murphy

25 Wednesday Jan 2023

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ Leave a comment

Tags

america, contemporary, e-book, english, fiction, friendship, lovely heroine, popsugar RC 2023, young adult

Judul: Puddin’

Penulis: Julie Murphy

Penerbit: Balzer + Bray (2018, Kindle edition)

Halaman: 437p

Beli di: Amazon.com (USD 5)

Puddin’ adalah kelanjutan buku Dumplin’ yang sudah sempat diadaptasi menjadi film Netflix. Di buku kedua ini, kisah masih berkisar seputar persahabatan cewek-cewek di kota Clover City di Texas. Bila sebelumnya Willowdean yang menjadi karakter utama, kali ini Millie (yang menjadi runner up Clover City pageant di buku pertama) yang menjadi salah satu naratornya. Namun, kisahnya juga diselingi oleh sudut pandang Callie, yang sempat nongol di buku Dumplin’ sebagai salah satu karakter antagonis.

Millie, yang sibuk merencanakan karier, sambil mencari cara untuk meyakinkan ibunya kalau ia tidak perlu ikut program diet lagi, dipertemukan dengan Callie, cewek populer yang tiba-tiba mendapat masalah besar dan dikeluarkan dari grup dance sekolah. Keduanya menjalin pertemanan yang tidak mereka duga sebelumnya, dan sedikit demi sedikit belajar memahami dan menghargai perbedaan di antara mereka.

Saya malah merasa lebih menyukai Puddin’ daripada Dumplin’. Keduanya masih mengangkat isu body positivity dan membawa suara kuat dari fat lead. Tapi Millie jauh lebih likable dibandingkan dengan Willowdean, dan permasalahan hidupnya pun lebih relatable. Selain itu, empati yang ia tunjukkan pada Callie juga membantu saya untuk bisa lebih mudah menyukai Callie, dan banter antar mereka pun terasa effortless dan menyenangkan untuk diikuti.

Julie Murphy termasuk penulis konsisten yang selalu menjadi representatif perempuan gemuk yang menormalisasi body positivity dan gerakan self love. Dan suara hari Millie tersampaikan jelas di sini, membuat saya lebih bisa memahami isu-isu yang ia hadapi sebagai remaja perempuan dengan berat badan berlebih. Diet bukanlah jawaban dari segalanya, dan ada sosok yang jauh lebih menarik dibanding facade penampilan yang kerap dinilai orang sebagai kesan pertama.

Rating: 4/5

Recommended if you like: unusual YA protagonist, romance with fat lead, relatable heroine

Submitted for:

Category: A romance with a fat lead

The City We Became by N.K. Jemisin

01 Friday Apr 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

e-book, english, fantasy, fiction, new york, own voice, popsugar RC 2022, science fiction, series

Judul: The City We Became

Penulis: N.K. Jemisin

Penerbit: Orbit (2020, Kindle Edition)

Halaman: 464p

Beli di: Amazon.com (USD 6)

Apa jadinya kalau kota-kota di dunia memiliki inti yang merupakan perwujudan manusia? New York City, misalnya, yang terdiri dari 5 borough (area), terdiri dari 5 orang manusia perwakilan masing-masing borough, ditambah dengan 1 orang yang merupakan perwujudan kota New York itu sendiri.

Manhattan diwakili oleh laki-laki dengan latar belakang kurang jelas dan berorientasi pada uang. Brooklyn adalah politisi perempuan kulit hitam yang berjuang melawan gentrifikasi di areanya. Bronx diwakili oleh perempuan queer yang juga seorang artis. Queens adalah pendatang keturunan Asia yang sebenarnya tidak ada niat menetap di New York. Sedangkan Staten Island, yang seringkali dianggap tidak cukup New York, diwakili oleh perempuan kulit putih kuper, yang selalu takut pada “main island” dan hidup di tengah keluarga konservatif.

Konflik mulai memanas saat ada pihak-pihak yang ingin menghancurkan NYC, bukan saja secara fisik (jembatan rubuh, etc), tapi yang lebih menyakitkan adalah mengambil intisari NYC yang penuh diversity. Kejahatan rasial, gentrifikasi ekstrim, hingga hoax yang bertebaran di media, membuat para borough mau tidak mau ikut turun gunung dan bersatu melawan musuh mereka. Namun, perwujudan kota New York sendiri sedang menghilang, dan para borough harus fokus menemukannya sebelum kota mereka benar-benar hancur.

Ide buku ini menurut saya sangat original, dan menarik untuk dieksplor, apalagi berlatar di kota New York yang memang merupakan pusat diversity dunia. Melalui kisah ini saya juga jadi lebih bisa melihat NYC dari sudut pandang kelima borough, yang memang merupakan ciri khas kota New York dan tidak ditemukan di tempat lainnya.

Namun, saya agak terganggu dengan penulisan buku ini yang menurut saya agak terlalu “crude” dan terkesan “amateurish’, terutama saat membahas musuh mereka yang merupakan perwujudan kaum rasis kulit putih. Saya tidak keberatan sih, kalau memang musuhnya adalah kaum ekstrem kanan yang fasis dan rasis, karena memang mereka nyata keberadaannya di dunia. Tapi, cara penyampaiannya yang kurang diolah dengan baik menurut saya malah menjadikan buku ini terasa kasar dan cringey.

Selain stereotipikal dari pihak musuh, karakter-karakter para borough pun juga digambarkan dengan cukup stereotipikal. Bahkan Staten Island, satu-satunya borough berkulit putih, menjadi yang paling dimusuhi dan dijauhi oleh semua borough lainnya. Saya tidak tahu apakah ini memang mewakili kondisi sesungguhnya di kota NY, di mana Staten Island berisi orang-orang judgmental dan konservatif? Tapi kalaupun iya, menurut saya penyampaiannya di buku ini menjadi agak terlalu berlebihan.

Sangat disayangkan karena saya sebenarnya ingin bisa lebih menyukai buku ini, terutama karena temanya yang unik dan sangat relevan, dan termasuk ke dalam buku own voice bergenre fantasi/science fiction yang cukup banyak digaungkan di sosial media.

Rating: 3/5

Recommended if you want to try: own voice fantasy, unique New York City story, relevant issues

Submitted for:

An #OwnVoices SFF (science fiction and fantasy) book

The Final Revival of Opal & Nev by Dawnie Walton

11 Friday Mar 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

african american, black history month, e-book, english, fiction, historical fiction, music, popsugar RC 2022, race

Judul: The Final Revival of Opal & Nev

Penulis: Dawnie Walton

Penerbit: Ink (2021, Kindle Edition)

Halaman: 368p

Beli di: Amazon.com (USD 6.99)

New York City, 1970s – Neville Charles, musisi dari Inggris, mengadu nasib ke Amerika Serikat, ditemukan oleh produser dari suatu label musik independen, dan diberi tugas untuk mencari partner duet sebelum bisa menelurkan album. Setelah berkeliling, Nev terpikat pada Opal Jewell, perempuan kulit hitam asal Detroit, yang sebenarnya bukan penyanyi paling berbakat, namun memiliki X factor yang menurut Nev akan melengkapi penampilannya dengan sempurna.

Maka dimulailah perjalanan Nev dan Opal mengejar sukses di dunia musik, namun ternyata jalan tidak semulus yang mereka bayangkan. Meski mereka memiliki chemistry yang kuat, namun perbedaan latar belakang kadang menjadi sumber konflik di antara mereka. Sementara itu, Opal juga memperuncing konflik lewat affairnya dengan drummer band mereka, yang sudah menikah dan sedang menunggu kelahiran anaknya.

Kesuksesan yang tidak kunjung datang seperti yang mereka harapkan, membuat Opal dan Nev mulai desperate. Mereka memutuskan untuk ikut show yang diadakan oleh label mereka, yang berakhir dengan chaos dan kekacauan, yang ironisnya, malah membuat nama mereka dikenal di mana-mana.

40 years later – Opal dan Nev berencana untuk mengadakan reuni, namun puluhan tahun yang sudah memisahkan mereka menyimpan banyak cerita tersembunyi. Sunny Shelton, jurnalis kulit hitam yang ayahnya pernah menjalin affair dengan Opal, diminta Opal untuk meliput dan menulis memoir Opal dan Nev. Dan kompilasi interview serta tulisannya lah yang menjadi fondasi kisah buku ini.

Premis buku ini amat menarik, berkisah tentang dunia musik era 70an yang juga menyentuh isu ras dan politik, dibumbui oleh rahasia dan konflik yang juicy. Sedikit mengingatkan dengan buku Daisy Jones and the Six, kisah Opal & Nev juga ditulis dalam bentuk interview yang membuat buku ini terasa lebih otentik. Namun, sayangnya, beberapa bagian terasa amat panjang, dan banyak narasi dan karakter pelengkap yang benar-benar hanya numpang lewat, sehingga terkesan kalau interview ini benar-benar mentah dan seperti membaca artikel yang belum diedit.

Beberapa selingan yang diberi judul “Editor’s Note” juga agak merusak alur buku ini, yang terasa ingin memaksa memasukkan beberapa hal yang tidak bisa disampaikan melalui interview. Bagian ini ditulis dari sudut pandang Sunny, dan malah jadi memberikan kesan bias pada buku yang seharusnya ditulis oleh seorang jurnalis yang netral.

Dan meski saya mengerti dari mana buku ini berangkat, dan isu rasisme serta racial gap yang bahkan masih kental di era modern (tidak jauh berbeda dari tahun 70an), tapi menurut saya ada beberapa sudut pandang yang terasa diabaikan, termasuk sudut pandang Nev yang terbatas, dan karakternya yang terasa satu dimensi.

Saya berharap buku ini bisa ditulis dari sudut pandang Opal dan Nev, bukan Sunny, sehingga lebih terasa unsur personalnya dan pembaca bisa lebih dalam mengenal kedua karakter ini.

Rating: 3/5

Recommended if you like: music theme, unusual storytelling format, strong Black characters, New York City music industry, 1970s vibes

Submitted for:

A book about a band or musical group

Deacon King Kong by James McBride

17 Thursday Feb 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, award winning, e-book, english, fiction, historical fiction, new york, popsugar RC 2022, race

Judul: Deacon King Kong

Penulis: James McBride

Penerbit: Riverhead Books (2020, Kindle edition)

Halaman: 384p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

September 1969, Brooklyn, New York. Mafia Italia mulai tergusur, bisnis penyelundupan berganti dengan bisnis obat terlarang. Kawasan Brooklyn menjadi tempat bermukim orang kulit hitam dan Amerika Latin. Proyek pemerintah yang dicanangkan untuk tempat tinggal mereka malah menjadi ladang korupsi yang akhirnya menjadikan tempat tersebut surga transaksi narkoba.

Dan di tengah semua kekusutan tersebut, Sportcoat, yang dikenal sebagai Deacon King Kong (karena ia adalah salah seorang diaken di gerejanya, yang sekaligus penikmat berat minuman alkohol rumahan bernama King Kong), melakukan sesuatu yang akan memicu efek domino yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Ketika ia menembak salah seorang pengedar narkoba paling kejam di lingkungan mereka, semua orang menganggap Sportcoat akan mati. Entah karena pembalasan dendam geng narkoba, atau dikejar polisi, atau bahkan menjadi korban geng mafia Italia yang berkaitan erat dengan bisnis narkoba di Brooklyn.

Namun, Sportcoat masih terus dilindungi oleh Yang Kuasa – ia bahkan secara tidak sengaja berhasil mengenyahkan para penjahat yang mengincarnya, sekaligus membangun hubungan di antara komunitas yang tak terbayangkan sebelumnya.

Deacon King Kong adalah suatu kisah yang tidak mudah – rumit, sedikit lambat di bagian awal, namun sekalinya terpikat, kita akan terjerat di dalam lika-liku kehidupan Brooklyn di era 60an. Karakter-karakternya, meski memiliki nama panggilan yang aneh-aneh dan sulit diingat, lama kelamaan menjadi sosok-sosok yang memaksa kita untuk peduli kepada mereka. Dan setting Brooklyn -sebelum menjadi area hipster berdekade-dekade kemudian- ditulis dengan amat vivid, dan saya bisa merasakan atmosfernya dengan mudah.

Jalinan kisahnya yang terkesan rumit tidak ditulis dengan berbelit-belit, gaya bahasanya mudah diikuti, dengan penyelesaian yang memuaskan. James McBride adalah seorang maestro – dan saya heran, kenapa saya tidak pernah membaca buku-bukunya sebelumnya.

Rating: 4/5

Recommended if you like: complicated but engaging story, New York in the sixties, mafia vibes, dark humor

Submitted for:

An Anisfield-Wold Book Award winner

The Paris Library by Janet Skeslien Charles

28 Friday Jan 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

bargain book!, book about books, e-book, english, europe, fiction, historical fiction, library, paris, popsugar RC 2022, world war

Judul: The Paris Library

Penulis: Janet Skeslien Charles

Penerbit: Two Roads (Kindle edition, 2021)

Halaman: 358p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Odile Souchet bermimpi bisa bekerja di American Library di kota Paris, dan akhirnya, di tahun 1939, impiannya tercapai. Dikelilingi oleh buku-buku, kutu buku, rekan kerja yang serba unik, dan bahkan seorang polisi muda yang mencuri hatinya, hidup Odile tampak sempurna. Namun, sedikit yang ia tahu, kehidupannya akan berubah total, setelah Perang Dunia II mulai dan Jerman menguasai Prancis. Perpustakaan kesayangannya, bersama orang-orang yang dikasihinya, juga ikut terancam.

