Judul: Dead Wake: The Last Crossing of the Lusitania
Penulis: Erik Larson
Penerbit: Broadway Books (2015)
Halaman: 452p
Beli di: Betterworldbooks.com (USD 9.98)
Erik Larson delivered again! Kalau ada penulis yang membuat saya bisa terpukau dengan buku sejarah, Larson lah orangnya. Kali ini, topik yang diangkat adalah tentang Lusitania, kapal besar yang mengangkut penumpang dari New York ke Liverpool, dan tenggelam karena ditorpedo oleh Jerman saat Perang Dunia I. Ini merupakan salah satu tragedi paling terkenal di dunia maritim, terutama karena terjadi pada kapal swasta yang seharusnya kebal dari ancaman perang.
Saya sendiri kurang tahu tentang peristiwa ini, dan tidak terlalu tertarik untuk mencari tahu lebih jauh. Tidak seperti Titanic yang kental dengan nuansa romantis (terutama setelah diangkat ke layar lebar oleh Hollywood), tragedia Lusitania -karena terjadi di masa perang- dianggap seperti collateral damage saja sehingga kurang menarik untuk diulik.
Tapi Erik Larson berpikiran lain – ia berhasil mengangkat peristiwa yang tadinya hanya dianggap sepintas lalu sebagai bagian Perang Dunia I – ke dalam sebuah naratif yang memikat. Seperti biasa, buku ini merupakan hasil penelitian panjang Larson dari berbagai sumber, termasuk buku harian, surat-surat dan dokumen lainnya.
Yang menarik, Larson bisa menggabungkan kisah masing-masing penumpang Lusitania – dari mulai persiapan mereka berangkat hingga tragedi menimpa mereka di atas kapal- dengan momen-momen di mana ketegangan antara Inggris dan Jerman semakin memuncak.
Ada dua hal besar yang membuat buku ini begitu menarik, dan Erik Larson dengan lihai bisa menjalin kedua isu utama ini ke dalam naratif yang mudah dibaca dan diikuti.
Yang pertama adalah Lusitania itu sendiri – sejarahnya, karakteristiknya, para penumpangnya, serta kapten yang menggawangi pelayaran tersebut, Captain Turner. Semuanya akan menjadi elemen-elemen penting yang mempengaruhi peristiwa tenggelamnya Lusitania secara tragis. Karena kapal swasta seharusnya aman dari serangan musuh dan menjadi wilayah netral di Perang Dunia I, tidak ada seorang pun yang merasa terancam secara serius, meski saat pelayaran ini berlangsung di bulan Mei 1915, Jerman sedang giat-giatnya menyebar kapal selam perang mereka di perairan Eropa dan menembaki kapal-kapal musuh.
Isu kedua yang tak kalah penting adalah ketegangan di antara Jerman dan Inggris, karena pertengahan tahun 1915 merupakan saat-saat stagnan di medan peperangan darat, dan lautan menjadi salah satu kunci untuk bisa memenangkan perang tersebut. Inggris sangat ingin Amerika Serikat bergabung dan beraliansi dengan mereka di Perang Dunia I, namun Presiden Woodrow Wilson tetap teguh ingin memegang netralitas Amerika. Sementara itu, tergoda untuk memenangkan perang sebelum Amerika ikut mendukung Inggris, Jerman pun mulai melancarkan serangan-serangan tajam di lautan, dan bahkan mulai menargetkan kapal-kapal non perang serta kapal dari negara netral.
Sementara itu, Presiden Wilson sendiri sedang mengalami banyak masalah pribadi, istrinya baru meninggal dan tak lama kemudian ia menjalin hubungan dengan seorang perempuan yang masih ragu untuk menjadi pendamping hidupnya. Konteks ini perlu diketahui karena cukup berpengaruh pada perasaan dan kondisi Wilson saat awal Perang Dunia I.
Yang paling membuat gemas adalah melihat cara Inggris menghadapi hari-hari menjelang penyerangan Lusitania. Badan intelijennya sudah menangkap tanda-tanda submarine U-20 yang berkeliaran di perairan sekitar Liverpool, tapi mereka tidak memperingatkan Lusitania dan masih menganggap ancaman penyerangan tersebut tidak serius.
Larson adalah penulis non fiksi dengan hati seorang novelis. Ia bisa menyajikan narasi yang memikat tapi tetap netral, tidak berat sebelah, dan mengungkap bukti-bukti keteledoran semua pihak. Tidak serta merta ia memihak Inggris atau menyalahkan Jerman, tapi menjelaskan semua fakta dengan apa adanya. Banyak faktor yang menyebabkan Lusitania ditorpedo pada bulan Mei 1915, dan banyak korban yang sebenarnya tidak perlu jatuh di hari itu, termasuk yang tertimpa perahu penyelamat atau kru yang terjebak di ruang bahan bakar.
Detail-detail yang begitu vivid seringkali membuat saya lupa kalau saya sedang membaca buku sejarah alih-alih novel fiksi. Dan itulah kepiawaian Erik Larson yang sulit ditandingi oleh penulis lain. Bahkan topik yang tidak terkenal, tidak terpikirkan, dan tidak terlihat menarik, bisa disulap menjadi buku yang engaging dan memikat. And I’m super happy because there are some of his books that I haven’t read 🙂
Rating: 4/5
Recommended if you want to read about: World War I, maritime tragedies, history book with a sense of fiction novel, detailed but engaging narratives.
Submitted for: