• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2022
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: bargain books

The Handmaid’s Tale by Margaret Atwood

27 Monday Aug 2018

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

bargain books, classic, dystopia, dystopian, english, feminist, fiction, secondhand books, women

Judul: The Handmaid’s Tale

Penulis: Margaret Atwood

Penerbit: Vintage (2010)

Halaman: 324p

Beli di: @Balibooks (IDR 50k)

One of the most difficult reads for me this year, and definitely one of the hardest to be reviewed.

Kisah fenomenal ini bercerita tentang Offred, seorang perempuan yang tinggal di Republic of Gilead setelah dunia mengalami revolusi besar. Di dunia Offred, perempuan dianggap sebagai properti, harta kepemilikan bagi kaum laki-laki. Status mereka dibagi berdasarkan tugas utama mereka dalam keberlangsungan hidup laki-laki: mengurus makanan dan keperluan rumah tangga, sebagai trophy wife alias istri untuk menunjang status, atau sebagai alat reproduksi yang akan melahirkan anak-anak bagi mereka. Ini biasanya terjadi di keluarga berada, di mana sang istri sudah tidak produktif lagi sementara si laki-laki masih membutuhkan generasi penerus.

Offred sendiri masuk ke kategori Handmaid, alias alat reproduksi bagi sang Commander, seorang perwira berpangkat tinggi di republik tersebut. Bila gagal atau ketahuan berkhianat, berbagai ancaman menanti Offred: digantung, dikirim ke komunitas penuh radiasi tempat orang-orang buangan berada, serta nasib mengerikan lainnya.

Dalam kesehariannya yang suram, di mana ia harus siap untuk melakukan ritual berhubungan dengan si Commander dan disaksikan oleh sang istri sah, Offred menyimpan harapan tentang adanya gerakan perjuangan bawah tanah yang akan mengubah nasib perempuan di Gilead. Namun siapa yang harus ia percayai? Sesama Handmaid yang sering berjalan bersamanya setiap hari dan memberikan kode-kode misterius dalam percakapan mereka? Supir pribadi si Commander yang memperlihatkan kepedulian mendalam terhadap Offred (apakah tulus atau bagian dari konspirasi?), atau bahkan si Commander sendiri, yang memiliki kehidupan rahasia yang tidak diketahui siapapun?

The Handmaid’s Tale adalah bacaan sulit yang merupakan mimpi buruk bagi perempuan. Belakangan, kisah klasik ini juga sedang naik daun lagi karena baru diadaptasi ke layar kaca. Saya sendiri belum sempat menonton serial ini karena memang agak sulit mencari waktu luang. Tapi dari yang saya dengar, sepertinya serial produksi Hulu itu cukup berhasil tampil sesuai ekspektasi.

Ini kali kedua saya membaca buku karya Margaret Atwood, dan gayanya masih memberikan kesan yang sama pada saya: agak kering namun menghantui, dengan aura suram samar yang makin lama terasa makin kental. Gaya bercerita Offred sebagai narator menjadi suara yang tak terlupakan: hati-hati, seperti menyembunyikan sesuatu dan menganggap kita sebagai pembaca juga menyimpan niat buruk untuk mengkhianatinya. Sedikit mengingatkan saya dengan gaya narasi Winston di 1984 yang mengalami situasi yang serupa.

Satu hal yang saya sayangkan adalah ending buku ini yang dibuat sangat vague, dengan klimaks terlalu cepat yang tidak sesuai dengan tempo keseluruhan buku yang sudah dibuat lambat. Dan sepertinya kurang adil bagi pembaca yang sudah telanjur peduli dengan nasib Offred, untuk kemudian diminta menebak-nebak sendiri apa yang terjadi pada dirinya. Saya tidak tahu apakah serial TV nya menambahkan ending yang berbeda, mudah-mudahan saja bisa memberi closure yang lebih memuaskan.