American Library di Paris

Fast forward ke tahun 1983, di kota kecil di Montana, seorang remaja perempuan kesepian bernama Lily, penasaran dengan sosok tetangganya yang hidup menyendiri. Odile, tetangganya tersebut, memiliki masa lalu misterius dan tak seorang pun tahu kisah sesungguhnya mengapa ia pindah dari Paris ke Montana. Lily bertekad mencari tahu, namun ia justru menemukan pribadi yang menyenangkan, yang membuatnya jatuh cinta pada buku, kota Paris dan bahasa Prancis.

The Paris Library memikat saya karena deskripsinya yang hidup tentang kota Paris di tahun 1930-40an, menjelang Perang Dunia II. Saya langsung merasa relate dengan Odile si kutu buku, yang cita-citanya bekerja di American Library, perpustakaan berbahasa Inggris terbesar di Paris saat itu. Karena penulis buku ini terinspirasi kisah nyata di mana perpustakaan ini berperan besar menyuplai buku-buku saat Prancis diduduki oleh Belanda, banyak karakter di Paris Library yang memang merupakan tokoh nyata, atau terinspirasi dari sejarah, sehingga membuat kisah ini semakin terasa hidup.

American Library di Paris, saat ini

Tapi, bagian kisah Montana, yang ditampilkan berselang-seling dengan kisah Odile di Paris, awalnya cukup terasa mengganggu. Menurut saya, sudut pandang Montana ini kurang pas dengan plot Perang Dunia, dan terasa seperti plot yang terpisah dari keseluruhan buku, terutama karena tone nya yang cukup berbeda. Lily untungnya adalah karakter yang mudah mengundang simpati, dan kisahnya tumbuh besar di kota kecil Montana, sambil mendengarkan kisah tentang Paris dan belajar Bahasa Prancis dengan Odile, lumayan menarik untuk diikuti. Namun transisi sampai saya merasa bisa relate dengan Lily dan menghubungkannya dengan kisah masa lalu Odile agak sulit buat saya.

Selain itu, rahasia masa lalu Odile yang membuatnya meninggalkan Paris dan perpustakaan yang dicintainya, bahkan memutus hubungan dengan orang-orang yang ia kasihi, agak terlalu dipaksakan menurut saya, dan tidak sesuai dengan karakter Odile sendiri.

Namun bagaimanapun, The Paris Library tetap merupakan historical fiction yang memikat, ditulis dengan baik, dan mengangkat kisah peran perpustakaan selama Perang Dunia, yang selama ini cukup jarang ditemui di buku sejenis. Oiya, Sylvia Beach dan Shakspeare and Co sempat disebut-sebut juga lho!

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: historic Paris, World War II from different angle, book about books, library!, dual timeline

Submitted for:

A book that features two languages

Real Life by Brandon Taylor

18 Tuesday Jan 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

african american, america, campus life, contemporary, e-book, english, fiction, literature, man booker prize, popsugar RC 2022, race

Judul: Real Life

Penulis: Brandon Taylor

Penerbit: Riverhead Books (2020, Kindle edition)

Halaman: 335p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Buku ini sepertinya menjadi buku wajib bagi siapapun yang sedang berada di tengah pergumulan hidup, khususnya mahasiswa yang sedang berjuang meraih gelar PhD.

Wallace adalah seorang pemuda gay berkulit hitam yang berasal dari Alabama. Masa lalu yang keras membuat Wallace bertekad untuk pergi jauh dari rumahnya, dan setelah berjuang sana-sini, Wallace berhasil mendapatkan fellowship untuk program PhD di salah satu universitas di area Midwest.

Namun, Wallace ternyata tidak hanya mendapatkan tantangan dari penelitian sains yang rumit, melainkan juga dari intrik dan politik kampus dan lab yang rumit. Berhadapan dengan orang-orang rasis, baik dalam kapasitas profesional di lab (termasuk advisornya yang tidak pernah merasa rasis), maupun di lingkungan pertemanan. Yang lebih membuat Wallace sedih adalah tidak ada seorang pun teman yang bisa ia andalkan untuk mendukungnya. Mereka selalu diam dan membiarkan Wallace menghadapi perlakuan casual racism tersebut, atau berpura-pura bahwa hal itu benar-benar terjadi.

Di tengah kegalauannya, Wallace kerap menimbang pilihan yang ia miliki, dan betapa menyedihkannya saat ia sadar, pilihannya tidak banyak, dan sama suramnya. Ia tidak bahagia di lingkungan akademis yang amat sulit untuk orang kulit berwarna, namun ia juga tidak mampu membayangkan harus kembali ke “dunia nyata”, setelah sekian tahun berkutat dengan eksperimen di lab, dan mengandalkan uang beasiswa untuk memenuhi biaya hidupnya.

Real Life adalah buku yang penuh isu menarik, amat relevan dengan kondisi di Amerika saat ini, terutama di lingkungan akademis. Casual racism yang terjadi, yang tampak innocent, ternyata bisa bertumpuk menjadi beban yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Victim blaming juga banyak terjadi, terutama pada kaum minoritas yang dianggap tidak memiliki suara.

Namun, gaya penulisan Brandon Taylor kerap kali membuat saya agak kurang bisa menikmati buku yang masuk ke nominasi short list Booker Prize tahun 2020 ini. Kadang terlalu detail dalam menggambarkan atmosfir, namun seringkali mengulang detail tertentu (misalnya suara kicauan burung, udara panas saat summer, bau air danau), yang membuat saya bosan setengah mati.

Karakter Wallace pun digambarkan agak lemah, membuat saya jadi kurang semangat untuk mendukungnya. Apalagi beberapa keputusannya memang membuat kesal dan patut dipertanyakan. Mungkin saya memang kurang bisa berempati dengannya, sehingga tidak mengerti mengapa ia diam saja saat dituduh sebagai seorang mysoginist oleh rekan labnya yang memiliki masalah kejiwaan, alih-alih melawan dan membuktikan integritasnya. Mungkin faktor masa lalunya berkaitan erat dengan cara Wallace menghadapi masalah, namun sayangnya Brandon Taylor tidak mampu membuat saya bisa menghubungkan tragedi masa lalu Wallace dengan kondisinya saat ini, karena terlalu sibuk menuliskan detail-detail atmosfer dan metafora lingkungan yang membuat pembaca kehilangan fokus.

Bagaimanapun, Real Life tetap merupakan buku penting, Own Voice yang patut mendapat perhatian. Mudah-mudahan buku Taylor selanjutnya lebih mampu memikat saya.

Rating: 3/5

Recommended if you want to read about: academic life, Black experience, Own Voice, characters with scientific background, niche atmosphere

Submitted for:

A book with the name of a board game in the title (LIFE)

When the Stars Go Dark by Paula McLain

06 Thursday Jan 2022

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, crime, e-book, english, fiction, historical fiction, mystery/thriller, popsugar RC 2022, thriller

Judul: When the Stars Go Dark

Penulis: Paula McLain

Penerbit: Ballantine Books (2021, Kindle edition)

Halaman: 384p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Saya pertama mengetahui karya Paula McLain saat membaca The Paris Wife, dan langsung nge-fans berat. She’s a good storyteller, yang mampu menggabungkan antara plot yang intricate, karakter yang terasa amat hidup, dan prosa yang menawan namun tidak berlebihan.

Ketika tahu ia menerbitkan buku baru, saya langsung penasaran ingin membacanya, tapi saya tidak menyangka kalau McLain terjun ke genre baru: thriller.

Ia masih menyelipkan unsur historical di sini, karena setting kisah buku ini adalah di tahun 1993 (betul, dekade 90-an kini sudah termasuk historical, hahaha). Tokoh utamanya, Anna Hart, adalah seorang detektif kepolisian di San Francisco dengan masa lalu kelam, yang sedang “dipaksa” break dari pekerjaannya akibat tragedi keluarga yang menimpanya.

Anna yang bingung dan putus asa akhirnya berlabuh di Mendocino, kota kecil di California Utara tempatnya tumbuh besar bersama keluarga angkatnya. Anna tidak pernah kembali ke kotanya sejak ia kuliah, dan Mendocino banyak meninggalkan kenangan sedih untuknya.

Namun, napak tilas Anna yang ia harapkan akan membantunya pulih dari traumanya, malah berkembang ke arah tak terduga, ketika Will, teman lama yang kini menjabat sebagai sheriff Mendocino, meminta bantuannya memecahkan kasus hilangnya seorang anak perempuan bernama Cameron. Anna yang memang seorang spesialis kasus anak hilang dan penculikan, tergerak membantu karena ia merasa hilangnya Cameron berhubungan erat dengan masa lalunya sendiri, baik sebelum ia tinggal di Mendocino maupun saat ia tumbuh besar di sana, dan berhubungan juga dengan berbagai misteri yang menyertai hidupnya.

