• About this blog
  • Clearance Sale!
  • Newbery Project
  • Popsugar Reading Challenge 2023
  • Previous Challenges
    • BBI Read and Review Challenge 2017
    • Challenges 2014
    • Challenges 2015
    • Lucky No.14 Reading Challenge
    • Lucky No.15 Reading Challenge
    • POPSUGAR Reading Challenge 2017
    • Popsugar Reading Challenge 2018
    • Popsugar Reading Challenge 2020
    • Popsugar Reading Challenge 2021
    • Popsugar Reading Challenge 2022
    • What’s in a Name 2018
    • Twenty-Ten Challenge
    • Challenges 2012
    • Challenges 2013
  • Round Ups
  • The Librarian

~ some books to share from my little library

Tag Archives: award

The Shadow King by Maaza Mengiste

03 Monday May 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 2 Comments

Tags

africa, award, ethiopia, historical fiction, man booker prize, war, women, world war

Judul: The Shadow King

Penulis: Maaza Mengiste

Penerbit: Canongate Books (2020)

Halaman: 428p

Beli di: @__lesens (IDR 235k)

Tahun 1935, Ethiopia berada di ambang peperangan, setelah sebelumnya berhasil mengalahkan Italia di tahun 1896. Kali ini, Italia di bawah kepemimpinan fasis Mussolini, ingin membalas dendam dan menggapai impian mereka yang belum tercapai, yaitu menguasai Ethiopia. Didukung oleh situasi dunia yang sedang bersiap-siap menghadapi Perang Dunia II, plus menguatnya kekuatan fasis di belahan bumi barat, Italia yakin kali ini mereka akan memenangkan perang tersebut.

Hirut adalah seorang yatim piatu yang dipekerjakan di rumah salah satu tentara kepercayaan Emperor Haile Selassie, yang bernama Kidane. Hirut dan pekerja perempuan lainnya diharapkan untuk ikut membantu persiapan perang, termasuk mendampingi pasukan sebagai perawat dan menyiapkan makanan. Namun Aster, istri Kidane, menginginkan lebih daripada itu. Kesedihannya yang mendalam akibat kematian anak laki-lakinya menyebabkan Aster berubah menjadi seorang perempuan yang getir, keras, dan tangguh. Ia ingin membentuk pasukannya sendiri, yang terdiri dari para perempuan kuat Ethiopia yang ia yakin sanggup menyamai bahkan melebihi kecerdikan pasukan tentara Emperor.

Meski Hirut dibenci Aster karena kedekatannya dengan Kidane, namun ia belajar banyak dari istri majikannya ini selama peperangan berlangsung. Bahkan Hirut ikut berperan penting dalam merancang strategi Shadow King, alias Raja Bayangan, yang menjadi legenda peperangan gerilya Etiophia. Pada akhirnya, Ethiopia memang bukan merupakan tandingan Italia yang super kejam. Tapi, sokongan moral dari The Shadow King mengambil tempat tersendiri di hati rakyat Etiophia, bahkan ceritanya diturunkan ke generasi-generasi selanjutnya.

The Shadow King adalah salah satu buku yang berhasil mengungkapkan fakta sejarah yang saya tidak tahu sebelumnya. Sedikit yang selama ini saya tahu tentang Ethiopia, dan Maaza Mengiste sukses mengedukasi saya tentang negara asalnya ini. Dan beberapa sudut pandang yang dipakai buku ini, mulai dari Hirut, sang Emperor sendiri, hingga tentara Italia, menambahkan detail-detail yang menarik di sepanjang buku.