Latar belakang terbentuknya Gilead juga tidak dikupas tuntas di sini, mungkin karena cerita lebih berfokus pada Offred dan pergumulannya. Padahal sepertinya akan lebih seru kalau peristiwa terjadinya Republik Gilead ini dibahas dengan lebih mendalam, setidaknya memberikan konteks yang lebih jelas untuk pembaca.

Terlepas dari keluhan-keluhan tersebut, saya mengakui kalau The Handmaid’s Tale merupakan buku penting yang akan selalu masuk daftar bacaan wajib khususnya untuk perempuan. Kisah Offred mengajak kita untuk mencerna apa tujuan reproduksi, hak-hak perempuan untuk menentukan fungsi biologisnya sendiri, dan banyak hal lain yang diasosiasikan dengan isu-isu feminis. Satu hal yang juga amat relevan dengan masa sekarang, di mana banyak negara maju menjadikan isu reproduksi (termasuk KB, aborsi dll) sebagai salah satu agenda politik yang dipandang penting.

Tidak akan habis-habisnya isu ini untuk dibahas, namun The Handmaid’s Tale setidaknya bisa memulai diskusi ini dengan sudut pandang yang tidak biasa.

Submitted for:

Category: A book about feminism

 

The Imperfectionists by Tom Rachman

27 Friday Feb 2015

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 7 Comments

Tags

baca bareng, bargain books, BBI, dramatic, english, europe, fiction, literature, review 15

imperfectionistsJudul: The Imperfectionists

Writer: Tom Rachman

Penerbit/Edisi: Quercus paperback edition (2011)

Halaman: 355p

Beli di: Book Depository (USD3.88, bargain price!!)

Buku ini berkisah tentang sebuah kantor surat kabar berbahasa Inggris yang berpusat di Roma, Italia. Surat kabar ini awalnya didirikan pada tahun 1950-an dengan penuh passion oleh seorang pengusaha Amerika, sebagai bukti cintanya pada perempuan yang dikasihinya.

Tahun demi tahun berlalu dan surat kabar ini mengalami masa kejayaannya, saat berita koran masih dihargai dan kompetitor koran sejenis dalam bahasa Inggris masih sedikit. Namun kini, memasuki abad ke-21 dengan kehadiran internet dan berita instan, eksistensi surat kabar (termasuk koran ini) mulai terancam, apalagi mereka yang tidak memiliki website sendiri.

Dan The Imperfectionists mengisahkan dengan indah cerita perjuangan sebuah kantor surat kabar yang berusaha bertahan dalam kebersahajaannya, melalui 11 tokoh yang terlibat langsung di seputar surat kabar ini.

Kesebelas chapter yang ada sebenarnya masing-masing bisa menjadi cerita pendek tersendiri, karena memiliki tone yang berbeda, meski masih merupakan bagian dari sebuah kisah besar.

Melalui mereka, kita dibawa masuk langsung ke dalam hiruk-pikuk keseharian surat kabar yang hampir kolaps, dengan berbagai masalah dan keseruan sehari-hari, mulai dari kurangnya dana untuk mempekerjakan stringer di luar negeri, intrik antar redaktur yang memperebutkan posisi yang lebih bergengsi, sampai pihak manajemen yang harus mengambil keputusan sulit dalam memecat karyawannya akibat pemotongan budget.

Hectic, namun tetap poignant di dalam penceritaannya, Tom Rachman sepertinya bakal menjadi calon penulis favorit saya selanjutnya. Saya sendiri, karena dulu pernah bekerja sebagai wartawan (meski bukan di media surat kabar), sempat bernostalgia tentang hari-hari seru yang sudah berlalu. Ada sesuatu tentang profesi sebagai pekerja media yang memang tidak akan ditemukan di profesi lainnya: panggilan untuk menggali kebenaran, menuangkannya dalam tulisan yang akan membuat orang terkesan, meski mungkin sehari kemudian sudah terlupakan πŸ™‚

Love this cover!

Love this cover!

Inside the Papers

Apa saja sih profesi yang digeluti oleh orang-orang yang bekerja di surat kabar? Tom Rachman membahas beberapa di antaranya dengan begitu jeli namun mudah untuk dibayangkan, meski oleh orang-orang yang tidak pernah berkecimpung di dunia media sekalipun. Berikut sebagian yang cukup menarik:

  1. Editor-In-Chief, alias pemimpin redaksi, yang di buku ini diwakili oleh karakter bernama Kathleen Solson. Ini adalah posisi tertinggi di kantor redaksi, yang langsung berada di bawah lini direktur/manajemen. Tugasnya tentu saja menentukan headline apa yang akan ditampilkan di edisi selanjutnya, memutuskan keseluruhan tone serta angle yang ingin diangkat oleh koran mereka.
  2. News Editor– tugasnya mengumpulkan dan mengedit berita secara keseluruhan dari para reporter. Biasanya para news editor ini adalah orang-orang yang workaholic, dan di buku ini, digambarkan dengan sempurna oleh karakter Craig Menzies.
  3. Corrections Editor– bertugas sebagai proofreader yang mengurusi ejaan penulisan seluruh artikel yang akan diterbitkan. Biasanya, surat kabar memiliki “kamus” sendiri sebagai panduan penulisan dan penggunaan kata-kata. Di buku ini, Herman Cohen si Corrections Editor menyebutnya sebagai “Bible”.
  4. Copy Editor– bertugas menata layout akhir sebelum koran bisa dicetak. Kadang-kadang, mereka harus menyesuaikan judul yang sudah ditulis editor dengan space yang ada tanpa mengubah keseluruhan konten. Copy editor seringkali diremehkan meski sebenarnya pekerjaan mereka sangat penting, satu fakta yang sangat dibenci oleh mereka, termasuk oleh Ruby Zaga di buku ini.
  5. Stringer– semacam kontributor lepas yang biasanya bertugas langsung di daerah-daerah di mana surat kabar tidak bisa mengirimkan reporternya langsung. Stringer haruslah tangguh, independen dan memiliki inisiatif tinggi dalam mendapatkan berita untuk disetorkan ke kantor surat kabar. Di buku ini, diceritakan kisah stringer newbie, Winston Cheung, yang kesulitan memperoleh berita di Cairo.

Masih banyak lagi yang diangkat oleh Rachman dalam buku ini, semuanya melalui kisah sehari-hari yang juga menggambarkan bagaimana profesi para pekerja koran ini mempengaruhi kehidupan pribadi mereka. A heartwarming, delightful read for all book lovers.

Submitted for:

Baca Bareng Februari, Tema Profesi

Baca Bareng Februari, Tema Profesi

The Castle Corona by Sharon Creech

27 Friday Jun 2014

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 5 Comments

Tags

bargain books, BBI, children, english, fairy tales, fantasi, fiction, review 2014

castle coronaJudul: The Castle Corona

Penulis: Sharon Creech

Penerbit: HarperCollins Children’s Books, revised paperback edition (2010)

Halaman: 320p

Beli di: Periplus Setiabudi Bandung (IDR 70k, disc 50%, bargain price!)

Once upon a time….

Ada sebuah kastil, bernama Corona. Di dalamnya tinggal seorang Raja yang merasa bosan, Ratu yang ingin dibiarkan sendirian, Pangeran yang bermimpi jadi penulis, Puteri yang manja, dan Pangeran (cadangan) yang gemar berkelahi.

Sementara itu, di sebuah desa di dasar lembah. Ada seorang anak perempuan dan laki-laki, kakak beradik yatim piatu, yang hidup menderita. Suatu hari mereka menemukan sebuah kantong misterius, yang ternyata dicuri dari kastil. Apa isi kantong itu, dan apa hubungannya dengan mereka?

Seorang wanita tua misterius yang tinggal di desa merupakan satu-satunya orang yang bisa menjawab pertanyaan tersebut. Namun, ia menghilang tiba-tiba dan kedua anak tersebut terpaksa mencari tahu makna kejadian misterius itu.

Castle Corona adalah tipikal fairy tale dengan tokoh-tokoh raja, ratu, pangeran di kastil mewah, serta rakyat jelata yang menjadi pahlawan πŸ™‚ Karakter-karakternya biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa, sementara jalan ceritanya juga tidak bisa dibilang orisinil.

Tapi sejujurnya, memang susah merangkai kisah fairy tale baru karena jenis cerita seperti ini elemennya memang itu-itu saja (meski tentunya ada yang lebih ekstrim, seperti fairy tales ala Grimm bersaudara). Yang saya suka dari buku ini ada tiga hal:

Pertama, setting kisah yang cukup vivid. Saya bisa membayangkan dengan mudah kemewahan dan keindahan Castle Corona, lengkap dengan kebun luas dan pondok tempat penasihat Raja tinggal. Juga makanan-makanan yang disantap keluarga kerajaan dideskripsikan dengan cukup detail sehingga sukses menerbitkan air liur.

Kedua, saya suka gaya bahasa yang digunakan oleh Sharon Creech. Kebetulan, saya sedang mengikuti writing workshop yang diselenggarakan oleh kantor saya dan jakarta Post, dan salah satu topik yang diangkat adalah tentang rhetorical devices, yaitu “alat” yang digunakan untuk membuat tulisan kita lebih kuat. Contoh rhetorical devices misalnya tricolon (the power of three: tiga hal yang disebutkan dalam deskripsi), metafora, rhetorical question, dsb.

Castle Corona memiliki koleksi rhetorical devices yang cukup banyak, misalnya:

It was a beautiful day: deep blue sky and a breeze spinning scents of fresh fruits and flowers through the air. (tricolon)

The rain had slowed to a drizzle of fine mist, but heavy clouds, like bundles of soiled laundry, hung low in the sky. (metaphor/simile)

Judul beberapa chapter menggunakan alliteration atau pengulangan huruf yang sama: The Heir and a Hair, The Peasant and a Pheasant, Greener Grass, Castle Conversations.

Perfect book to learn good writing!

Ketiga, Covernya bagusss, ilustrasi di dalamnya juga. Menggambarkan Castle Corona dengan nuansa keemasan, dikelilingi oleh bunga membelit dan akar menjulur yang sangat artistik. Cover yang keren ini adalah alasan pertama saya membeli buku Castle Corona. Alasan kedua, tentu saja harganya yang lagi diskon banget XD

Submitted for:

Posbar Tema Buku Fairy Tales bulan Juni 2014

Posbar Tema Buku Fairy Tales bulan Juni 2014

 

Category: Cover Lust

Category: Cover Lust

Are You There God? It’s Me, Margaret by Judy Blume

25 Tuesday Mar 2014

Posted by astrid.lim in fiction, young readers

≈ 1 Comment

Tags

america, bargain books, children, english, fiction, middle grade, name challenge 2014, religion, review 2014, secondhand books

Judul: Are You There, God? It’s Me, Margaret

Penulis: Judy Blume

Penerbit: Macmillan Children’s Books (1998)

Halaman: 152p

Beli di: Bras Basah (nitip Dewi, SGD 2,90, bargain!)

Plot
Margaret dan keluarganya baru pindah ke Farbrook, kota kecil di New Jersey. Tempat tersebut sangat berbeda dari New York, rumah mereka sebelumnya, dan Margaret sangat takut ia tidak bisa menyesuaikan diri di sana. Lebih dari segalanya, Margaret hanya ingin menjadi anak usia 11 tahun yang normal, yang bisa memakai bra dan mendapat menstruasi tepat waktu. Tapi hal tersebut seolah tak kunjung datang.

Belum lagi kenyataan kalau Margaret tidak memeluk agama apapun, karena kedua orang tuanya membesarkannya dalam kultur agnostik. Margaret sibuk mencari Tuhan, dari mulai pergi ke sinagoga bersama neneknya yang orang Yahudi, ke gereja ikut teman-temannya, bahkan mencoba pengakuan dosa di gereja Katolik. Namun Margaret merasa paling dekat dengan Tuhan saat ia sedang mengobrol secara pribadi denganNya. Tapi apakah itu normal?

Then
Terakhir kali saya membaca buku ini adalah sekitar 20 tahun yang lalu, dan saat itu yang saya baca adalah versi terjemahan Gramedia. Saat itu, saya merasa sangat relate dengan Margaret- terutama karena kami sama-sama khawatir tidak akan tumbuh menjadi remaja perempuan yang normal. Dan dari segi tersebut, saya rasa buku ini akan tetap relevan untuk anak-anak perempuan dari segala tempat dan zaman- meski kisahnya cenderung sederhana dan tidak sesophisticated buku-buku middle grade/ young adult masa kini.

Karakter yang ada di sekeliling Margaret pun rasanya akan tetap bisa dijumpai saat ini, seperti Nancy yang mewakili teman satu geng yang sok tahu, Laura yang merepresentasikan gadis-gadis bertubuh besar yang selalu menjadi bahan olok-olok di kelas, atau Mr. Benedict, guru laki-laki muda yang gugup berhadapan dengan sekelompok pre-teens.

Now

Sekarang, saya kembali membaca buku ini setelah menjadi orang tua. Dan kesannya, tentu saja berbeda. Saya baru menyadari beberapa hal yang dulu sepertinya saya take it for granted.

Salah satu yang mencolok adalah isu mencari Tuhan/agama yang menjadi ini cerita. Mungkin, dulu saking fokusnya saya dengan masalah Margaret yang ingin cepat-cepat pakai bra, saya sampai tidak memperhatikan isu agama ini. Dan menurut saya, ini adalah isu yang cukup serius untuk ukuran buku anak/young adult. Sebenarnya saya nggak keberatan dengan isu ini, karena cukup menjadi eye opener juga, apalagi di jaman sekarang. Yang saya kurang suka adalah sikap orang tua Margaret yang digambarkan bermusuhan dengan kakek-nenek Margaret karena pernikahan mereka tidak disetujui. Apalagi mereka mempengaruhi Margaret untuk memiliki sikap bermusuhan yang sama. Hmmm… as a parent, I could say that I don’t agree with their attitude.

Hal lain yang juga saya sadari adalah terjemahan buku Gramedia yang dulu saya baca, entah kenapa terasa sangat ketinggalan jaman. Kali ini, saya membaca versi bahasa Inggrisnya, yang memang diterbitkan lebih lama daripada versi terjemahan Gramedia. Tapi anehnya, versi bahasa Inggrisnya ini tidak terasa terlalu jadul, malah bisa tetap relevan dengan kehidupan anak-anak jaman sekarang. Saya ingat, dulu di versi Gramedia, diceritakan saat Margaret pertama kali belajar memakai pembalut, dan disebutkan ada kait-kait yang harus dipasang, sampai-sampai saya bingung sendiri membayangkannya. Apa itu pembalut jaman dulu ya? Ternyata, waktu saya baca versi bahasa Inggrisnya, tidak disebutkan tentang kait sama sekali. Justru pembalut yang dipakai adalah model dengan perekat seperti yang kebanyakan dijual saat ini.

Cover versi Gramedia, jadul πŸ™‚

Perjalanan saya menyusuri kisah Margaret ini cukup menyenangkan. Dan seandainya saya punya anak perempuan, buku ini akan saya jadikan bacaan wajibnya πŸ™‚

Submitted for:

aname-1

Category: Walking Down the Memory Lane

Category: Walking Down the Memory Lane

Let The Great World Spin by Colum McCann

29 Wednesday Jan 2014

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

america, bargain books, contemporary, dramatic, english, fiction, lucky 14, new york, review 2014, secondhand books, tragedy

Let-the-great-world-spinTitle: Let The Great World Spin

Writer: Colum McCann

Publisher: Random House

Edition: Trade Paperback (2009)

Pages: 375p

Bought from: Yuska (IDR 20k)

It was August 7, 1974, and a man named Philippe Petit walked a tightrope wire between the World Trade Center towers. From this focal point, Colum McCann has woven several beautiful stories into one wonderful book.

There was an Irish man came to New York City, visiting his brother, Corrigan,Β  who devoted his life as a monk and lived among the prostitutes in Bronx, tried to help them having a better life. There was a rich housewife living in Park Avenue, mourning for his beloved son who was dead in Vietnam War. This lady, Claire, tried to find solace from women liked her, who also lost sons in the war, only to find that she felt more lonely than ever.

Then there was a woman living in upstate New York, a fading artist whose life started to ruin because of drugs, and a fatal accident opened her eyes that this was not the life she’d imagined for her to live in. And there were of course the prostitutes, the brazen Tillie and her daughter Jazzlyn, both were helped a lot by Corrigan the Irish monk. But one ugly accident in that faithful day, changed their lives forever.

Colum McCann masterfully wrote pieces by pieces of the lives of these ordinary people, with their ordinary problems. But among them, there was one eventful thing: the tightrope walk between the highest tower on Earth. While the New Yorkers surrounding the towers with their heads held up high, hoping for the best or for the worst to happen to the walker, our characters in this book tried to hold on to their everyday lives. Tragedy and accident changed their lives, but the city kept on vibrating, the people kept on moving. And the stories kept on going, with or without them.

I fell in love with this book because of two main things:
1. Beautiful stories and flowing words. This is my first time reading McCann book and I can tell that he’s a killer writer. He can use any word he wants, and weave it into a wonderful sentence without being pretentious or boring. I enjoyed his choices of words and flowing sentences. I admired his description of the characters, are all ordinary people, but every one of them is important in their own way. What can I say, it’s talent. Not everyone can write something like this.

2. The description of New York City. I’ve only been to NYC once (or twice if you counted a short transit in Bronx couple of years ago) and it had always become my personal favorite. I love the vibrant energy of the city, the lights and buzzes of people, the feeling that even in the crowded streets you can be a part of the city – but also not a part of anything. I love the complications and the chaotic atmosphere. I love NYC and this book made me wanted to visit it again and again. Colum McCann can describe the city really well, not only the good things but also the dark sides of it. He can dig into the soul of the city, and that is the one thing I love the most about this book.

Check out the excerpt below if you want to know what I mean:

The city lived in a sort of everyday present. It had no need to believe in itself as a London, or an Athens, or even a signifier of the New World, like a Sydney, or a Los Angeles. No, the city couldn’t care less about where it stood. He had seen a T-shirt once that said: NEW YORK FUCKIN’ CITY. As if it were the only place that ever existed and the only one that ever would.

New York kept going forward precisely because it didn’t give a good goddamn about what it had left behind. It was like the city that Lot left, and it would dissolve if it ever began looking backward over its own shoulder. Two pillars of salt. Long Island and New Jersey.

Submitted for:

Category "Visit a Country"

Category “Visit a Country”

Buying Monday [4]

04 Monday Nov 2013

Posted by astrid.lim in meme

≈ 20 Comments

Tags

bargain books, buying monday, meme, secondhand books

logo buying monday

Awal bulan, berarti sudah tiba saatnya untuk pengakuan dosa, lewat meme Buying Monday yang di-host oleh Aul. Bulan Oktober kemarin sebenarnya saat yang bersejarah karena aku kembali bertekad menjalani gaya hidup sehat: diet karbo, ngegym 3 kali seminggu dan mulai teratur ikut kelas yoga. Sayangnya, gaya hidup sehat ini kok belum bisa diterapkan dalam hal belanja buku ya? Ibarat kolesterol, ini timbunan kayaknya udah masuk ke taraf parah ;p

Dan tanpa berpanjang-panjang lagi, inilah daftar “kolesterol” bulan Oktober:

bmokt1bmokt2

Beli di The Bookdepository dengan uang jatah menang arisan BBI Jabodetabek πŸ˜€ Boxset cantik ini terdiri dariΒ  4 buku yang menerima penghargaan Newbery Honors: The Wednesday Wars (Gary D Schmidt), Catherine, Called Birdy (Karen Cushman), On My Honor (Marion Dane Bauer), dan The Black Pearl (Scott O’Dell).

bmokt3Kloter berikutnya tentu berhubungan dengan anak-anak BBI, the eternal sources for book discount information anywhere πŸ˜€

Ada Alexandria Link (Steve Berry) dan The Rossetti Letter (Christi Phillips) yang nitip ke Dinoy, yang kebetulan punya “sumber” orang dalam dengan keuntungan dapat diskon buku-buku GPU πŸ˜€

Lalu ada The Cat’s Table (Michael Ondaatje) dan Where’d You Go, Bernadette (Maria Semple) yang beli pakai kartu membernya Ferina pas Books & Beyond diskon kemaren ini. Thankies Fer! Dua-duanya emang buku yang udah lama bikin penasaran.

Terakhir, ada Oeroeg (Hella S Haasse) hasil nitip Widi yang lagi melanglang ke salenya Carefour di Harapan Indah Bekasi.

bmokt4Kloter berikut, masih ada capur tangan anak-anak BBI:

Carrie (Stephen King) dan The False Prince (Jennifer Nielsen), hasil PO ke Mbak Maria @HobbyBuku. Penasaran karena belum pernah baca buku Stephen King sama sekali XD Kalau False Prince, udah denger reviewnya yang keren di mana-mana.

Up From Jericho Tel (EL Konigsburg) nitip ke Annisa yang lagi jalan-jalan ke sale Books & Beyond di Tamani.

Sementara satu-satunya buku gratisan bulan ini dapet dari Ren, karena beruntung sebagai salah satu pemenang reading challengenya. Buku yang kupilih adalah Ruby Red (Kerstin Gier).

bmokt5Kloter terakhir khusus didedikasikan pada Vixxio, toko buku online yang dikelola oleh Mbak Fanda. Sekarang Vixxio rutin mengadakan obral setiap Senin pagi di Twitter (@vixxio), dan perjuangan ngedapetin satu buku tuh gila-gilaan banget, karena harus rebutan dengan puluhan peminat lainnya, plus karena ini cepet-cepetan, jadi sangat tergantung dengan kecepatan internet kita masing-masing.

Aku berhasil mendapat The Twelfth Card (Jeffery Deaver), The Wednesday Letters (Jason Wright), Salem Falls (Jodi Picoult), Three Cups of Tea (Greg Mortenson), Girls in Love (Jacqueline Wilson, dan Falcon Quinn (Jennifer F Boylan). Total semuanya hanya sekitar 80 ribuan termasuk ongkir! Gimana nggak mupeng tiap Senin mantengin Twitter, coba??? Huhuhu…

Terakhir, best buy of the month bulan ini:

bmokt6American Gods (Neil Gaiman), yang udah cukup lama ada di wishlist dan sempet masuk ke WW juga… Edisi terjemahannya mahaaal, dan ternyata malah lebih murah edisi bahasa Inggris versi mass market paperback yang dibeli di Book Depository pake uang sisa arisan πŸ˜€

Mau share dosa-dosamu juga? Ikutan Buying Monday yuk, cek blognya Aul ya πŸ™‚

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,037 other followers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Lima Sekawan - The Series
    Lima Sekawan - The Series
  • The Picture of Dorian Gray by Oscar Wilde
    The Picture of Dorian Gray by Oscar Wilde
  • Circe by Madeline Miller
    Circe by Madeline Miller
  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • Matilda
    Matilda

Recent Comments

When the Stars Go Da… on The Paris Wife
Hapudin Bin Saheh on Insomniac City: New York, Oliv…
The Case of the Pecu… on The Case of the Left-Handed La…
astrid.lim on Lorong Waktu by Edward Pa…
nina on Lorong Waktu by Edward Pa…

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,037 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...