Kesan pertama saya saat membaca buku ini, this book is very well written. Meski mencoba genre baru, McLain tetap setia dengan gaya penulisannya yang exquisite, beautiful, atmospheric, dan karakter-karakter yang kuat. Setiap bagian ditulis dengan hati-hati, setiap detail memiliki makna, dan McLain bahkan mengambil sebuah kasus nyata, penculikan Polly Klaas, yang heboh di California tahun itu, dan memasukkannya ke dalam plot dengan effortless.

Saya juga suka dengan karakter Anna, yang merupakan penyegaran dari karakter detektif laki-laki dengan masa lalu kelam. Selain itu, karena akhir-akhir ini saya kebanyakan membaca genre cozy mystery yang didominasi oleh detektif amatir, membaca thriller dengan karakter detektif yang solid terasa melegakan, karena saya dihadapkan pada prosedur yang jelas, penyelidikan yang runut, dan kondisi yang realistis.

Meski saya berhasil menebak pelakunya sebelum buku berakhir, menurut saya penyelesaian buku ini tetap terasa memuaskan, karena menguak tidak saja misteri menghilangnya Cameron, tapi juga masa lalu Anna.

It’s well crafted and well written, dan menggali lebih dalam tentang isu penculikan anak, child traficking, serta perkembangan internet yang mengubah dunia kepolisian dalam menyelidiki kasus orang hilang.

Rating: 4/5

Recommended if you like: well crafted thriller, atmospheric setting, dark and brooding characters

Submitted for:

Category: a book with a reflected image on the cover or “MIRROR” in the title

Whisper Network by Chandler Baker

29 Monday Nov 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

career, e-book, english, fiction, reeses book club, thriller, women

Judul: Whisper Network

Penulis: Chandler Baker

Penerbit: Flatiron Books (2019, Kindle edition)

Halaman: 320p

Beli di: Amazon.com (USD 2.99, bargain!)

Saya selalu punya hubungan hit and miss dengan buku-buku pilihan Reese Witherspoon. Sebagian besar memang mengesankan, tapi ada beberapa yang menurut saya kurang nendang untuk dijadikan buku pilihan Reese’s Book Club.

Whisper Network adalah salah satu yang agak “miss” untuk saya. Temanya sendiri sebenarnya sangat menarik dan relevan, khususnya bagi perempuan modern di era #MeToo (makanya, mungkin itu salah satu sebab buku ini menjadi pilihan Reese).

Kisahnya adalah tentang beberapa wanita karier yang bekerja sebagai pengacara di perusahaan Truviv, Inc. Mereka sudah mengalami berbagai pasang surut di kantor tersebut, dan tahu betul karakter semua kolega mereka, khususnya bos mereka, Ames. Ketika CEO Truviv meninggal mendadak, rumor beredar bahwa Ames lah yang akan menggantikan posisinya. Sloane, Ardie, dan Grace, berdebat apakah mereka harus melakukan sesuatu, karena masing-masing dari mereka mengetahui atau bahkan mengalami sendiri sexual harrassment yang dilakukan oleh Ames. Selama ini, kantor hanya mengabaikan gosip bahkan komplain seputar sexual harrassment, dan biasanya menyelesaikan kasus demi kasus lewat jalur damai, tawaran promosi, dan kompensasi lainnya.

Namun, di era #MeToo movement, perempuan memiliki alternatif lebih banyak untuk menghadapi isu sexual harrassment di kantor, dan Sloane, dibantu oleh kedua temannya, merasa yakin mereka pada akhirnya bisa membuat perubahan yang berarti.

Namun, tentu saja keadaan tidak sesederhana yang dibayangkan. Birokrasi, politik kantor, dan berbagai faktor lainnya tetap mengganjal usaha mereka. Namun, suatu peristiwa yang di luar bayangan mereka mengubah segalanya.

Alur cerita Whisper Network sebenarnya cukup menarik untuk diikuti, dan penggambaran karakter maupun konflik yang ada terasa amat real, membuat saya bertanya-tanya apakah ini merupakan pengalaman pribadi Chandler Baker, yang sebelum menulis buku ini memang bekerja sebagai pengacara. Namun, sepertinya gaya pengacara Baker masih cukup berbekas di sini, karena beberapa penuturannya di beberapa bagian novel terasa agak kaku dan kurang luwes, bahkan cenderung membosankan. Baker juga kurang bisa membuat karakter-karakter utamanya menonjol, bahkan mereka agak sulit dibedakan satu sama lain, dan agak lama sampai saya bisa membedakan mereka dengan mudah, terutama karena PoV nya juga sering berganti di setiap bab.