Hanya saja, jujur saya tidak bisa menikmati sepenuhnya buku ini. Ada dua alasan utama mengapa buku ini belum bisa mendapatkan rating sempurna dari saya. Yang pertama, saya berharap buku ini lebih banyak mengambil sudut pandang Hirut, terutama karena dari yang saya baca di bagian Acknowlegment, sosok Hirut serta latar belakang sejarah Shadow King terinspirasi dari kisah keluarga Mengiste sendiri, terutama dari nenek buyutnya, Getey. Dan menurut saya kisah ini memang sangat menarik, namun sayangnya di bagian tengah hingga akhir buku, kita malah lebih banyak disuguhi oleh sudut pandang tentara Italia yang diwakili oleh Ettore sang fotografer. Memang kisah Etorre cukup penting juga dan berkaitan erat dengan masa depan Hirut, tapi saya jadi kehilangan suara Hirut dan sayangnya tidak merasa terkoneksi sepenuhnya dengan tokoh perempuan tersebut.

Alasan kedua, yang lebih mendominasi buat saya, adalah gaya penulisan Maaza Mengiste. Mengiste adalah seorang scholar dan professor Creative Writing, bahkan pernah menerima beasiswa Fulbright (WHOOP!). Dan memang, gaya menulisnya amat berkesan “nyastra” sekali, penuh dengan matefora dan penggambaran detail yang luar biasa puitis. Awalnya, saya senang-senang saja membaca kalimat demi kalimat yang penuh keindahan ini. Namun lama kelamaan, rasanya lelah juga, apalagi Mengiste amat senang menggambarkan detail setting seperti sudut jatuhnya cahaya matahari, perbedaan suara burung yang satu dengan burung yang lain, dan sebagainya, yang tujuannya mungkin untuk menampilkan setting yang amat nyata, namun karena banyak pengulangan di sini, saya jadi bosan juga membacanya. Satu lagi, Mengesti adalah penggemar “tanpa tanda kutip”, sehingga tidak ada dialog yang diapit tanda kutip di buku ini, satu tren yang saya kurang suka karena seringkali menciptakan kebingungan.

Overall, The Shadow King adalah buku yang amat penting, menyajikan sekelumit kisah sejarah yang jarang diangkat ke permukaan, Secara kualitas pun buku ini amat baik, tak heran dinominasikan dan mendapat penghargaan di mana-mana, termasuk short list Man Booker Prize 2020. Tapi memang buku ini, menurut saya, bukanlah tipe buku yang bisa dinikmati 🙂

Rating: 3/5

Recommended if you want to read about: African history, Ethiopia, women fighters, high quality literature, creative writing at its best

Transcendent Kingdom by Yaa Gyasi

09 Tuesday Mar 2021

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ Leave a comment

Tags

african american, america, award, culture, dysfunctional family, immigrant, literature, mental health, race, science

Judul: Transcendent Kingdom

Penulis: Yaa Gyasi

Penerbit: Alfred A. Knopf (2020)

Halaman: 264p

Beli di: @Post_Santa (IDR 265k)

Gifty adalah seorang anak imigran dari Ghana yang sedang menyelesaikan studi PhD nya di bidang neuroscience. Fokus risetnya adalah tentang bagaimana otak tikus bekerja, dan apa hubungan antara reward-seeking behaviour dengan syaraf yang menyebabkan depresi dan adiksi. Terdengar ribet, tapi sebenarnya riset ini sangat berhubungan erat dengan kehidupan pribadi Gifty. Kakak laki-lakinya, Nana, meninggal akibat OD, gara-gara kecanduan opioid setelah cedera yang dialaminya. Padahal Nana adalah calon atlet basket yang masa depannya tampak begitu cemerlang. Sementara itu, ibu Gifty menderita depresi parah setelah ditinggal oleh anak laki-lakinya, dan bahkan memiliki kecenderungan suicidal.

Gifty yang berotak cemerlang bertekad akan menemukan jawaban scientific akan hal-hal yang dialami keluarganya, supaya orang lain terhindar dari tragedi yang sama. Saat penelitiannya hampir selesai, Gifty menerima kabar kalau ibunya lagi-lagi mengalami depresi, dan ia akhirnya meminta agar ibunya yang tinggal di Alabama sementara pindah ke apartemennya di California.

