Tags

, , , ,

Judul: City of Girls

Penulis: Elizabeth Gilbert

Penerbit: Bloomsbury Publishing (2019)

Halaman: 480p

Beli di: Periplus.com (IDR 135k)

City of Girls adalah jenis buku yang harus dinikmati pelan-pelan, dengan santai, tanpa terlalu banyak ekspektasi. Kalau dilihat secara keseluruhan, sebenarnya buku ini agak sedikit absurd. Diawali dengan sebuah surat yang ditujukan kepada Vivian Morris dari seorang wanita bernama Angela, yang meminta Vivian menjelaskan tentang hubungannya dengan ayah Angela.

Alih-alih memulai dengan menjawab pertanyaan Angela, Vivian malah membuat balasan surat yang amat panjang, mundur jauh ke belakang, tahun 1940 saat ia berusia 19 tahun dan pertama kalinya tinggal di New York City bersama Aunt Peg yang memiliki gedung teater kecil Lily Playhouse.

Vivian pun mengenal seluk beluk kehidupan dunia teater lewat teman-teman barunya, para penari dan aktris yang selalu terlihat glamor, dan ia bersahabat dengan salah satu bintang teater Lily Playhouse yang bernama Celia. Melalui Celia, Vivian blusukan di kota New York, keluar masuk club dan bertemu beragam orang dari berbagai latar belakang, termasuk kaum pria yang akan membentuk pandangannya tentang seksualitas.

Suatu insiden membuat Vivian harus pergi dari New York dan pulang ke rumahnya, namun Perang Dunia II membawanya kembali ke New York dan berkontribusi lewat pengalamannya di dunia teater.

City of Girls adalah buku yang panjang. Kadang saya suka lupa asal mula cerita buku ini, yang sebenarnya berpuncak pada sosok ayah Angela – siapakah dia? (Dan ternyata kemunculannya cukup singkat sehingga tidak terlalu signifikan dengan keseluruhan kisah hidup Vivian). Saya lebih fokus pada perjalanan hidup Vivian, yang digambarkan dengan cukup detail dan melalui periode yang panjang.

Meski sosok Vivian kadang agak membosankan, karakter-karakter di sekelilingnya digambarkan dengan lebih menarik, terutama Aunt Peg dan Celia. Dan sepertinya menciptakan karakter-karakter yang memorable adalah salah satu kekuatan utama Elizabeth Gilbert, meski kadang kisah keseluruhannya terasa agak bertele-tele. Selain itu, yang membuat saya menikmati buku ini adalah settting kota New York di tahun 1940-an, terutama kehidupan dunia teaternya. Setting buku ini terasa amat hidup, membuat saya dengan mudah bisa membayangkan sosok gedung Lily Playhouse yang kuno namun amat dicintai para penghuninya.

Submitted for:

Category: A book with release date in June, July, or August of any year