Perjuangan Sloane dan teman-teman juga terasa kurang maksimal, kurang greget, sehingga saya tidak bisa 100% rooting for them, bahkan ada saat-saat saya merasa mereka mengambil keputusan-keputusan yang patut dipertanyakan.

Bagaimanapun, Whisper Network cukup bisa raising awareness tentang isu pelecehan seksual yang banyak terjadi di dunia kerja, yang kadang sifatnya sangat subtle dan kasual sehingga tidak pernah dianggap serius. Tapi memang, saya berharap lebih pada eksekusi buku ini, terutama setelah membaca premisnya sebelumnya.

Rating: 3/5

Recommended if you want to read about: #MeToo movement, career women, semi-psychologycal thriller with not too much action 😀

The Girls in the Garden by Lisa Jewell

22 Thursday Jul 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

british, crime, dysfunctional family, e-book, english, fiction, mystery, psychology, thriller, twist

Judul: The Girls in the Garden

Penulis: Lisa Jewell

Penerbit: Atria Books (2015, Kindle edition)

Halaman: 321p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99, bargain!)

Saya pertama kali familiar dengan Lisa Jewell ketika ia masih menulis novel bergaya chicklit, dengan tema drama domestik berbumbu romance. Namun beberapa tahun terakhir ini, nama Jewell justru besar karena genre thriller/mystery, dan ia termasuk produktif menerbitkan buku hampir setiap tahun.

The Girls in the Garden adalah buku pertama Jewell yang saya baca setelah sekian tahun, terutama yang bergenre misteri. Kesan pertama saya adalah alangkah unik dan menariknya setting yang dipakai Jewell di buku ini. Lingkungan perumahan komunal, dengan rumah teras/apartemen bergaya Victoria, yang kini ditempati banyak keluarga muda yang mencari affordable housing, maupun pemilik lama yang tidak mau berpisah dari tempat tinggal keluarga yang sudah diwariskan turun temurun. Yang membedakan Virginia Terrace dari lingkungan perumahan sejenis adalah adanya taman komunal yang bisa diakses oleh penghuni.

Area taman ini memiliki playground, taman bunga, bahkan pojok cantik untuk duduk-duduk membaca buku. Saya sendiri senang dengan referensi peta yang digambarkan di bagian awal buku, sehingga memudahkan saya untuk membayangkan setting kisah ini.

Sayangnya, di taman yang terlihat tenteram dan damai inilah sebuah tragedi terjadi, seusai pesta midsummer yang diadakan oleh para penghuni. Grace, yang baru pindah ke Virginia Terrace, ditemukan tergeletak tak sadarkan diri dan setengah telanjang. Apa yang terjadi? Bukankah lingkungan mereka adalah lingkungan perumahan yang aman?

Pip, adik Grace yang berusia 11 tahun, merasa ada yang aneh dengan para penghuni Virginia Terrace. Adele dan Leo, beserta anak-anak mereka, yang terlihat seperti keluarga sempurna namun menyimpan rahasia masa lalu yang gelap, Dylan yang ditaksir Grace, beserta kakaknya yang memiliki kondisi mental terbelakang, serta Tyler, anak perempuan sok jago yang selalu merasa paling tahu tentang segalanya. Semuanya memiliki dinamika yang aneh, yang menurut Pip menguarkan aura sinis, mungkin karena ia dan keluarganya adalah pendatang baru yang tidak mengerti sejarah masa lalu para penghuni lama Virginia Terrace.

Dan meski kulminasi The Girls in the Garden adalah tentang misteri kejahatan yang menimpa Grace, serta siapa yang berada di balik insiden tersebut, namun saya merasa Jewell lebih fokus untuk menggali drama dan dinamika antara karakter para penghuni Virginia Terace. Masa lalu mereka, tragedi mirip yang pernah terjadi sebelumnya, tokoh-tokoh yang sudah meninggal, yang kembali lagi setelah sekian tahun, atau yang masih menetap di perumahan tersebut, semua memiliki kisah menarik yang cukup berhasil diramu oleh Jewell.