Yaa Gyasi did it again. Transcendent Kingdom memang tidak sepowerful Homegoing yang lebih kental unsur historical dramanya, tapi buku ini tetap meninggalkan kesan mendalam buat saya. Leave it to Gyasi to write any kind of topic and make it a beautiful read. Di Transcendent Kingdom, Gyasi lebih fokus pada isu imigran (orang tua Gifty adalah imigran dari Ghana yang menetap di Alabama) dengan segala tantangannya, dari mulai mencari pekerjaan, menghadapi isu rasisme, hingga usaha keras yang harus dilakukan untuk membuktikan kalau anak-anak imigran pun bisa sukses.

Dan di sinilah kita disuguhi salah satu permasalahan kompleks namun sangat marak terjadi, termasuk di keluarga imigran: adiksi opioid, yang awalnya biasanya hanya diresepkan sebagai painkillers, namun karena mudah diakses, dengan cepat bisa menyebabkan kecanduan.

Gyasi banyak sekali membahas isu rumit dan kompleks di buku ini. Selain isu kecanduan opioid, juga ada isu mental health dan stigma depresi yang masih dipegang oleh budaya para imigran, termasuk keluarga Gifty. Dan tentu saja, sajian utama Transcendent Kingdom adalah penelitian Gifty sendiri, yang begitu kompleks namun terkait erat dengan permasalahan hidupnya.

Kalau dilihat sepintas, memang buku ini seolah ingin membahas terlalu banyak isu kompleks yang terancam akan membuat pusing pembacanya. Namun, sekali lagi saya ingin menegaskan pendapat saya, kalau Gyasi adalah penulis yang amat andal. Topik-topik tadi bisa dirangkum dengan begitu hati-hati, mengalir, dengan pemaparan karakter yang detail tapi tidak membosankan, dan membawa kita masuk ke dalam kehidupan Gifty dengan begitu mudah. Hingga buku ini berakhir, saya seolah sudah melakukan penelitian bersama-sama Gifty di labnya di Stanford XD

Can’t wait to see what Yaa Gyasi brings on next.

Rating: 4/5

Recommended if you like: immigrant story, science related topic, haunting prose, beautiful writing, realistic fiction

The Underground Railroad by Colson Whitehead

21 Tuesday Feb 2017

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 5 Comments

Tags

america, award, bargain book!, bbi review reading 2017, english, fiction, historical fiction, literature, popsugar RC 2017

underground-railroadJudul: The Underground Railroad

Penulis: Colson Whitehead

Penerbit: Fleet (hardback edition, 2016)

Halaman: 306p

Beli: The Book Depository (IDR 154k, bargain price!)

Ini adalah kisah sejarah tentang sebuah negara besar yang memulai kedigdayaannya melalui suatu periode kelam bernama perbudakan.

Amerika di pertengahan abad ke-19 merupakan tempat yang amat keras, tidak cukup para pendatang dari Eropa ini mengusir penduduk asli suku Indian, mereka pun menculik dan membawa para penduduk Afrika dari benuanya, untuk dipekerjakan secara paksa di perkebunan-perkebuna luas milik orang kulit putih, yang terutama terletak di daerah selatan Amerika Serikat.

Cora sudah tinggal di perkebunan kapas milik Randall di Georgia sejak ia dilahirkan. Itulah rumahnya, tempat kelahirannya, dan nerakanya. Nenek Cora diculik dari desanya di Afrika, memulai sejarah kelam keluarga mereka. Ia meninggal di tengah perkebunan kapas. Sementara Mabel, Ibu Cora adalah satu-satunya budak yang berhasil kabur dari perkebunan Randall dan tidak pernah tertangkap. Ia meninggalkan Cora di nerakanya, satu hal yang tidak pernah bisa Cora mengerti dan maafkan.

Suatu hari, Caesar, budak pendatang dari Virginia, mengajak Cora untuk kabur dari perkebunan Randall, karena ia mendapat informasi tentang adanya The Underground Railroad, jalur kereta bawah tanah yang merupakan kerja sama orang kulit hitam dan orang kulit putih yang anti perbudakan, untuk membawa para budak ke daerah utara yang bebas.

Dimulailah petualangan Cora menelusuri Amerika yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Sementara itu seorang penangkap budak terkenal bernama Ridgeway dan disewa oleh Randall, terus memburu Cora dan mengejarnya sampai ke ujung negeri. Ia seolah terobsesi dengan Cora karena dulu ia gagal menangkap Mabel, dan menjadikan kegagalan tersebut sebagai persoalan yang paling pribadi.

The Undeground Railroad adalah buku yang harus diresapi dan dikunyah perlahan-lahan. Setiap kata dan kalimatnya ditulis dengan penuh makna, menunjukkan secara detail perlakuan yang diterima oleh para budak di Amerika. Dari mulai hukuman yang luar biasa kejam, pelecehan dan penyerangan baik dari kaum kulit putih maupun sesama budak kulit hitam yang lebih kuat, hingga masa depan suram penuh belenggu, di mana konsep kebebasan hanyalah sebatas mimpi.

Saya terus dan terus berharap akan akhir yang bahagia untuk Cora, di tengah rasa takut, kejaran, serbuan dan ancaman yang selalu mengikutinya. Meski Cora hanyalah satu orang dari ribuan budak yang mengalami nasib sama, namun rasanya cukup melegakan bila nasib baik bisa menghampirinya, setidaknya menguarkan harapan akan kehidupan suram yang dialami para budak.

The Underground Railroad berhasil menunjukkan dengan tepat makna dari white supremacy, atau kekuasaan kulit putih, yang akhir-akhir ini tampak mencuat kembali ke permukaan Amerika, terutama pasca pemilu presiden di sana. Perbudakan memang mengubah wajah negara Amerika Serikat secara keseluruhan, dan akan tetap menjadi bagian dari sejarah kelam negara adikuasa tersebut. Perbudakan mengawali diskriminasi dan rasisme di Amerika, isu penting yang masih relevan dengan masa sekarang ini,

Tidak bisa dihindari, bila sesekali kita dipaksa mengunjungi dan mengingat sejarah gelap itu. Dan tak bisa dipungkiri, Colson Whitehead berhasil memperlihatkan versi sejarah tersebut pada kita dengan amat baik. Meski saran saya, untuk yang merasa memiliki hati yang terlalu lemah lembut dan tidak tegaan, lebih baik hindari saja buku ini 🙂 Miriiiis….

The Underground Railroad: Facts

Ternyata, The Underground Railroad memang benar-benar ada dan menjadi bagian sejarah perbudakan di Amerika Serikat, bahkan menjadi salah satu pemicu terjadinya Perang Saudara di masa Presiden Lincoln.

Underground Railroad dibuat sekitar tahun 1780, dan berakhir penggunaannya di tahun 1862, bersamaan dengan dimulainya Civil War. Ada sekitar 6,000 budak yang diselamatkan menggunakan jalur Underground Railroad.

Istilah Underground Railroad sendiri mulai digunakan sekitar awal tahun 1830-an. Rumah yang digunakan sebagai tempat perhentian kereta ini disebut sebagai “stations” atau “depots”, sedangkan pengurusnya dinamakan “stationmasters”. “Conductors” bertugas untuk mengemudikan kereta dari stasiun ke stasiun, sedangkan “stockholders” berkontribusi dalam bentuk uang atau barang. Budak yang berhasil bebas biasanya menetap di daerah Utara, dan dicarikan pekerjaan serta tempat tinggal yang layak. Banyak dari mereka yang akhirnya mengungsi ke Kanada.

Perjalanan dengan Underground Railroad dipenuhi oleh bahaya. Para budak harus melarikan diri dari pemilik mereka, biasanya di tengah malam. Dari sana, mereka mengikuti bintang yang menunjukkan arah Utara pada mereka.

Banyak nama-nama terkenal dalam sejarah yang terlibat dalam Underground Railroad. Salah satunya adalah Harriet Tubman, sosok yang juga memegang peranan penting dalam peristiwa Civil War.

Sumber: http://www.historynet.com/underground-railroad

Submitted for:

Category: A Book by a Person of Color

Category: A Book by a Person of Color

 

Kategori: Award Winning Books

Kategori: Award Winning Books (Goodreads Choice Historical Fiction, 2016; National Book Award, 2016)

Negeri Para Bedebah

30 Friday Nov 2012

Posted by astrid.lim in adult, fiction

≈ 20 Comments

Tags

award, bahasa indonesia, BBI, borrowed, dramatic, fiction, Gramedia

Judul: Negeri Para Bedebah

Penulis: Tere Liye

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2012)

Pages: 440p

Pinjam ke: Annisa Anggiana

 

 

“Di negeri para bedebah, kisah fiksi kalah seru dibanding kisah nyata.

Di negeri para bedebah, musang berbulu domba berkeliaran di halaman rumah.

Tetapi setidaknya, Kawan, di negeri para bedebah, petarung sejati tidak akan pernah berkhianat”.

 

Thomas adalah seorang konsultan keuangan yang terkenal sampai ke dunia internasional. Di usianya yang masih awal 30 tahun, Thomas termasuk ke dalam jajaran milyuner muda yang bisa menginap di hotel bintang 5 setiap hari, dan terbang di kelas bisnis ke seluruh dunia. Di Jakarta, Thomas tergabung dengan grup petarung rahasia, di mana puluhan eksekutif muda berkumpul untuk bertarung secara reguler.

Thomas menyembunyikan masa lalunya yang misterius hingga suatu hari kasus Bank Semesta mengemuka dan melibatkan Om Liem, pemilik bank yang adalah adik ayahnya. Ternyata Thomas masih memiliki secuil rasa kekeluargaan yang membuatnya nekat melarikan Om Liem dan menyembunyikannya dari kejaran polisi, sambil berusaha menguak siapa sebenarnya dalang di baling kerumitan kasus Bank Semesta yang sangat ingin menghancurkan keluarganya.

Sepanjang petualangannya, Thomas berulang kali dibantu oleh orang-orang terdekatnya, mulai dari Maggie sekretaris pribadinya, Julia wartawan perempuan yang cerdik dan ambisius, serta teman-temannya sesama petarung, yang menjunjung tinggi kesetiaan lebih daripada apapun.

Ini merupakan pengalaman pertamaku membaca Tere Liye. Terus terang, meski sering mendapati review yang memuja-muji karya penulis ini, aku belum tertarik sedikitpun menengok buku-bukunya. Sampai akhirnya BBI memutuskan untuk baca bareng karya penulis Indonesia yang masuk ke dalam daftar 10 besar KLA (Khatulistiwa Literary Award), akupun mencoba membaca Negeri Para Bedebah.

Dalam buku ini, Tere Liye bermain-main dengan isu yang mengingatkanku pada maraknya kasus Bank Century beberapa waktu lalu. Bahkan beberapa tokoh di dalamnya seolah diambil dari dunia nyata: menteri keuangan wanita yang tegas, tokoh politik muda anak pemimpin nomer 1 bangsa ini, serta beberapa petinggi negara yang secara samar mengingatkan pada tokoh-tokoh asli. Meski teori konspirasi yang diajukan Tere Liye di sini cukup menarik, entah kenapa penyampaiannya malah kurang meyakinkan. Mungkin karena tokoh pahlawan kita, Thomas yang dibuat terlalu menyerupai superhero? (Hint: lebih dari 24 jam tidak tidur, dan masih bisa menyetir mobil? Cmon! Even Jack Bauer needs some sleep!). Atau karena beberapa elemen yang dibuat terlalu menyerupai film Hollywood dan film action ala Hongkong? (Menerobos polisi dengan penyamaran seorang buron, kejar-kejaran di jalanan Jakarta yang jarak tempuh dan rutenya sepertinya kurang masuk akal).