Tapi, menurut saya, Jewell jadi agak keteteran di bagian unsur misternya sendiri, karena crime yang terjadi rasanya tidak bisa dikategorikan ke dalam genre psychological suspense atau thriller yang selama ini digadang-gadang sebagai spesialisasi Jewell. Saya sendiri mengategorikan kisah ini lebih seperti kisah-kisah drama domestik ala Lianne Moriarty atau Jodi Picoult. Juicy, page turner, tapi tidak memiliki gigitan yang sama dengan crime stories pada umumnya.

Let’s see if I have another opinion with Jewell’s other books.

Rating: 3.5/5

Recommended if you like: mystery, juicy neighbor drama, domestic semi-thriller, tamped down crime story, unique setting, other side of London’s life

The Plot is Murder by V.M. Burns

05 Monday Apr 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

america, book about books, cozy mystery, e-book, mystery, series, twist

Judul: The Plot is Murder (Mystery Bookshop #1)

Penulis: V.M. Burns

Penerbit: Kensington (2017, Kindle edition)

Halaman: 231p

Beli di: Amazon.com (USD 1.99, bargain!)

Salah satu genre guilty pleasure saya adalah cozy mystery. Kombinasi dari kisah misteri yang ringan tapi juicy, setting yang menyenangkan, dan kesan nyaman yang kental, membuat cozy mystery cocok dinikmati kalau saya lagi malas membaca buku-buku berat, semacam untuk plate cleansing begitulah.

Kali ini, pilihan saya jatuh pada serial Mystery Bookshop, karena settingnya di toko buku dan karakter utamanya adalah pemiliki toko tersebut, ditambah lagi plotnya masih berhubungan dengan buku, it seemed perfect. Apalagi, saya memang lagi mencari penulis cozy mystery berkulit hitam, sekalian memperingati Black History Month bulan Februari lalu.

Plotnya lumayan menjanjikan. Sepeninggal suaminya, Samantha Washington bertekad ingin mewujudkan impian lama mereka, yaitu memiliki sebuah toko buku misteri. Sebagai penggemar kisah misteri (terutama yang berhubungan dengan British cozy mystery), Samantha merasa ini adalah pekerjaan yang sempurna untuknya, selain melanjutkan novel misteri yang dia harap bisa diterbitkan suatu hari nanti.

Sam pun membeli bangunan tua merangkap apartemen tempat ia akan tinggal di atas toko buku. Namun tidak semua berjalan selancar yang ia harapkan, karena pengusaha real estate yang menjual bangunan tersebut tiba-tiba menyulitkan dan bahkan menerornya, dan suatu hari, sang realtor mati terbunuh di belakang toko buku Sam. Karena dicurigai oleh polisi, Sam bertekad akan memecahkan kasus ini, dibantu oleh neneknya, dan teman-teman neneknya dari panti jompo yang masih amat lincah.

Sebenarnya, plot ini lumayan bisa dikembangkan, apalagi dengan kehadiran nenek Sam dan teman-temannya yang seru. Karakter-karakternya, termasuk para tersangka, juga cukup memorable. Tapi, satu hal yang amat sangat mengganjal buat saya adalah selingan berupa novel yang sedang ditulis oleh Sam. Sam menulis kisah misteri berlatar belakang historical Inggris zaman Victoria, seperti genre favoritnya. Tapi kisahnya alih-alih menambah bobot keseluruhan buku, malah jadi mengganggu dan membingungkan. Apalagi gaya penulisan Sam (entah disengaja oleh V.M Burns atau tidak) terkesan nanggung dan amatiran, sama sekali tidak seperti “buku dalam buku” yang kadang dipakai sebagai device para penulis misteri.

Secara keseluruhan, buku ini lumayan mengecewakan, karena kita serasa disuguhi dua kisah misteri serba tanggung dan tidak jelas. Sayang memang, karena setting dan karakter buku ini cukup menjanjikan. Saya sendiri tidak tertarik untuk melanjutkan serialnya 😦

Rating: 2/5

I don’t really recommend this book, but if you want to try cozy mysteries with similar theme or setting, I would recommend Book Club Mystery series, which is more engaging and has better plot 🙂

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other subscribers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Spooktober Read (2): The Turn of the Screw by Henry James
    Spooktober Read (2): The Turn of the Screw by Henry James
  • The Rainmaker by John Grisham
    The Rainmaker by John Grisham
  • A Dance with Dragons by George R.R. Martin
    A Dance with Dragons by George R.R. Martin
  • The Best of Nancy Drew, Classic Collection Vol.1
    The Best of Nancy Drew, Classic Collection Vol.1
  • The Secret History
    The Secret History

Recent Comments

Puddin’ by Jul… on Dumplin’ by Julie M…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…

Create a free website or blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...