Atau, mungkin juga karena aku kurang sreg dengan gaya bahasa yang digunakan, entah terlalu kaku atau kuno menurutku (oke, berapa sering sih orang normal mengucapkan kata bedebah atau kapiran? Orangnya seumuran denganku pula). Kalimat-kalimat yang terasa janggal misalnya “Apakah kamu dapat mengemudikan mobil?” Atau “Aku hendak meneleponmu tetapi urung”. Juga seluruh percakapan antar anggota petarung yang menggunakan kata ganti “aku” dan “kau” (Dua cowok dewasa yang ber-aku dan kau rasanya hanya ada di film drama jaman dulu). Rasanya seperti membaca terjemahan buku bahasa Inggris dengan gaya yang sedikit ketinggalan jaman.

Secara keseluruhan, buku ini oke, hanya saja aku belum menemukan faktor X yang membuat Tere Liye sangat digilai oleh para pembaca maupun juri-juri penghargaan. Mungkin satu kali lagi kesempatan? Buku yang mana ya enaknya?

Tere Liye merupakan nama pena dari penulis yang memiliki nama asli Darwis. Cukup misterius karena jarang menampilkan profil pribadi dalam buku-bukunya, nama Tere Liye (yang berasal dari Bahasa India) sepertinya justru membawa hoki, terbukti dari banyaknya buku-buku yang menjadi best seller, bahkan masuk daftar nominasi maupun pemenang berbagai penghargaan. Yang terakhir, Negeri Para Bedebah masuk ke dalam nominasi 10 besar Khatulistiwa Literary Award (KLA) 2012 kategori prosa, meski akhirnya yang berhasil menyabet penghargaan bergengsi tersebut adalah Okky Madasari lewat bukunya, Maryam.

Daftar lengkap 10 besar nominasi KLA 2012 bisa dilihat di sini.

From the bookshelf

Categories

Looking for Something?

Enter your email address to follow Books to Share and receive notifications of new posts by email.

Join 1,036 other subscribers

Currently Reading

I’m a Proud Member! #BBI 1301004

Wishful Wednesday Meme

Fill your Wednesdays with wishful thinking =)

Popsugar Reading Challenge 2018

bookworms

  • aleetha
  • althesia
  • alvina
  • ana
  • annisa
  • bzee
  • dewi
  • dion
  • fanda
  • Ferina
  • helvry
  • inne
  • Kobo
  • maya
  • mei
  • melmarian
  • mia
  • ndari
  • nophie
  • oky
  • peri hutan
  • ren
  • Reygreena
  • sel sel kelabu
  • sinta
  • tanzil
  • tezar
  • yuska

shop til you drop

  • abe books
  • Amazon
  • better world books
  • book depository
  • BukaBuku
  • Buku Dedo
  • bukukita
  • vixxio

Top Posts & Pages

  • Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
    Red, White & Royal Blue by Casey McQuiston
  • Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
    Dongeng-Dongeng Grimm Bersaudara
  • The Secret History
    The Secret History
  • Heartless by Marissa Meyer
    Heartless by Marissa Meyer
  • Matilda
    Matilda

Recent Comments

Fathan Albajili on Puddin’ by Julie Mu…
Puddin’ by Jul… on Dumplin’ by Julie M…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
jesica on Abarat 2: Days of Magic, Night…
When the Stars Go Da… on The Paris Wife

Create a free website or blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Join 1,036 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • perpuskecil.wordpress.com
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...